Mungkinkah Menemukan Akar Masalah dalam Kondisi Sadar Normal?

Saya sering mendapat pertanyaan, “Apakah mungkin hipnoterapis menemukan akar masalah (ISE/ initial sensitizing event) hanya melalui sesi wawancara dalam kondisi sadar normal?” Pertanyaan di atas sengaja saya tulis lengkap dengan penekanan pada kondisi pikiran sadar normal saat wawancara dilakukan oleh terapis terhadap klien

Sebelum saya menjawab, perlu dijelaskan terlebih dahulu apa itu akar masalah atau ISE. Akar masalah adalah kejadian atau peristiwa paling awal yang dialami individu yang menjadi cikal bakal masalah yang muncul, bisa langsung persis setelah kejadian awal ini, atau di kemudian hari.

ISE tidak selalu dan tidak harus berupa kejadian traumatik dengan muatan emosi intens. ISE sering hanya berupa kejadian biasa namun mengandung potensi menjadi tunas masalah yang dapat tumbuh besar karena mendapat pupuk penguatan seiring waktu berjalan.

Bila masalah langsung muncul setelah individu mengalami ISE maka ISE ini juga sebagai SPE (symptom producing event) atau kejadian yang menghasilkan simtom masalah. Yang lebih sering terjadi, masalah berawal dari ISE, bisa berupa kejadian biasa atau bermuatan emosi negatif intens, yang diperkuat dengan kejadian mirip atau serupa dengan ISE dan dengan emosi yang juga mirip atau serupa. Kejadian lanjutan ini disebut dengan SSE (subsequent sensitizing event).

ISE yang berlanjut dengan SSE, bisa hanya satu atau beberapa SSE, akhirnya memunculkan simtom masalah (SPE). Setelah muncul simtom, simtom ini dapat menjadi semakin kuat karena kejadian lanjutan yang disebut SIE (symptom intensifying event).

Walau jarang terjadi, dalam beberapa kasus kami pernah menemukan satu masalah punya lebih dari satu ISE. Ada yang dengan dua ISE, bahkan ada yang tiga ISE. Ini disebut simtom dengan multi-ISE.

Untuk menemukan ISE, dalam hipnoanalisis, biasa digunakan teknik regresi. Regresi yang dimaksud di sini adalah regresi yang dalam kondisi hipnosis dalam atau profound somnambulism di mana klien mengalami revivifikasi, bukan hipermnesia.

Ada banyak teknik regresi, masing-masing dengan kelebihan dan keterbatasannya. Dari sekian banyak teknik regresi, salah satu yang paling efektif untuk menemukan ISE adalah teknik regresi dengan jembatan perasaan, bisa affect bridge (AB) atau somatic bridge (SB). 

Regresi dengan jembatan perasaan menuntun pikiran klien mundur menyusuri “garis waktu” untuk menuju ISE. Bisa terjadi, klien saat diregresi langsung mencapai ISE. Namun, ini sangat jarang. Yang lebih sering terjadi, klien tidak langsung mencapai ISE. Biasanya klien akan “mampir” ke beberapa SSE sebelum akhirnya mencapai ISE. Dan bila sudah “mencapai” ISE, terapis masih perlu melakukan validasi untuk pastikan ISE ini adalah benar-benar kejadian paling awal. Seringkali, pikiran bawah sadar klien menginformasikan kejadian ini sebagai ISE namun setelah dilakukan pengecekan, bukan.

Penjelasan di atas menunjukkan bahwa mencari ISE butuh upaya sungguh-sungguh, dengan teknik yang tepat, dan perlu dilakukan dengan cermat. Namun, dapatkan ISE ditemukan hanya pada saat sesi wawancara, dalam kondisi sadar normal? Tanpa regresi? Jawabannya, “May… may be yes.. may be no.”

ISE bisa ditemukan saat wawancara, tanpa klien perlu dibimbing masuk kondisi profound somnambulism dan dilanjutkan dengan regresi AB, bila klien tahu dengan pasti kejadian paling awal (ISE) yang menjadi akar masalahnya. Dalam hal ini, ISE adalah SPE.

Misal, klien fobia naik sepeda motor. Saat wawancara diketahui bahwa perasaan takut naik sepeda motor baru muncul tahun lalu saat klien mengalami kecelakaan. Sebelumnya klien tidak pernah merasa takut bila naik sepeda motor. Dalam contoh kasus ini, kecelakaan adalah ISE yang sekaligus SPE.

Saya sering jumpa klien, saat sesi wawancara, yang sangat yakin bila akar masalah yang ia alami bersumber pada satu kejadian spesifik di masa lalunya. Klien ini bahkan meminta saya untuk langsung meregresi dirinya ke kejadian itu. Tentu saya tidak bisa mengindahkan permintaan ini karena bukan demikian protokol terapi yang saya gunakan.

Singkat cerita, dengan teknik regresi, akhirnya ditemukan ISE yang sama sekali tidak klien sangka atau klien sudah lupa pernah terjadi. Dari sini tampak jelas bahwa apa yang dipikir klien sebagai ISE, dalam kondisi sadar normal, tseringkali bukan ISE seperti yang diungkap oleh pikiran bawah sadarnya.

Berdasar pengalaman praktik sebagai hipnoterapis klinis sejak tahun 2005, saya sampai pada satu simpulan yaitu sangatlah sulit untuk bisa menemukan akar masalah (ISE) hanya melalui wawancara dalam kondisi sadar normal.

Saat sesi wawancara ini, terapis berusaha menggali berbagai informasi dengan mengajukan pertanyaan pada klien. Proses berpikir yang mengarah pada “akar masalah” menggunakan jembatan kognitif (cognitive bridge / CB), bukan jembatan perasaan (AB).

Perbedaan mendasar antara CB dan AB ada pada kondisi kesadaran. CB bekerja dalam kondisi sadar normal dan yang menjawab pertanyaan adalah pikiran sadar. Sedangkan AB hanya bisa dilakukan dalam kondisi hipnosis dalam yang merupakan ranah pikiran bawah sadar. 

Saya beberapa kali menangani klien yang telah diterapi rekan hipnoterapis lain, yang merasa masalahnya belum benar-benar tuntas walau terapis menyatakan telah memroses ISE klien.

Pada salah satu kasus diketahui bahwa yang diproses oleh terapis sebelumnya bukan ISE tapi SSE. Dan inipun hanya satu dari empat SSE yang terjadi setelah ISE. Dengan kata lain, masalah klien bersumber pada satu ISE, empat SSE, baru setelahnya muncul simtom. Total ada lima peristiwa yang menjadi faktor penyebab timbulnya masalah. Untuk bisa benar-benar tuntas, kelima kejadian ini perlu diproses. 

Dari diskusi dengan beberapa rekan hipnoterapis, teknik yang digunakan untuk menemukan akar masalah cukup beragam. Ada terapis yang menentukan ISE dari hasil wawancara. Ada yang mendapat informasi tentang ISE dari klien atau orangtua klien dan terapis menggunakan informasi ini sebagai dasar untuk lakukan terapi, bisa dengan sugesti atau regresi. Ada terapis yang hanya mensugesti pikiran bawah sadar klien untuk memunculkan akar masalah. Ada terapis yang menentukan ISE berdasar analisis tulisan tangan. Dan ada pula terapis yang menggunakan pendulum, di mana pendulumnya bukannya dipegang oleh klien tapi justru oleh si terapis.  

 

Terapis boleh mengklaim atau merasa yakin telah berhasil menemukan dan memroses tuntas akar masalah klien. Namun satu-satunya cara untuk memastikan hal ini adalah dengan melihat hasil akhir terapi. Bila klien, usai terapi, merasa benar-benar nyaman, lega, maka bisa dipastikan kejadian yang diproses oleh terapis benar adalah ISE, terlepas dari cara menemukannya. Namun, bila klien masih merasa kurang nyaman, belum benar-benar tuntas, maka besar kemungkinan terapis belum berhasil menemukan ISE atau masih ada ISE lain.   



Dipublikasikan di https://adiwgunawan.id/index.php?p=news&action=shownews&pid=274 pada tanggal 28 Desember 2015