The only hypnotherapy school in Indonesia approved by American Council of Hypnotist Examiners (ACHE), USA

Artikel


Great Hypnotherapists were not Born, They are Properly Trained and Engineered

30 September 2012

“Pak Adi, kenapa sih pelatihan hipnoterapi yang Pak Adi selenggarakan lama banget, 100 jam?”

Ini adalah pertanyaan yang kerap ditanyakan kepada saya. Dan biasanya secara diplomatis saya akan menjawab bahwa ini adalah standar minimal yang disyaratkan untuk bisa menguasai hipnoterapi dengan baik.

Ada lagi yang bertanya, “Pak, mengapa harus dibagi menjadi tiga kali pertemuan masing-masing tiga hari, Jumat, Sabtu, dan Minggu. Bukankah akan lebih praktis bila Pak Adi mendesain pelatihan langsung selama sembilan hari dengan total 100 jam. Kan sama saja. Kalau bisa langsung sembilan hari kami tidak harus bolak balik ke Surabaya.”

Pertanyaan lain yang juga sangat sering saya jumpai, “Pak, kenapa sih dibuat di Surabaya. Kapan diselenggarakan di Jakarta?”

Untuk pertanyaan terakhir jawabannya sederhana. Di Surabaya saya sudah membangun gedung Adi W. Gunawan Institute of Mind Technology di atas lahan seluas 1.200 m2 dengan bangunan seluas 800 m2. Gedung ini dilengkapi dengan 5 ruang terapi, 1 ruang R&D, dan 2 ruang pelatihan yang dilengkapi peralatan sangat lengkap, hi-tech, kualitas sound system dan LCD Projector jauh di atas standar hotel manapun yang pernah saya gunakan. Jadi, saat ini semua pelatihan saya pusatkan di Surabaya.

Ada banyak alasan mengapa pelatihan dan sertifikasi hipnoterapis profesional Scientific EEG & Clinical Hypnotherapy harus 100 jam dan dijalankan dengan format tiga kali pertemuan masing-masing tiga hari.

Saya ingat saat dulu ingin mendalami hipnoterapi secara serius. Saya men-google pelatihan hipnoterapi di wilayah Asia Pasifik. Saat itu, sekitar 7 tahun lalu, saya mendapat informasi adanya pelatihan di Singapore yang diselenggarakan oleh salah satu trainer hipnoterapi terkenal dari Amerika. Lama pelatihan 100 jam dengan format tatap muka selama 10 hari berturut-turut tanpa istirahat.

Saat itu saya hampir saja ikut. Namun setelah mempertimbangkan sungguh-sungguh akhirnya saya urungkan niat ini. Saya merasa tidak sanggup menyerap semua materi ini hanya dalam waktu 10 hari. Proses internalisasi informasi sehingga masuk dalam struktur kognisi membutuhkan waktu. Tidak bisa dipaksakan.

Pemikiran lain yaitu hipnoterapi adalah keterampilan yang harus diasah dengan praktik yang konsisten. Dan ini membutuhkan waktu, bimbingan, dan arahan dari trainer.

Selain itu kendalanya adalah bahasa dan biaya. Pelatihan dibawakan dalam bahasa Inggris. Dan sudah tentu akan ada banyak istilah atau terminologi hipnoterapi yang, saat itu, tidak saya pahami. Kalau sampai tidak mengerti istilah teknis maka bisa dibayangkan bagaimana pengaruhnya pada pemahaman materi yang diajarkan. Biaya pelatihannya juga cukup tinggi. Bila ditambahkan dengan tiket pesawat dan akomodasi selama 12 hari, plus makan, maka bisa menghabiskan sekitar US$ 5.000 atau hampir mencapai Rp. 50 juta (kurs saat itu)

Alasan lain yaitu tidak ada sesi live therapy di kelas. Mengapa saya sangat ingin ada live therapy di kelas? Pemikiran saya sederhana.  Trainer yang cakap dan mumpuni adalah yang bisa mengajar dengan baik, mampu membuat murid-muridnya mengerti apa yang diajarkan, dan juga mampu membuktikan apa yang ia ajarkan di kelas dengan menunjukkan praktik nyata menangani klien di depan murid-muridnya. Ini juga untuk membuat para murid yakin dan percaya dengan apa yang diajarkan si trainer. 

Ada beberapa pelatihan di Amerika yang dijalankan dengan format pertemuan setiap satu atau dua minggu. Jadi, ada waktu istirahat untuk praktik dan internalisasi. Kendalanya, kalau saat itu saya ke Amerika, adalah terutama di faktor biaya yang sangat tinggi.

Awal karir saya sebagai hipnoterapis diawali dengan belajar hipnosis dan hipnoterapi ke dua pakar terkemuka. Satu, pakar dari dalam negeri, Yan Nurindra, dan satu lagi dari Amerika, Marleen Mulder (HTI). Setelah itu saya mendalami secara otodidak dengan membaca sangat banyak buku, sekitar 400an saat itu, menonton lebih dari 150 video tentang hipnoterapi yang saya beli dari luar negeri, dan mempraktikkan hipnoterapi. Ini memang investasi yang sangat besar. Namun, saya menyadari sepenuhnya bahwa memang ini lah harga yang harus saya bayar untuk bisa benar-benar memahami dan menguasai hipnoterapi.

Perjalanan karir dan pembelajaran saya di bidang mind technology selengkapnya dapat anda baca di http://www.adiwgunawan.com/?p=page&action=view&pid=22.  

Setelah praktik dan jatuh bangun selama tiga tahun dan berhasil membangun protokol terapi sendiri, Quantum Hypnotherapeutic Protocol, saya membuka kelas pelatihan dan sertifikasi hipnoterapis profesional. Standar yang ditetapkan sama dengan yang di luar negeri yaitu 100 jam yang terbagi menjadi sembilan hari pelatihan. Sembilan hari ini dibagi menjadi tiga pertemuan masing-masing tiga hari, Jumat, Sabtu, dan Minggu. 

Ada jeda sekitar dua sampai tiga minggu untuk tiap pertemuan dengan tujuan memberi peserta waktu untuk mencerna dan internalisasi materi yang diajarkan di kelas dan melakukan praktik.

Jadi, apa, mengapa, dan bagaimana saya mendesain pelatihan Scientific EEG & Clinical Hypnotherapy?

Desain, lama waktu belajar, kurikulum, sistematika pembelajaran, dan cara penyajian materi semua harus mengacu pada tujuan akhir yang akan dicapai. Jadi, sebelum mendesain pelatihan saya menetapkan dulu tujuan akhir pelatihan saya. Ada dua opsi, saat itu. Pertama, pelatihan saya bertujuan memberikan informasi lengkap, utuh, dan komprehensif mengenai hipnosis dan hipnoterapi, namun peserta tidak bisa melakukan terapi. Kedua, semua yang diajarkan di opsi pertama plus peserta mampu, cakap, terampil, percaya diri, kompeten melakukan terapi menangani berbagai kasus yang berhubungan dengan mental dan atau emosi. Saya memilih opsi kedua.

Opsi kedua memaksa saya berpikir keras. Apa saja masalah klien yang saya harap dapat ditangani dengan baik oleh para alumni pelatihan saya? Setelah berpikir cukup lama, dan dengan mempelajari banyak literatur luar negeri, saya membuat daftar kemungkinan masalah yang akan ditangani oleh alumni saya. Selengkapnya bisa dilihat di http://www.adiwgunawan.com/?p=page&action=view&pid=12.

Barulah setelah ini saya menentukan kurikulum yang akan diajarkan dan sistematika pengajarannya. Saya memutuskan lama pelatihan 100 jam tatap muka di kelas, tidak termasuk membaca buku, menonton video di luar kelas, dan praktik latihan. Waktu 100 jam ini dibagi menjadi tiga pertemuan masing-masing selama tiga hari.

Mengapa dibagi menjadi tiga pertemuan?

Saya ingin peserta dapat benar-benar mengerti, menyerap, dan mampu mempraktikkan yang saya ajarkan di kelas. Materi minggu pertama adalah fondasi bagi materi minggu kedua. Materi minggu kedua adalah fondasi bagi minggu ketiga. Dengan demikian kurikulumnya juga saling terhubung dan semakin lama semakin dalam. Saya menggunakan spiral curriculum.

Selain itu bahasa dan cara penyampaian saya haruslah benar-benar membumi. Saya menghindari penggunaan istilah yang sulit dimengerti. Teori atau konsep yang rumit saya sederhanakan, jelaskan dengan bahasa sehari-hari, dan menggunakan contoh atau analogi sehingga sangat mudah dipahami.

Di minggu kedua, seorang peserta berkata, “Jujur Pak Adi, sebelum berangkat ke Surabaya menghadiri pelatihan ini saya merasa cemas, khawatir, dan tidak percaya diri. Saya tahu materi yang Pak Adi ajarkan ini cukup berat. Saya takut tidak mengerti yang Bapak ajarkan. Ternyata sejak hari pertama saya merasa sangat nyaman. Hilang semua rasa cemas dan khawatir saya. Bapak mampu menjelaskan hal yang saya tahu sangat kompleks dengan bahasa yang begitu mudah dimengerti orang awam seperti saya. Terima kasih Pak.”

Ada lagi seorang Ibu berusia sekitar 65 tahun sambil tersenyum berkata, “Saya tadinya khawatir tidak mampu memahami apa yang Bapak ajarkan mengingat usia saya. Ternyata hipnoterapi tidaklah sesulit yang saya bayangkan sebelumnya. Pak Adi mampu menjelaskan semuanya sehingga dapat dengan sangat mudah saya mengerti.”

Apa saja yang diajarkan?

Minggu 1 (Jumat, Sabtu, Minggu)

Fase di minggu pertama ini sangat penting dan kritis. Di tiga hari pertama ini saya menjelaskan dengan sangat detil hal-hal yang harus diketahui oleh seorang calon hipnoterapis termasuk bahaya hipnoterapi bila dilakukan tidak dengan hati-hati, tidak cermat, dan tidak bertanggung jawab.

Saya menjelaskan dengan sangat rinci berbagai hal antara lain teori pikiran yang saya bangun dari pengalaman praktik selama ini, teori Tungku Mental, aliran hipnoterapi, struktur waking hypnosis, memahami kedalaman hipnosis yang terdiri atas 40 level (QHI Hypnotic Depth Scale), mengakses setiap level kedalaman dan memahami fenomena mental dan fisiknya, protokol hipnoterapi (Quantum Hypnotherapeutic Protocol), pengukuran pola gelombang otak menggunakan DBSA dan relaksasi fisik dengan digital meter khusus, 12 aturan dalam menyusun sugesti, 16 sifat pikiran bawah sadar, 11 hukum pikiran, bahasa pikiran bawah sadar, 23 ciri-ciri trance di aspek fisik, ciri trance secara mental, hubungan relaksasi mental dan fisik (empat kuadran relaksasi), bagaimana menyiapkan pikiran bawah sadar klien agar siap menjalani sesi terapi, teknik mengatasi resistensi, dan masih banyak lagi.

Yang juga sangat penting adalah saya membuktikan pada peserta bahwa pada prinsipnya semua orang bisa masuk ke kondisi hipnosis. Data yang diyakini benar oleh banyak hipnoterapis, berdasar Standford Hypnotic Susceptibility Scale, yang menyatakan bahwa ada 85% manusia moderat, 10% mudah, dan 5% sulit dihipnosis adalah salah. Saya jelaskan bagaimana Ernest Hilgard melakukan risetnya yang ternyata tidak valid untuk klien yang masuk ruang terapi.

Juga saya jelaskan apa itu emotionally suggestibility dan physically suggestibility. Berbeda dengan pendapat kebanyakan orang, saya mengajarkan dan membuktikan kepada para peserta bahwa klien yang sangat bagus untuk diterapi justru yang tipe emotionally suggestible, bukan physically suggestible.

Di minggu pertama ini saya mengajarkan secara mendalam mengenai induksi, berbagai teknik deepening yang telah dipilih dengan hati-hati dan telah terbukti sangat efektif. Secara khusus saya hanya mengajarkan satu teknik induksi yang telah terbukti sangat efektif, dengan success rate 99,5122%, membawa klien tipe apa saja, baik physically maupun emotionally suggestible, masuk ke level minimal profound somnambulism (deep trance) dan bahkan bisa lebih dalam lagi hingga level Esadaile dan catatonia.

Dan yang lebih luar biasa lagi adalah murid saya tidak perlu bingung atau melakukan uji sugetibilitas untuk mengetahui apakah subjek masuk kategori physically atau emotionally suggestible. Semua sudah saya rancang sedemikian rupa sehingga saat mereka melakukan induksi klien tipe apa saja pasti akan masuk deep trance. Ibaratnya, tanpa perlu tahu apa-apa, tinggal baca script induksi saja klien pasti masuk deep trance.

Teknik induksi ini saya beri nama Elman-Adi Induction (EAI). Dengan sangat detil saya menjelaskan sejarah teknik induksi ini, sistematika dan psikologi di balik setiap tahap induksi, apa efeknya pada klien di level neurolofisiologis dan juga psikis.

Dan yang juga sangat penting saya memberi contoh melakukan induksi di depan kelas. Hal ini perlu dilakukan agar para peserta mengerti dan terutama percaya pada keefektifan EAI. Peserta yang selama ini merasa tidak pernah bisa dihipnosis, saya bawa masuk deep trance dengan sangat mudah dengan EAI. Semua dibuktikan dengan pengukuran pola gelombang otaknya.

Para peserta dilatih dengan sangat cermat agar bisa, mampu, cakap, dan mahir mempraktikkan EAI. Mereka diamati mulai dari cara membaca script, timing, tekanan suara, volume suara, dan bahasa tubuh saat melakukan induksi.

Selama tiga hari ini selain mendapat sangat banyak materi dan praktik saya juga melakukan seeding dengan memasukkan sangat banyak data ke pikiran bawah sadar peserta khususnya mengenai kasus yang pernah ditangani, proses terapinya, teknik yang digunakan, kreativitas saat terapi, mindset hipnoterapis, bagaimana menyiapkan pikiran bawah sadar klien agar siap mendukung proses perubahan, apa saja yang bisa dan mungkin terjadi selama proses terapi, kapan menggunakan teknik tertentu, apa yang boleh dilakukan, apa yang tidak boleh dilakukan, risiko hipnoterapi, dan masih banyak lagi.

Data ini setelah masuk ke pikiran bawah sadar akan mengendap dan menunggu waktu untuk diaktifkan. Dengan cara ini saya menyiapkan pikiran bawah sadar peserta untuk materi minggu kedua.

Di minggu pertama saya sama sekali tidak mengajarkan teknik intervensi klinis. Yang diutamakan di minggu pertama adalah membangun pemahaman yang benar mengenai hipnoterapi dan mampu melakukan induksi membawa subjek masuk ke level minimal deep trance atau profound somnambulism.

Setelah mendapat materi selama tiga hari penuh peserta mendapat libur dua minggu. Masa libur ini digunakan untuk mempraktikkan induksi kepada minimal 10 subjek dan memberikan sugesti sesuai kebutuhan subjek.

Di sini saya melengkapi setiap peserta dengan ratusan patter script siap pakai untuk subjek dewasa dan anak-anak, untuk berbagai kondisi dan kebutuhan. Bila ternyata patter script yang saya sediakan tidak cocok untuk kebutuhan subjek maka peserta bisa menyusun sendiri script sesuai dengan kebutuhan subjek. Tentunya dengan mengacu pada aturan menyusun sugesti, hukum dan sifat pikiran bawah sadar.

Peserta wajib melakukan EAI, memastikan subjek masuk deep trance, memberikan sugesti, dan mencatat hasil dari setiap induksinya. Kecakapan membawa subjek masuk deep trance adalah mutlak karena berbagai teknik terapi yang saya ajarkan di minggu kedua hanya akan efektif bila dilakukan dalam kondisi deep trance.

Di minggu pertama saya memutar beberapa video tentang riset hipnosis dan hipnoterapi yang dilakukan di luar negeri, termasuk penanganan beberapa kasus menggunakan teknik konvensional seperti direct suggestion, cognitive behavior therapy, dan dibandingkan bila menggunakan hipnoterapi.

Minggu 2 (Jumat, Sabtu, Minggu)

Setelah libur dua minggu peserta kembali ke Adi W. Gunawan Institute untuk mendapat materi lanjutan. Di hari pertama para peserta melaporkan apa saja yang telah mereka lakukan, berapa subjek yang mereka induksi, dan bagaimana hasilnya. Saya mencatat jumlah subjek dan tingkat keberhasilan mereka dibimbing masuk ke level deep trance. Setelah itu saya mengumumkan hasilnya kepada para peserta.

Di angkatan terakhir total subjek yang diinduksi dengan EAI berjumlah 205 orang. Yang gagal masuk deep trance, dianggap gagal walau sebenarnya sudah berhasil masuk medium trance, hanya ada satu subjek. Dengan demikian tingkat keberhasilan peserta angkatan ini membawa subjek masuk deep trance dan lebih dalam lagi adalah 95,5122%.

Bisa dibayangkan bagaimana rasa percaya diri para peserta yang sebenarnya masih sangat pemula ini. Sudah tentu di minggu kedua ini mereka sudah sangat percaya diri karena mampu dengan sangat mudah membawa subjek masuk ke deep trance. Kepercayaan diri yang tinggi ini adalah komponen penting dan modal yang sangat menentukan keberhasilan terapi yang akan mereka lakukan.

Secara sistematis, hati-hati, dan berkesinambungan, saya membangun rasa percaya diri setiap peserta. Satu sukses digunakan sebagai landasan untuk sukses berikutnya. Demikian seterusnya.

Apa saja yang diajarkan di minggu kedua?

Di minggu kedua saya tidak lagi menganjurkan peserta menggunakan patter script. Teknik yang digunakan adalah teknik intervensi klinis advanced. Patter script dalam bentuk dua buku yang tebal sekali, untuk subjek dewasa dan anak, yang diberikan di minggu pertama praktis tidak lagi digunakan.

Saya banyak melakukan tanya jawab dan memberi masukan kepada peserta untuk semakin meningkatkan pengetahuan dan kemampuan mereka. Materi lanjutan yang diberikan antara lain penjelasan lengkap Quantum Hypnotherapeutic Protocol beserta beragam contoh kasus, pedalaman teori Tungku Mental, teknik tambahan untuk semakin meningkatkan keefektifan EAI, apa itu abreaction/catharsis, state of abreaction, content of abreaction, management of abreaction, 7 teknik abreaction, bahaya abreaction, apa yang boleh dan tidak boleh dilakukan dengan abreaction, syarat abreaction, berbagai teknik intervensi klinis, teori, prinsip, dan teknik hypnotic regression, mengapa gagal melakukan regresi, Inner Child Work, forgiveness therapy, Ego Personality Therapy, dua teknik utama menemukan dan memproses akar masalah, hypnodiagnostic tools, Getalt Therapy dan masih banyak lagi.

Di akhir hari pertama peserta menyaksikan rekaman video terapi yang saya lakukan. Rekaman ini lengkap mulai dari awal hingga selesai. Dengan demikian peserta dapat melihat dan dengan jelas mengerti bagaimana mengaplikasikan berbagai teknik dan pengetahuan yang telah didapat.

Di hari kedua, minggu kedua, saya melakukan live therapy di kelas dan disaksikan semua peserta. Klien selalu dipilih yang berasal dari luar peserta. Hal ini bertujuan agar peserta dapat menyaksikan secara lengkap apa yang saya lakukan di ruang terapi saya. Kalau klien berasal dari peserta akan sangat mudah karena mereka sudah mengenal saya. Kalau dari luar peserta tantangannya berbeda.

Satu sesi terapi mulai dari mengisi intake form, wawancara, hingga selesai terapi biasanya membutuhkan waktu sekitar dua jam. Selama proses terapi saya bisa berhenti sejenak dan berkomunikasi dengan peserta untuk mendiskusikan apa yang saya lakukan dan mengapa saya melakukan yang saya lakukan.

Peserta juga diminta mempraktikkan berbagai teknik yang diajarkan. Misalnya hypnotic regression, mengakses dan berbicara dengan Ego Personality, mengakses dan berbicara dengan Inner Child.

Klien yang saya terapi di hari kedua, di angkatan lalu, berasal dari luar kota dan ingin mengatasi perasaan bersalah yang telah ia alami selama tujuh tahun. Saya menggunakan gabungan teknik hypnotic regression dan Ego Personality Therapy untuk bisa melakukan resolusi pada masalahnya. Ada banyak hal yang dilakukan dalam sesi ini hingga akhirnya pikiran bawah sadar klien bersedia memaafkannya. Saya juga melakukan edukasi pikiran bawah sadar klien dengan teknik khusus untuk menutup kemungkinan klien kembali melakukan kesalahan yang sama di masa mendatang.

Peserta melihat dengan mata kepala mereka sendiri transformasi diri yang dialami klien ini sesudah proses terapi. Ini sangat memperkuat dan meningkatkan kepercayaan diri mereka dan sekaligus meyakinkan mereka semua bahwa pengetahuan dan teknik yang saya ajarkan benar-benar efektif.

Selesai proses terapi saya melakukan diskusi intens dengan para peserta membahas proses terapi yang baru mereka saksikan.

Di akhir hari kedua saya kembali memutar satu video rekaman terapi yang saya lakukan. Di video ini peserta menyaksikan bagaimana berbagai teknik yang telah mereka pelajari dipraktikkan dengan kreatif membantu klien mengatasi masalahnya.

Di hari ketiga selain mendapat tambahan materi lagi peserta juga melakukan praktik latihan. Pengulangan ini bertujuan semakin membuat peserta fasih melakukan teknik terapi yang diajarkan.

Saya melakukan satu live therapy lagi. Klien kali ini adalah seorang wanita dari luar kota berusia sedikit di bawah 30 tahun yang mengalami trauma berat. Saya tidak menyangka kalau kasusnya seperti ini. Namun saya tidak boleh menolak klien. Dan kasus yang berat tentu butuh penanganan ekstra. Dan ini sangat baik dijadikan bahan pembelajaran bagi para peserta pelatihan.

Apa kasusnya? Klien ini berasal dari keluarga broken. Sejak ia masih kecil ibunya meninggalkan keluarganya. Ia dan saudaranya diasuh oleh ayahnya. Dan yang sangat menyedihkan sejak usia enam tahun hingga dua puluh empat tahun klien secara konsisten mengalami pelecehan seksual berat oleh ayah kandungnya sendiri. Dan saat sekolah di SMK klien juga dua kali mengalami pelecehan seksual berat oleh kepala sekolahnya.

Yang hendak dibereskan dalam proses terapi ini ada tiga. Pertama, kemarahan hebat pada ibunya yang meninggalkannya saat kecil sehingga ia mengalami pelecehan seksual oleh ayah kandungnya, kemarahan pada ayah kandung, dan kepada kepala sekolahnya.

Saya membutuhkan sekitar dua jam untuk membantu klien ini menyembuhkan luka batin yang sangat hebat akibat pengalaman traumatik ini. Banyak peserta pelatihan, khsususnya peserta wanita yang menangis saat menyaksikan saya memproses klien ini.

Selesai terapi klien langsung berubah. Ia tampak lebih ceria. Sebelumnya, emosi klien tampak datar. Ia menceritakan pengalaman traumatiknya tanpa emosi sama sekali. Saya tahu ini adalah bentuk represi yang dilakukan pikiran bawah sadarnya. Setelah diterapi klien bisa tertawa lepas dan lebih ekspresif.

Selesai tiga hari pelatihan para peserta libur selama dua minggu untuk praktik. Saya memberi tugas peserta untuk menerapi minimal sepuluh klien. Peserta tidak boleh menangani kasus fobia karena ini tergolong kasus mudah.

Selama masa libur para peserta dapat menghubungi saya atau asisten yang ditunjukkan khusus untuk membantu memberi saran dan masukan bila mereka membutuhkan. Ini adalah bagian dari program coaching dan mentoring yang sangat dibutuhkan para hipnoterapis pemula. Dan program ini, coaching dan mentoring, saya tahu tidak diberikan oleh banyak lembaga atau trainer termasuk para trainer dari luar negeri.

Sebagai hipnoterapis pemula tentu bisa mengalami kebingungan atau ada yang kurang jelas. Bila kondisi ini tidak segera diatasi akan berakibat tidak baik bagi kemajuan dan rasa percaya diri mereka.

Di akhir minggu kedua peserta secara resmi bergabung ke dalam milis QHI untuk bisa mendapat sharing pengalaman dari para senior dan juga mengakses database email yang pernah diposting di milis sejak tahun 2008. Milis ini bersifat tertutup dan hanya untuk alumni pelatihan Scientific EEG & Clinical Hypnotherapy.

Email-email ini berisi sangat banyak kasus terapi yang ditulis dengan cukup detil. Dengan membaca sharing ini mereka akan semakin diperkaya pengetahuan dan wawasannya. Dan sudah tentu juga akan menjadi semakin yakin dan percaya diri.

Minggu 3 (Jumat, Sabtu, Minggu)

Minggu ketiga adalah  minggu terakhir. Hari pertama, seperti minggu lalu, peserta diminta menceritakan pengalaman praktik mereka. Berapa subjek yang diterapi, apa masalahnya, bagaimana mereka menangani kasus, dan apa hasilnya.

Di sini semua peserta belajar dari sharing rekannya. Setiap peserta selesai menyampaikan kisah terapi mereka biasanya saya menambahkan hal-hal yang perlu mereka ketahui, memberi saran dan masukan. Saya juga memberi kesempatan tanya jawab baik terhadap proses terapi yang dilakukan, teori yang mungkin masih kurang dipahami peserta, dan cara meningkatkan kreativitas dalam terapi.

Di hari pertama, setelah makan siang, peserta kembali mendapat tambahan materi. Pertama saya menjelaskan lebih dalam lagi  Quantum Hypnotherapeutic Protocol. Dilanjutkan dengan berbagai teknik terapi NLP.

Perbedaan mendasar yang kami lakukan dibandingkan dengan kebanyakan terapis yang menggunakan teknik NLP adalah kami melakukan teknik ini saat klien dalam kondisi deep trance. Sudah tentu hasilnya akan jauh lebih efektif. Hal ini juga dinyatakan oleh Richard Bandler dalam bukunya Guide to Trance-formation: How to Harness the Power of Hypnosis to Ignite Effortless and Lasting Change.

Teknik NLP yang diajarkan di pelatihan ini adalah teknik yang telah mengalami penyempurnaan berdasar pengalaman praktik pada ribuan klien. Saya dan rekan sejawat hipnoterapis alumni pelatihan saya saling berbagi pengalaman dan bekerjasama menyempurnakan berbagai teknik NLP ini. Hasilnya? Sungguh luar biasa.

Tidak kalah pentingnya adalah teknik Hypno-EFT. Saya menjelaskan sistematika dan psikologi di balik teknik Hypno-EFT termasuk sikap, keyakinan, dan cara membujuk pikiran bawah sadar klien sehingga bersedia mendukung perubahan yang akan dicapai melalui Hypno-EFT. Saya juga mengajarkan teknik Priming the Subconscious for Change. Dengan teknik ini saya dapat membuat intensitas emosi negatif klien dari skala 10 langsung turun ke 1 atau 0 hanya dengan mengurut sore sport, tidak perlu melakukan tapping.

Selesai saya mengajarkan satu teknik saya meminta peserta untuk praktik di bawah pengawasan asisten. Demikian seterusnya hingga semua teknik ini selesai diajarkan dan dipraktikkan oleh peserta.

Di hari kedua saya menjelaskan panjang lebar mengenai hipnoterapi untuk anak-anak. Yang masuk kategori anak adalah klien dari usia 5 hingga 12 tahun. Bagaimana cara menginduksi, teknik apa yang cocok, dan bagaimana menangani berbagai masalah yang biasa anak alami.

Seperti biasa, saya melakukan satu live therapy di hari kedua. Kali ini saya lebih bebas menggunakan teknik yang ada karena sudah saya ajarkan semua. Di minggu lalu saya harus membatasi diri untuk tidak menggunakan teknik yang belum diajarkan di kelas. Peserta melihat bagaimana saya mempraktikkan semua pengetahuan yang telah diajarkan di kelas dalam membantu klien mengatasi masalahnya dan mengambil kembali kendali atas dirinya.

Saya juga memutar beberapa video hasil riset mengenai hipnosis dan hipnoterapi dan aplikasinya dalam bidang medis. Ini bertujuan memperluas wawasan peserta mengenai aplikasi hipnosis dan hipnoterapi.

Hari ketiga, ini yang biasa sangat ditunggu para peserta. Di hari ini saya menjelaskan secara mendalam mengenai past life regression (PLR) atau regresi kehidupan lampau. Dan sudah tentu saya juga melakukan demonstrasi membawa peserta ke “kehidupan lampau”nya.

Syarat untuk bisa melakukan PLR dengan lancar dan berhasil adalah peserta harus cakap, terampil, dan fasih membawa subjek ke deep trance dan melakukan age regression.

Saya sengaja memberi tanda kutip di kata kehidupan lampau karena terapis tidak berkepentingan untuk membuktikan apakah benar-benar ada kehidupan lampau atau tidak. Ini semua kembali kepada belief system klien.

Seringkali hal yang katanya adalah kehidupan lampau ternyata adalah imajinasi klien atau metafora yang dimunculkan pikiran bawah sadar. Ada juga yang menggunakan skenario seperti yang ada di film yang pernah ditonton klien.

Walau saya mengajarkan PLR namun saya melarang semua alumni saya untuk menerima PLR by order. Artinya mereka tidak diperkenankan melakukan PLR berdasar pesanan klien. Mengapa? Karena bila berdasar pesanan maka yang terjadi adalah proses regresi yang diarahkan atau leaded regression. Ini tidak valid. Kecuali bila misalnya dalam proses terapi terjadi PLR spontan.

Yang penting adalah bila sampai terjadi PLR spontan hipnoterapis harus bisa bersikap bijaksana, tetap tenang, dan mampu memfasilitasi proses terapinya sehingga klien sembuh.

Di akhir hari ketiga saya menyerahkan sertifikat dan secara resmi para alumni menyandang gelar C.Ht atau certified hypnotherapist.

Apakah setelah ini semuanya sudah selesai?

Tentu tidak. Saya menyarankan alumni saya membaca 10 (sepuluh) buku pilihan yang sarat informasi penting dan berharga untuk semakin mempertajam kemampuan mereka. Buku-buku ini saya pilih dengan sangat hati-hati dari sekitar 1.100 judul buku dengan tema pikiran, psikologi, hipnosis, hipnoterapi, dan terapi yang saya miliki.

Apakah hanya sampai di sini?

Tentu tidak. Selesai minggu ketiga para hipnoterapis ini kembali ke kotanya masing-masing dan mulai membantu masyarakat yang membutuhkan layanan hipnoterapi.

Untuk semakin mengembangkan kemampuan dan kecakapan alumni saya memberikan kesempatan kepada setiap alumnus untuk bisa bertanya dan berdiskusi dengan saya melalui telpon. Setiap alumnus dapat dengan mudah menghubungi saya. Ini adalah program coaching dan mentoring berkelanjutan selama 2 tahun.

Apakah hanya sampai di sini?

Sekali lagi tidak. Bagi para alumni yang ingin semakin berkembang dan maju, misalnya ingin menjadi penulis buku dan trainer, saya juga memberi kesempatan pada mereka untuk konsultasi dan bimbingan.

Saya akan memberi pandangan apa yang perlu dilakukan, apa yang perlu disiapkan, bagaimana cara menulis buku yang baik, bagaimana menjadi pembicara publik yang sukses, dan membantu mengenalkan alumnus dengan penerbit buku terbesar di Indonesia agar bukunya dapat diterbitkan oleh penerbit ini.

Sudah ada beberapa alumni pelatihan saya yang kini menjadi penulis buku dan pembicara publik terkenal di Indonesia.

Apakah hanya sampai di sini?

Sekali lagi jawabannya tidak. Bagi para alumni yang benar-benar serius mengembangkan kemampuan, kecakapan, pengetahuan, dan keilmuan hipnoterapi saya telah menyiapkan kelas Scientific EEG & Clinical Hypnotherapy level 2, 3, dan 4.

SECH level 2,3, dan 4 masing-masing berlangsung selama 3 hari penuh. Materi yang diajarkan sangat advanced. Kelas ini hanya boleh diikuti hipnoterapis aktif, alumnus SECH 100 jam, dan harus lolos tes. Selesai SECH level 4 peserta mendapat sertifikasi sebagai CCH atau certified clinical hypnotherapist.

Demikianlah ulasan saya mengenai tujuan, desain, sistematika, kurikulum, dan metode pembelajaran di kelas sertifikasi hipnoterapis profesional 100 jam Scientific EEG & Clinical Hypnotherapy, beserta dukungan pascapelatihan dan program lanjutannya.

Materi pelatihan Scientific EEG & Clinical Hypnotherapy baik yang 100 jam (level 1) maupun level 2,3, dan 4 selalu saya update sejalan dengan perkembangan dan temuan di ruang praktik saya dan alumni, dari hasil diskusi, sharing, dan analisis kasus, dan diperkuat dengan studi literatur seperti buku dan jurnal.

Untuk semakin mengembangkan hipnoterapi klinis di Indonesia kami telah mendirikan Asosiasi Hipnoterapi Klinis Indonesia (AHKI).

Di tahun mendatang Adi W. Gunawan Institute of Mind Technology akan menyelenggarakan pelatihan dan sertifikasi hipnoterapis profesional Scientific EEG & Clinical Hypnotherapy dalam bahasa Inggris.

Sudah saatnya, menurut hemat saya, orang luar negeri datang dan belajar ke Indonesia. Apa yang kita lakukan dan kembangkan di Indonesia sudah sepantasnya mendapat pengakuan dan penghargaan internasional karena memang telah menyamai standar lembaga terkemuka di Amerika, dan bahkan lebih baik lagi.

Demikianlah kenyataannya.......

_PRINT