The only hypnotherapy school in Indonesia approved by American Council of Hypnotist Examiners (ACHE), USA
Abreaksi dan katarsis adalah dua konsep psikologis yang melibatkan pelepasan emosi, tetapi keduanya berbeda dalam hal mekanisme yang mendasari dan aplikasi terapeutiknya.
Abreaksi mengacu pada proses mengalami kembali dan mengekspresikan peristiwa atau emosi traumatis di masa lalu, sering kali dengan reaksi emosional yang intens, sebagai cara untuk melepaskan perasaan yang terpendam dan mencapai kelegaan psikologis (Wadsworth dkk., 1995).
Teknik ini biasanya digunakan dalam terapi untuk mengatasi masalah yang belum terselesaikan yang berasal dari pengalaman traumatis, seperti pelecehan seksual, dengan memungkinkan individu untuk menghadapi dan memproses emosinya di lingkungan yang aman (Wadsworth et al., 1995). Abreaksi bertujuan untuk membawa emosi yang terpendam ke permukaan, memfasilitasi pelepasannya dan berpotensi mengarah pada pengalaman katarsis. Abreaksi dan katarsis merupakan istilah psikologis yang berkaitan dengan pelepasan emosi, tetapi keduanya memiliki arti dan aplikasi yang berbeda dalam konteks terapi dan penyembuhan emosional.
Karakteristik utama dari abreaksi meliputi tiga hal. Pertama, individu mengakses kembali pengalaman traumatik, mengalami kembali emosi, sensasi fisik, dan pikiran yang terkait dengan peristiwa traumatis di masa lalu. Kedua, individu mendapat tuntunan terapis untuk memahami dan memproses emosi intens pada kejadian traumatik ini. Dan ketiga, terjadi pelepasan emosi secara tuntas dan menyeluruh dengan tujuan tercapai perasaan lega dan kesembuhan emosional.
Proses abreaksi yang bersifat terapeutik sejalan dengan pernyataan Alexander dan French (1946) yang menekankan pentingnya klien mengalami pengalaman emosional korektif (corrective emotional experience) dalam bentuk mengalami kembali peristiwa yang menjadi sumber masalah, melepas emosi pada peristiwa itu, dan pemahaman baru melalui pemaknaan, baik melalui analisis transferensi dan dalam kondisi hipnosis.
Agar aberaksi dapat menghasilkan efek terapeutik yang bertahan lama, beberapa syarat berikut perlu dipenuhi (Gunawan, 2013):
1. Abreaksi harus dilakukan di kejadian paling awal dari rangkaian kejadian yang mengakibatkan munculnya gangguan emosi dan perilaku.
2. Abreaksi harus dilakukan secara tuntas dan menyeluruh sehingga semua emosi yang terkandung di dalam memori kejadian awal lepas semuanya.
3. Klien perlu dibantu untuk bisa mendapatkan pemaknaan atau hikmah dari kejadian yang dulunya ia alami.
4. Perlu dilakukan rekonstruksi memori sehingga yang tersimpan di pikiran bawah sadar klien, usai terapi, adalah memori positif dan menyenangkan.
Di sisi lain, katarsis melibatkan pelepasan ketegangan emosional atau stres melalui berbagai cara, seperti ekspresi verbal, aktivitas fisik, atau aktivitas kreatif, tanpa harus mengingat kembali kejadian traumatis tertentu (Piorkowski, 1967).
Katarsis sering dipandang sebagai bentuk pemurnian atau pembersihan emosi, di mana individu dapat melepaskan emosi negatif dan mencapai rasa lega secara psikologis (Piorkowski, 1967). Tidak seperti abreaksi, yang berfokus pada meninjau kembali trauma masa lalu, katarsis secara lebih luas ditujukan untuk melepaskan penumpukan emosi dan meningkatkan kesejahteraan emosional melalui cara-cara ekspresif.
Karakteristik utama dari katarsis meliputi tiga hal. Pertama, ekspresi emosi dalam berbagai bentuk seperti menangis, berteriak, atau aktivitas fisik. Kedua, konteks yang luas yaitu katarsis dapat terjadi dalam berbagai suasana, tidak hanya dalam terapi. Hal ini dapat terjadi selama aktivitas artistik, olahraga, atau pengalaman emosional yang intens. Dan ketiga, pelepasan umum, yaitu tidak seperti abreaksi, katarsis tidak selalu melibatkan mengingat peristiwa traumatis tertentu. Ini adalah tentang pelepasan emosi secara umum.
Katarsis sering digunakan dalam konteks terapeutik seperti terapi drama, terapi seni, dan terapi ekspresif lainnya, serta dalam situasi sehari-hari di mana seseorang mencari kelegaan dari ketegangan emosional.
Meskipun abreaksi dan katarsis melibatkan pelepasan emosi, keduanya berbeda dalam penekanannya pada meninjau kembali trauma masa lalu dan cakupan yang lebih luas dari ekspresi emosional. Abreaksi lebih ditargetkan untuk mengatasi masalah-masalah spesifik yang belum terselesaikan yang berakar pada pengalaman traumatis di masa lalu, sedangkan katarsis adalah proses umum pelepasan emosi yang dapat bermanfaat bagi regulasi emosi dan kesejahteraan secara keseluruhan (Dahl & Waal, 1983).
Dalam konteks terapi, terapis dapat memilih untuk menggunakan abreaksi atau katarsis berdasarkan kebutuhan klien dan tujuan pengobatan, dengan abreaksi yang lebih terfokus, dan katarsis yang berfungsi sebagai mekanisme pelepasan emosi yang lebih luas (Vives, 2011).
Secara keseluruhan, abreaksi dan katarsis mewakili pendekatan yang berbeda terhadap pemrosesan dan pelepasan emosi dalam konteks psikologis. Abreaksi menggali trauma masa lalu untuk resolusi, terjadi dalam konteks terapi dan membutuhkan tuntuntan terapis, sementara katarsis menawarkan jalan keluar yang lebih umum untuk ekspresi dan kelegaan emosional, dapat terjadi dalam berbagai konteks non-terapeutik.
Memahami perbedaan antara konsep-konsep ini sangat penting bagi para profesional kesehatan mental untuk menyesuaikan intervensi terapeutik secara efektif dan mendukung individu dalam memproses emosi mereka dengan cara yang konstruktif.