Dua hari lalu di Jakarta saya membawakan seminar Maximum Achievement with Mind Technology untuk sekitar 350an penyelia dari perusahaan publik yang saat ini sedang melakukan ekspansi masif, buka sembilan supermarket baru di berbagai kota di Indonesia.
Sebelumnya, target mereka adalah buka lima supermarket baru per tahun. Khusus untuk tahun ini, target dinaikkan menjadi sembilan, hampir dua kali lipat.
Pihak manajemen mengakui bahwa kenaikan target ini tentu menjadi tantangan tersendiri bagi tim mereka. Saya diundang hadir untuk berbagi pengetahuan, pengalaman, motivasi, inspirasi, dan pola pikir yang memberdayakan para penyelia sehingga dapat mencapai target dengan sebaiknya.
Saya membawakan materi Maximum Achievement with Mind Technology mulai pukul 09.00 hingga 12.30. Semua peserta sangat antusias mengikut paparan materi. Bahkan ada yang protes karena merasa materinya terlalu cepat selesai, padahal saya bicara hampir empat jam nonstop.
Saat makan siang, saya sampaikan ke pihak manajemen bahwa seminar 4 jam ini adalah langkah awal. Untuk bisa memberikan pengaruh maksimal, perubahan mindset, peningkatan kinerja yang berkelanjutan, staf mereka perlu mengikuti workshop Maximum Achievement with Mind Technology yang berlangsung 3 malam 4 hari. Dan pihak manajemen setuju dengan saran saya. Mereka akan aturkan waktu untuk menyelenggarakan workshop ini.
Apa saja yang saya sampaikan di seminar 4 jam ini? Sangat banyak. Inti dari paparan saya dapat dinyatakan dalam formula berikut:
Kinerja = (Motivasi X Kompetensi)/Hambatan
Dari rumus di atas, tampak jelas bahwa untuk mencapai kinerja tinggi, butuh motivasi dan kompetensi tinggi dari para karyawan. Ada banyak cara meningkatkan motivasi dan kompetensi. Walau dua komponen ini berhasil dimaksimalkan, kinerja tidak serta merta meningkat. Masih ada satu faktor lagi yang sangat berpengaruh, hambatan.
Saat motivasi dan kompetensi tinggi, namun hambatan besar atau sangat besar, maka kinerja, mengikuti formula di atas, otomatis menjadi rendah. Sebaliknya, bila motivasi dan kompetensi tinggi, sementara hambatan rendah atau tidak ada, maka kinerja menjadi sangat tinggi.
Ada dua jenis hambatan: eksternal dan internal. Umumnya perusahaan fokus pada hambatan eksternal, seperti kompetitor, regulasi, atau kondisi pasar, karena ini paling mudah diamati. Yang paling sulit dan sesungguhnya paling besar dan masif pengaruhnya adalah hambatan internal, hambatan dalam diri staf atau karyawan yang sering tidak disadari atau diketahui.
Saat menunggu waktu panggilan masuk ke pesawat, di terminal 3 bandara Soetta, dalam perjalanan balik ke Surabaya, saya disapa oleh seseorang, “Halo Pak Adi. Masih ingat saya?” “Tentu ingat…Cokro,” jawab saya.
Cokro adalah kawan lama dan leader asuransi terkemuka di Indonesia. Kami hampir sepuluh tahun tak jumpa. Setelah bertegur saya, Cokro tanya yang saya lakukan di Jakarta, dan saya jelaskan bahwa saya baru selesai beri seminar di satu perusahaan. Diskusi berlanjut di dalam pesawat. Cokro kebetulan dapat kursi di samping saya.
Hambatan Internal
Sebagai seorang leader asuransi Cokro sepenuhnya sadar akan kendala yang biasa dialami para agen asuransinya. Banyak yang walau telah berusaha keras, tetap tidak bisa produksi atau berhasil closing. Para agen ini tentu telah dibekali berbagai pengetahuan tentang produk, cara presentasi, mengatasi dan menjawab penolakan, teknik komunikasi, mengenal kepribadian dan kecenderungan calon nasabah, dan masih banyak pengetahuan lainnya. Namun, walau telah memiliki semua yang dibutuhkan, tetap sangat banyak agen gagal dan tidak bisa mencapai target. Banyak yang akhirnya mengalami “muntaber” atau mundur tanpa berita. Ada juga yang mengalami “tetanus” atau tetap aktif tanpa bonus.
Cokro bertanya pada saya apa yang sebenarnya terjadi pada para agen, yang menghambat mereka sukses mencapai target, dari persepektif ilmu pikiran.
Saya jelaskan pada Cokro bahwa sejatinya semua orang ingin sukses. Namun yang menghambat mereka, dari pengalaman saya sebagai praktisi teknologi pikiran sejak tahun 2005 hingga saat ini, adalah hambatan internal atau yang disebut blocking. Ada dua jenis blocking: mental block dan emotional block. Blocking ini bisa terjadi pada target dan atau strategi.
Untuk lebih memperjelas maksud saya, saya memberi contoh yang terjadi di dunia asuransi. Contoh ini juga berlaku di bidang usaha lain, karena sebenarnya secara prinsip, sama.
Di awal tahun, setiap perusahaan pasti menetapkan target yang akan dicapai. Dan untuk mencapai target ini, ada serangkaian kegiatan yang perlu dilakukan oleh staf atau karyawan. Saya menyebutnya sebagai strategi. Jadi, ada target dan strategi.
Biasanya, saat target dinaikkan, karyawan merasa kurang nyaman, namun mereka tentu tidak berani mengutarakan hal ini pada pihak manajemen. Perasaan tidak nyaman ini bisa karena mereka tidak mau keluar dari zona nyaman atau bisa juga karena mereka memang merasa targetnya tidak realistis, menurut mereka, sehingga merasa sangat berat atau mustahil dicapai.
Dalam dunia asuransi, agen menetapkan target yang akan dicapai, misal omzet sekian banyak per tahun. Setelahnya, tentu mereka perlu melakukan aktivitas untuk bisa mencapai target ini, yaitu: buat daftar nama, menghubungi calon nasabah, melakukan presentasi, melakukan closing, dan minta referensi.
Untuk mengetahui apakah ada blocking pada target atau strategi, bisa dilakukan dengan mudah. Caranya, saya minta agen atau karyawan tutup mata dan membayangkan target, dan tanya bagaimana perasaan mereka. Bila mereka merasa nyaman, ini artinya tidak ada hambatan internal atau blocking. Namun, bila mereka merasa tidak nyaman, ini tandanya ada penolakan dari dalam diri mereka, ada blocking.
Perasaan tidak nyaman ini adalah indikator blocking dan dinyatakan dengan skala 0 hingga 10, di mana 0 berarti sama sekali tidak ada hambatan dan 10 adalah hambatan maksimal.
Demikian pula untuk mengetahui hambatan pada strategi. Saya minta mereka membayangkan melakukan aktivitas, misalnya membuat daftar nama, menelpon calon nasabah, melakukan presentasi, dan seterusnya. Pada setiap aktivitas ini saya akan memeriksa dan minta karyawan melaporkan perasaan mereka, nyaman atau tidak. Bila nyaman, berarti tidak ada hambatan. Bila tidak nyaman, ini artinya ada hambatan.
Sumber Hambatan Internal
Manusia punya dua pikiran, sadar dan bawah sadar. Perbandingan kekuatan pengaruh pikiran sadar (PS) dan pikiran bawah sadar (PBS) terhadap individu adalah 1 : 99.
Hambatan internal adalah program pikiran yang ada di PBS. Dengan demikian, saat PS ingin mencapai target dan PBS menolak target ini, apapun yang individu lakukan tidak akan bisa berhasil, karena kekuatan PBS adalah 99x lebih kuat dari PS.
Program pikiran yang menghambat terbentuk dari proses tumbuh kembang saat individu berusia 0 hingga 10 tahun, melalui interaksi dengan lingkungan.
Begitu program pikiran terbentuk dan tersimpan di PBS, ia akan terus berada di PBS hingga digantikan dengan program baru. Semua program bekerja di di bawah sadar. Dengan demikian, sangatlah sulit untuk bisa menyadari keberadaannya dan menggantinya dengan program yang mendukung pencapaian target atau kinerja.
Mengatasi Hambatan Internal
Perusahaan rutin menyelenggarakan pelatihan untuk memotivasi dan meningkatkan kompetensi karyawan. Umumnya perusahaan mengundang atau menggunakan jasa pembicara, baik dari perusahaan sendiri atau mengundang pembicara luar.
Ada dua format pelatihan yang biasa dibawakan pembicara: seminar dan workshop. Seminar biasanya berdurasi antara satu hingga tiga jam. Sementara workshop, lebih lama, bisa antara satu hingga beberapa hari.
Apapun materi yang disampaikan pembicara, mereka selalu terbagi dalam dua kelompok. Pertama, pembicara yang mengajarkan perubahan berdasar kekuatan kehendak (will power) atau pikiran sadar, dan kedua, yang mengajarkan perubahan melalui proses pemberdayaan pikiran bawah sadar. Masing-masing pendekatan memiliki keunggulan dan keterbatasan.
Pembicara yang mengajarkan perubahan berbasis pikiran sadar biasanya membawakan materi dengan semangat tinggi, berapi-api, dan karyawan dimotivasi sehingga menjadi bersemangat. Perubahan yang terjadi, menurut banyak pimpinan perusahaan yang saya jumpai, hanya bertahan satu atau dua hari. Setelahnya, karyawan kembali ke pola lama.
Ada juga yang menggunakan outbound, berjalan di atas api, berjalan di atas pecahan kaca, menggunakan pendekatan pain (sakit) dan pleasure (rasa senang) di mana setiap peserta menggunakan karet gelang yang ditarik dengan sangat keras dan menjepret tangan mereka sendiri dengan tujuan menghilangkan blocking.
Pendekatan-pendekatan di atas, dari pengalaman selama ini, benar bisa menghasilkan perubahan dalam diri karyawan namun sifatnya temporer, tidak bertahan lama.
Perubahan baru bisa terjadi dengan sangat cepat dan bertahan lama (sustainable) bila perubahan dilakukan langsung di pikiran bawah sadar. Tidak banyak pembicara yang mampu melakukan hal ini karena untuk bisa melakukannya, butuh keahlian, kompetensi sangat tinggi dan spesifik. Saya kenal bebeberapa rekan pembicara dengan kompetensi ini. Namun, jumlah mereka bisa dihitung dengan jari.
Saya menyelenggarakan workshop Maximum Achievement with Mind Technology bagi karyawan, untuk meningkatkan kinerja, melalui pemberdayaan pikiran bawah sadar. Workshop ini sangat intens, berbasis terapi, berlangsung tiga malam empat hari. Peserta belajar tentang cara kerja pikiran, berkomunikasi dengan pikiran bawah sadar, cara menemukan program yang menghambat diri mereka, menggantinya dengan program yang mendukung pencapaian target, berpikir dan merasakan emosi positif, kerjasama tim pada level vibrasi, dan masih banyak lagi.
Dan yang paling penting, mereka membawa pulang teknik pemberdayaan diri yang dapat mereka lakukan sendiri pascapelatihan. Dengan demikian, perubahan yang dicapai bersifat jangka panjang.
Bulan Agustus 2018 lalu, salah satu perusahaan bisnis jaringan, minta saya menyelenggarakan satu kelas khusus untuk para distributor mereka, berjumlah 84 orang.
Selama tiga malam empat hari saya mengajari pengetahuan, teknik, inspirasi, dan masih banyak lagi kepada para peserta. Hasilnya? Sangat luar biasa.
Dari salah satu pimpinan perusahaan ini, saya mendapat informasi bahwa, pascapelatihan, omzet bisnis khusus kelompok ini mengalami peningkatan sangat signifikan. Dan ini terus bertahan hingga akhir tahun 2018. Kelompok ini mencatatkan pertumbuhan bisnis dan juga pembagian bonus jauh di atas kelompok lain, yang belum ikut pelatihan. Melihat hasil yang sangat positif ini, perusahaan merekomendasi anggota mereka lainnya untuk ikut pelatihan ini.
Mengapa bisa terjadi capaian seperti ini?
Hambatan internal ternyata berkorelasi langsung dan berbanding terbalik dengan motivasi. Semakin besar hambatan internal, semakin kecil motivasi. Demikian pula sebaliknya, semakin kecil hambatan internal, semakin besar motivasi. Dengan demikian, saat variabel hambatan internal berhasil diminimalisir dengan teknik yang tepat, motivasi meningkat, dan berakibat kinerja meningkat signifikan.
Sahabat saya, pimpinan kantor cabang pembantu satu bank swasta nasional, menerapkan prinsip yang saya jelaskan di atas dan berhasil mencapai target yang diberikan kantor pusat dengan mudah.
Setiap tahun kantornya pasti berhasil mencapai dan bahkan melebihi target yang diberikan kantor pusat. Tahun lalu, saat ia diberi target untuk menyalurkan kredit pemilikan rumah sebesar 45 miliar dan kredit kendaran bermotor sebesar 8 miliar. Target yang berhasil dicapainya, KPR sebesar 112 miliar dan KKB sebesar 17 miliar.
KCP yang ia pimpin adalah kelas B. Namun, berkat capaian yang sangat tinggi ini, ia minta ke kantor pusat untuk menaikkan status KCP-nya menjadi kelas A, dan disetujui. Tentu ini berimbas pula pada bonus kinerja yang diterimanya dan juga para stafnya.
Dipublikasikan di https://adiwgunawan.id/index.php?p=news&action=shownews&pid=347 pada tanggal 23 Maret 2019