The only hypnotherapy school in Indonesia approved by American Council of Hypnotist Examiners (ACHE), USA

Artikel


Hipnoterapi: Berkat atau Kuasa Kegelapan?

21 Juli 2010

Hari Minggu, 31 Januari 2010, saya berbicara di Gereja Maria Bunda Karmel, Jakarta, membahas materi hipnoterapi dalam seminar sehari “Hipnotrerapi : Berkat atau Kuasa Kegelapan?” yang dimulai pukul 08.15 sampai 15.00.

Pembahasan materi hipnoterapi kali ini sungguh menarik karena hipnosis/hipnoterapi dibahas oleh tiga orang dengan sudut pandang yang berbeda.

Pembicara pertama adalah Ibu Ratih A. Ibrahim, seorang psikolog,  pembicara topik psikolog, pendidikan, wanita, dan keluarga. Pembicara kedua, saya sendiri, Adi W. Gunawan, mengulas materi Scientific EEG & Clinical Hypnotherapy. Pembicara ketiga adalah Romo DR. BS. Mardiatmadja SJ, rohaniwan, Guru Besar Sekolah Tinggi Filsafat DRIYARKARA  Jakarta, yang mengulas hipnoterapi menurut pandangan agama Katolik.

Dalam pembahasannya Bu Ratih menjelaskan mengenai apa itu hipnosis, sejarah hipnosis, sugesti, stage hypnosis, beda hipnosis dan gendam, dan aplikasi hipnosis untuk membantu klien mengatasi masalah. Bu Ratih juga menjelaskan bagaimana menggunakan pendulum untuk membantu klien mengendalikan  pikiran mereka.

Pembahasan teknik terapi oleh Bu Ratih lebih menekankan penggunaan sugesti positif untuk membantu klien berubah. Level kedalaman hipnosis yang biasa digunakan, oleh Bu Ratih untuk membantu kliennya masih di level light trance. Jika ada kasus yang berat dan membutuhkan kondisi kedalaman hipnosis yang dalam atau sangat dalam maka Bu Ratih akan mengirim klien ke psikiater untuk terapi lanjutan.

Ibu Ratih membawakan materi mulai jam 08.30 sampai 10.00, sudah termasuk tanya jawab yang cukup intens dengan audiens. Banyak pertanyaan menarik seputar hipnosis/hipnoterapi yang sebenarnya menggambarkan kebingungan masyarakat akibat tayangan di televisi yang kurang tepat, bila tidak mau dikatakan salah, tentang hipnosis dan hipnoterapi.

Melalui sesi tanya jawab ini Bu Ratih meluruskan banyak hal dan memberikan wawasan yang benar mengenai hipnosis dan hipnoterapi pada audiens.

Sesi kedua, jam 10.00 sampai 12.30, saya memaparkan materi Scientific EEG & Clinical Hypnotherapy yang sebenarnya adalah intisari dari pelatihan 100 jam yang saya selenggarakan. Sudah tentu materinya sudah saya sederhanakan agar tidak terlalu teknis sehingga mudah dimengerti oleh audiens.

Materi yang saya bahas antara lain:
1.Scientific EEG & Clinical Hypnotherapy
2.Sejarah hipnosis/hipnoterapi
3.Jenis-jenis hipnosis
4.Manfaat hipnoterapi
5.Teori Tungku Mental
6.Teori Pikiran
7.Prosedur hipnoterapi
8.Berbagai teknik hipnoterapi

Agar terdapat kesamaan persepsi dan pemahaman maka saya menggunakan definisi hipnosis yang menjadi acuan para hipnoterapis dunia yaitu definisi yang dikeluarkan oleh US. Dept. of Education, Human Services Division. Saya juga memberikan definisi hipnosis yang baru menurut Scientific EEG Hypnotherapy.

Dari sini saya melanjutkan pembahasan mengenai manfaat hipnoterapi dalam menangani sangat banyak masalah yang berhubungan dengan mental atau emosi. Saya juga memaparkan hasil survei mengenai efektivitas hipnoterapi dibandingkan dengan psikoterapi dan behavior therapy. Survei ini dilakukan oleh Psychotherapy Literature dan dimuat di American Health Magazine.

Materi selanjutnya adalah mengenai pandangan yang salah mengenai hipnosis. Masyarakat umumnya meyakini bahwa hipnosis adalah praktik supranatural, menggunakan kekuatan makhluk lain, bisa untuk menguasai pikiran orang seperti yang mereka lihat di televisi. Ini semua tidak benar. Dan saya jelaskan apa sebenarnya hipnosis yang modern dan ilmiah.

Selanjutnya saya menjelaskan bahwa hipnosis/hipnoterapi telah mendapat pengakuan internasional oleh British Medical Association (1955), American Medical Association (1958), dan American Psychological Association (1960).

Gereja Katolik, menurut riset literatur yang saya lakukan, ternyata telah menerima penggunaan hipnosis. Hal ini tampak pada pernyataan Gereja Katolik, pada tahun 1847, pernah mengeluarkan pernyataan yang mengatakan bahwa penggunaan magnetisme hewani (sebutan untuk hipnosis di jaman Mesmer) sebenarnya hanyalah suatu tindakan yang menggunakan media fisik yang secara hukum dibenarkan, dan oleh sebab itu secara moral tidak dilarang, dengan catatan penggunaannya tidak ditujukan untuk sesuatu yang melanggar hukum atau melanggar kemoralan.

Aplikasi hipnosis untuk anestesi, dalam hal ini membantu wanita melahirkan, juga telah diterima. Paus Pius XII, melalui pernyataan yang dipublikasi di tahun 1956 dan 1957,  juga dengan sangat hati-hati memberikan persetujuan terhadap penggunaan hipnosis untuk terapi. Sikap Gereja Katolik terhadap hipnosis, hingga saat ini, dapat disimpulkan sebagai berikut:

1.Hipnosis adalah pengetahuan ilmiah yang serius, dan bukan sesuatu yang dilakukan asal-asalan.
2.Dalam pemanfaatan hipnosis secara ilmiah harus dengan memperhatikan kehati-hatian dan tanggung jawab keilmuan dan kemoralan.
3.Pemanfaatan hipnosis untuk anestesi mengikuti prinsip yang sama yang berlaku untuk anestesi lainnya.

Saya juga menjelaskan bahwa ada dua buku yang sangat bagus yang bisa dibaca oleh audiens. Buku pertama sebenarnya berisi tentang teknik inner child dan ditulis oleh seorang pastor. Buku kedua, bicara tentang kekuatan pikiran bawah sadar, diterbitkan oleh Keuskupan Denpasar.

Seperti biasa, saya pasti menjelaskan mengenai teori dan mekanisme pikiran dengan detil, beda pikiran sadar dan bawah sadar, cara masuk ke pikiran bawah sadar dengan menembus critical factor, teknik dasar induksi, jenis induksi, dan level kedalaman trance/hipnosis.

Saya menjelaskan sangat detil level kedalaman trance beserta demo untuk menunjukkan fenomena yang bisa muncul dalam kedalaman tertentu.

Mengacu pada skala Davis Husband, saya membawa seorang peserta, yang bersedia menjadi subjek hipnosis, turun sangat cepat, hanya sekitar 2 menit, hingga ke level 29 dari 30 level kedalaman. Yang terjadi di level 29 adalah  negative visual hallucination.

Dalam demo ini saya jelaskan juga apa sebenarnya yang dilakukan oleh stage hypnotist, bagaimana mereka memilih subjek, apa yang boleh dilakukan, tidak boleh dilakukan, bagaimana seorang stage hypnotist seharusnya bersikap yaitu tetap menghargai harkat dan martabat subjek, tetap menghargai dan tidak boleh mempermalukan subjek, sugesti yang seakan positif namun sebenarnya berbahaya bagi keselamatan subjek, dan masih banyak hal lain lagi.

Audiens melihat saya melakukan demo hanya dengan menggunakan kekuatan kata melalui teknik komunikasi baik verbal dan nonverbal, dan sama sekali tidak menggunakan mantra atau ilmu tertentu. Kalaupun ada ilmu yang gunakan ya ilmu hipnosis atau hipnoterapi.

Untuk lebih membuka wawasan audiens, bahwa hipnoterapi bukan sekedar sugesti seperti yang diyakini kebanyakan orang, saya juga menjelaskan mengenai berbagai teknik yang digunakan dalam hipnoterapi, termasuk beberapa teknik advanced.

Sesi saya akhiri dengan melakukan demo pengukuran gelombang otak salah satu peserta dengan menggunakan DBSA. Melalui pengukuran ini tampak bagaimana perubahan gelombang otak saat seseorang berpindah dari kondisi sadar normal ke kondisi relaksasi pikiran yang dalam atau deep trance. 

Setelah sesi saya selesai kita break untuk makan siang selama kurang lebih satu jam.

Sesi selanjutnya diisi oleh Romo Mardi. Beliau mengatakan bahwa hipnosis dan hipnoterapi yang dijelaskan oleh Bu Ratih dan saya, bila digunakan dengan hati-hati, bertanggung jawab, tetap menghargai kehendak bebas (free will) klien, dan digunakan dalam upaya membantu klien mengatasi masalah mental atau emosi maka hal ini dibenarkan dan tidak bertentangan dengan aturan gereja Katolik.

Dalam pandangan Beliau hipnosis atau hipnoterapi hanyalah salah satu cabang dari psikologi dan pemanfaatannya bersifat horizontal, yaitu membantu sesama. Sama seperti ilmu kedokteran yang digunakan membantu pasien mengatasi masalah sakit fisik, hipnoterapi digunakan untuk membantu klien yang mengalami masalah mental. Sama-sama bertujuan meneymbuhkan namun yang disentuh aspeknya berbeda. Yang satu sistem tubuh, yang satu sistem pikiran atau mental.

Masih menurut Romo Mardi, Tuhan berkarya, campur tangan, dalam membantu manusia melalui banyak cara, salah satunya namun tidak selalu atau harus , bisa dengan bantuan kondisi hipnosis. Doa, dalam hal tertentu juga menggunakan kondisi hipnosis yaitu kondisi pikiran yang tenang, terkonsentrasi, dan hati yang damai.

Kesimpulang yang didapat setelah mendengar apa yang disampaikan Romo Mardi yaitu bahwa pemanfaatan hipnosis/hipnoterapi boleh dan tidak melanggar aturan gereja asalkan benar-benar memperhatikan kepentingan klien seutuhnya. Konsultasi atau terapi hanya terbatas untuk mengatasi masalah pikiran atau emosi klien. Bila masalahnya sudah berhubungan dengan keimanan maka ini tidak boleh dilakukan, apapun alasannya, karena ini adalah wilayah yang hanya dimengerti oleh seorang pembimbing spiritual yang seiman dengan klien. 

_PRINT