Dalam dua tahun terakhir, saya melihat peningkatan sangat signifikan dalam efektivitas protokol hipnoterapi yang digunakan para hipnoterapis AWGI. Setelah saya telaah secara mendalam, peningkatan ini ternyata bukan sekadar hasil keterampilan terapis atau pengalaman praktik yang bertambah, tetapi berasal dari sesuatu yang jauh lebih dalam: penguatan medan morfik, sebuah pola informasi bersama yang terbentuk ketika banyak praktisi menjalankan protokol yang sama secara konsisten.
Menurut Rupert Sheldrake (2009, 2012), pola perilaku atau proses yang dilakukan secara berulang oleh banyak orang dapat menciptakan suatu “medan resonansi” yang mempermudah siapa pun yang terhubung dengannya untuk melakukan hal yang sama dengan lebih cepat dan efektif.
Inilah yang kami yakini terjadi pada protokol hipnoterapi AWGI. Semakin sering protokol ini dipraktikkan, semakin kuat pula "jejak" informasinya, sehingga praktisi menjadi lebih intuitif, lebih presisi, dan hasil terapinya menjadi lebih efektif dan kuat.
Tahap Wawancara: Ternyata Di Sini Banyak Perubahan Terjadi
Hipnoterapi adalah terapi yang dilakukan dalam kondisi hipnosis. Secara umum, ia memiliki lima tahap utama:
Hipnoterapi diawali dengan sesi Pengawalan, bermula dari klien mencari tahu tentang terapis, menghubungi terapis untuk membuat janji bertemu, hingga bertemu dengan terapis di ruang praktik.
Saat di ruang praktik, sesi diawali dengan intake interview atau wawancara mendalam. Dalam proses wawancara, terapis mengumpulkan informasi tentang situasi dan kondisi klien, mengenali klien secara lebih mendalam, membantu klien merumuskan masalah secara presisi, membangun kepercayaan (trust / rapport), menjawab pertanyaan-pertanyaan klien, melakukan edukasi, serta mengukur tingkat kesiapan dan kesediaan klien menjalani terapi.
Sesi wawancara yang dilakukan hipnoterapis AWGI umumnya berlangsung antara 1,5 hingga 2 jam. Setelah terapis merasa cukup dalam mengumpulkan informasi yang dibutuhkan untuk membantu klien secara optimal, sesi dilanjutkan ke tahap berikutnya yaitu induksi.
Di tahap ini terapis, atas izin klien, menuntun klien masuk ke kondisi hipnosis. Terapis selanjutnya melakukan uji kedalaman kondisi hipnosis dan pendalaman untuk memastikan klien telah berhasil mencapai kedalaman yang menjadi syarat dilakukan terapi berbasis hipnoanalisis. Terapi secara resmi dilakukan di tahap tiga.
Di tahap inilah terapis melakukan kerja yang sesungguhnya, membantu klien mengatasi masalahnya dengan cara mencari dan menemukan akar masalah, melakukan edukasi pikiran bawah sadar, dan resolusi trauma secara tuntas. Setelahnya terapis AWGI akan melakukan empat uji hasil terapi untuk memastikan masalah klien benar-benar telah berhasil diselesaikan secara tuntas. Ini adalah proses terapi yang umumnya terjadi di ruang praktik kami.
Selama ini, kami menemukan bahwa perubahan besar baru terjadi setelah klien masuk kondisi hipnosis dan dilakukan terapi. Namun, dalam dua tahun terakhir, muncul temuan yang mengejutkan: banyak perubahan justru terjadi di tahap pertama, yaitu saat wawancara mendalam, bahkan sebelum proses induksi hipnosis dilakukan.
Wawancara yang kami lakukan tidak hanya mencari informasi, membangun relasi, melakukan edukasi, tetapi secara sadar dirancang untuk menyentuh sistem saraf, pikiran, dan emosi klien dengan tujuan terapeutik.
Mengapa Wawancara Bisa Sangat Terapeutik?
1. Wawancara Mengaktifkan Rasa Aman (Neuroception)
Dalam teori polivagal, Stephen Porges (2011, 2021) menjelaskan bahwa tubuh manusia memiliki kemampuan otomatis untuk merasakan apakah suatu situasi aman atau mengancam, tanpa perlu dipikirkan secara sadar. Ia menyebutnya neuroception.
Selama wawancara terapeutik AWGI, nada suara terapis yang tenang, sikap yang penuh empati, ritme dialog yang pelan dan teratur, vibrasi positif serta energi kehadiran yang menenangkan, semuanya bersatu menciptakan suasana yang secara halus memberi sinyal kepada sistem saraf klien bahwa ia berada dalam kondisi yang aman dan dapat dipercaya.
Ketika rasa aman ini muncul, sistem saraf klien memasuki keadaan optimal untuk mengalami perubahan. Dalam kondisi seperti ini, pikiran bawah sadar menjadi jauh lebih terbuka dan fleksibel, lebih mampu menerima dan memproses informasi baru, serta lebih siap untuk melepaskan pola-pola lama yang sebelumnya dipertahankan sebagai mekanisme perlindungan. Pada titik inilah tubuh dan pikiran secara alami “memutuskan” bahwa ini adalah momen yang tepat untuk berubah.
2. Hubungan yang Selaras Membentuk Integrasi Otak (Interpersonal Neurobiology)
Daniel Siegel (2010, 2020) menjelaskan bahwa hubungan manusia yang hangat dan selaras memiliki kemampuan langsung untuk memengaruhi cara kerja otak. Ketika terapis hadir sepenuhnya di hadapan klien, mendengarkan dengan perhatian penuh, dan mampu menyelaraskan diri dengan kondisi emosional klien, maka tercipta sebuah pengalaman hubungan yang menumbuhkan co-regulation, yaitu proses ketika emosi klien dan terapis saling menstabilkan satu sama lain.
Dalam momen ini juga terjadi attunement, ketika terapis dan klien berada dalam frekuensi emosional yang sama; muncul pula resonance, di mana perasaan dan pengalaman batin terhubung secara mendalam, serta akhirnya terbentuk integrasi jaringan otak, sebuah proses yang memungkinkan berbagai bagian otak bekerja lebih harmonis.
Keempat proses ini, co-regulation, attunement, resonance, dan integrasi neural, mendorong otak klien untuk memandang masalahnya dari sudut yang berbeda. Tidak jarang, hanya dengan mengalami pemahaman baru yang muncul dari kualitas hubungan tersebut, beban emosional lama langsung mereda, bahkan sebelum sesi hipnoterapi formal dimulai.
3. Aktivasi Mekanisme Proteksi Pikiran Bawah Sadar (PBS)
Pikiran Bawah Sadar (PBS) pada dasarnya memiliki satu fungsi utama: melindungi diri individu (Gunawan, 2012). Seperti dijelaskan oleh Cozolino (2014) dan Schore (2012, 2021), PBS terus bekerja menjaga keseimbangan emosi dan keselamatan psikologis, bahkan ketika individu tidak menyadarinya.
Selama wawancara terapeutik, ketika klien mulai merasakan suasana yang benar-benar aman, mengalami peningkatan kesadaran, mendapatkan pemahaman baru, melihat masalahnya dengan cara yang berbeda, PBS menangkap bahwa pola lama yang selama ini dijaga, meski penuh tekanan atau sudah tidak adaptif, tidak lagi diperlukan.
Pada titik ini, PBS secara natural dan sukarela melakukan reorganisasi internal: ia melepaskan pola lama dan menggantinya dengan pola baru yang lebih aman, lebih sehat, dan lebih bermanfaat bagi kesejahteraan klien.
Inilah alasan mengapa kami sering menemukan klien yang menyatakan bahwa masalah mereka mulai membaik, bahkan tuntas, meskipun mereka belum memasuki proses hipnosis formal. Perubahan tersebut muncul sebagai respons spontan PBS yang memilih jalan baru demi melindungi dan memulihkan diri.
4. Resonansi Kesadaran dan Morfik Bekerja Bersama
Ketika wawancara dilakukan dengan terstruktur, sistematis, dan presisi, terapis sebenarnya tidak sekadar mengajukan pertanyaan atau mencatat jawaban. Di bawah permukaannya, terapis sedang membangun struktur pemahaman baru yang membantu klien melihat dirinya sendiri secara lebih jelas.
Melalui cara bertanya yang terarah, penjelasan yang relevan, dan refleksi yang tepat, terapis perlahan menyusun kerangka berpikir baru yang memampukan klien memahami pengalaman emosionalnya dengan sudut pandang yang berbeda.
Pengalaman yang selama ini dirasakan sebagai beban atau luka emosional diberi ruang baru dalam narasi klien, sebuah “peta” baru untuk memahami apa yang sedang terjadi di dalam dirinya. Dengan demikian, klien mulai melihat bahwa persoalan yang ia anggap “membingungkan” atau “tidak bisa diubah” ternyata memiliki logika psikologis yang bisa dipahami dan diurai.
Di saat yang sama, intensi terapis, yakni niat batin yang jernih untuk membantu, sikap kehadiran yang selaras, dan fokus penuh pada kesejahteraan klien, menghasilkan kualitas energi relasional yang ditangkap oleh pikiran bawah sadar (PBS) klien. Energi ini memberi sinyal bahwa perubahan adalah sesuatu yang sangat perlu dan aman untuk dilakukan demi kebaikan dan kesejahteraan klien.
Semua elemen ini diterima oleh PBS sebagai tanda bahwa pola lama yang penuh tekanan sudah tidak relevan lagi. Ketika pemahaman baru dan energi intensi yang selaras ini masuk ke dalam diri klien, PBS mulai bekerja melakukan reorganisasi internal.
Proses ini kemudian “beresonansi” dengan medan morfik AWGI, suatu pola informasi kolektif terapeutik yang telah terbangun dari lebih dari 140.000 sesi terapi yang dijalankan dengan protokol yang sama sejak tahun 2005. Resonansi ini memperkuat arah perubahan karena PBS didukung oleh pola penyembuhan yang sudah mapan.
Hasilnya, perubahan yang terjadi bukan hanya cepat, tetapi juga mendalam dan stabil. Banyak klien menggambarkan pengalaman ini sebagai “pencerahan”, “tiba-tiba lega”, atau “seperti beban yang hilang begitu saja”.
Implikasi bagi Pendidikan Hipnoterapis AWGI
Temuan ini semakin meneguhkan prinsip yang selalu saya ajarkan di kelas Scientific EEG & Clinical Hypnotherapy (SECH), yakni bahwa wawancara yang dilakukan dengan benar bukan sekadar persiapan menuju terapi, melainkan sudah merupakan terapi itu sendiri.
Ketika terapis hadir sepenuhnya di hadapan klien, dengan perhatian yang tidak terbagi, empati yang tulus, dan kemampuan bertanya yang terstruktur serta terarah, sesuatu yang jauh lebih dalam mulai terjadi. Klien tidak hanya menjawab pertanyaan, tetapi memasuki proses refleksi yang lebih jernih, membuka ruang batin yang selama ini mungkin tertutup oleh ketegangan, beban, atau pola pikir yang mengurungnya.
Dalam suasana wawancara yang aman dan selaras ini, kesadaran klien mulai meningkat. Ia mulai melihat hubungan antara pengalaman masa lalu, reaksi emosional saat ini, dan cara pikir yang selama ini ia gunakan untuk menafsirkan dunianya.
Pemahaman baru ini secara alami membawa kelegaan emosional, sebuah pelepasan dari ketegangan yang mungkin sudah disimpan bertahun-tahun. Seiring dengan itu, cara pandangnya mulai bergeser; sesuatu yang dulu tampak gelap, berat, atau tidak terpecahkan, kini terlihat dengan sudut pandang yang lebih luas dan dewasa.
Proses ini sering kali memicu transformasi spontan dari dalam diri klien. Ada yang menyadari bahwa ia tidak lagi marah, tidak lagi takut, atau tidak lagi menahan sesuatu yang selama ini mengekangnya.
Ada pula yang tiba-tiba merasa lebih ringan, lebih bebas, atau lebih damai, seakan beban yang lama melekat tiba-tiba terangkat. Masalah yang sebelumnya terasa sangat berat kehilangan daya emosionalnya dan tidak lagi dirasakan sebagai sesuatu yang mengancam.
Pada titik ini, perubahan telah terjadi, bukan karena sugesti hipnosis, tetapi karena wawancara terapeutik itu sendiri telah mengaktifkan mekanisme penyembuhan internal yang sangat kuat dalam diri klien.
Referensi:
Cozolino, L. (2014). The neuroscience of human relationships: Attachment and the developing social brain (2nd ed.). W. W. Norton & Company.
Gunawan, A. W. (2012). Workbook Scientific EEG & Clinical Hypnotherapy. [Manual pelatihan tidak dipublikasikan].
Porges, S. W. (2011). The polyvagal theory: Neurophysiological foundations of emotions, attachment, communication, and self-regulation. W. W. Norton & Company.
Porges, S. W. (2021). Polyvagal safety: Attachment, communication, self-regulation. W. W. Norton & Company.
Schore, A. N. (2012). The science of the art of psychotherapy. W. W. Norton & Company.
Schore, A. N. (2021). The development of the unconscious mind. W. W. Norton & Company.
Sheldrake, R. (2009). Morphic resonance: The nature of formative causation (4th ed.). Park Street Press.
Sheldrake, R. (2012). Science set free: 10 paths to new discovery. Deepak Chopra Books.
Siegel, D. J. (2010). Mindsight: The new science of personal transformation. Bantam Books.
Siegel, D. J. (2020). The developing mind: How relationships and the brain interact to shape who we are (3rd ed.). Guilford Press.
Dipublikasikan di https://adiwgunawan.id/index.php?p=news&action=shownews&pid=490 pada tanggal 1 Desember 2025