The only hypnotherapy school in Indonesia approved by American Council of Hypnotist Examiners (ACHE), USA
Hipnosis menarik minat dan perhatian khalayak karena proses dan fenomenanya sering tidak dimengerti, seolah diliputi misteri dan berhubungan dengan praktik supranatural. Padahal, hipnosis sebenarnya merupakan salah satu pendekatan psikoterapi tertua di dunia Barat yang kini telah diperkaya dengan pemahaman modern tentang hubungan antara fungsi otak dan kemampuan individu dalam mengelola proses fisiologis, seperti pengendalian rasa sakit, kecemasan, dan dampak penyakit tertentu (Spiegel, 2013).
Definisi dan Proses Hipnosis
Kata "hipnosis" mencakup spektrum luas fenomena yang ditandai oleh respons terhadap sugesti untuk memodulasi sensasi, gambaran, perilaku, emosi, dan makna dari pengalaman yang sedang dialami klien pada saat itu (Casula, 2018).
Hipnosis adalah kondisi kesadaran bercirikan pikiran sadar rileks, fungsi kritis analitis pikiran sadar menurun, disertai meningkatnya fokus dan konsentrasi, sehingga individu menjadi sangat responsif terhadap pesan atau informasi yang diberikan kepada pikiran bawah sadar (Gunawan, 2009).
Dalam kondisi hipnosis, terjadi perubahan aktivitas mental basal yang dipicu melalui prosedur induksi, yang terdiri dari instruksi verbal dan sugesti (Wawrziczny; Buquet; Picard, 2021). Klien mengalami penurunan pemikiran spontan dan kurangnya perhatian terhadap rangsangan luar, sambil fokus pada prosedur yang sedang dilakukan (Wawrziczny; Buquet; Picard, 2021).
Induksi ini menghasilkan keadaan relaksasi mendalam dan fokus yang intens. Hipnosis bukanlah keadaan tidur, melainkan kondisi kesadaran yang berubah (altered state of consciousness), di mana pikiran menjadi lebih terbuka terhadap sugesti. Ada berbagai teknik untuk menginduksi keadaan ini, seperti pemfokusan pandangan, sugesti verbal, dan visualisasi (Spiegel, 2013).
Komponen Utama Hipnosis
Hipnosis memiliki beberapa komponen utama:
- Absorpsi (absorption): Kemampuan atau kecenderungan untuk sepenuhnya terlibat dalam pengalaman perseptif, imajinatif, atau ideasional (Vanhaudenhuyse; Laureys; Faymonville, 2014).
- Keadaan sesadaran yang berubah (altered state of consciousness): Selama berada dalam kondisi hipnosis, individu berada dalam keadaan kesadaran yang dimodifikasi. Keadaan ini dapat berkisar dari relaksasi ringan hingga kondisi trance yang lebih dalam, di mana pikiran menjadi lebih reseptif terhadap sugesti.
Hipnosis diketahui dapat memicu perubahan kesadaran, yang terwujud melalui penyesuaian dalam aspek kesadaran diri fenomenal, seperti meningkatnya kemudahan mental (aliran pikiran yang terjadi secara alami), absorpsi, berkurangnya orientasi pada diri sendiri, dan otomatisasi (respons yang terjadi tanpa usaha atau pertimbangan sadar) (Vanhaudenhuyse; Laureys; Faymonville, 2014).
- Disosiasi (dissociation): Pemisahan mental dari komponen pengalaman yang biasanya diproses secara bersamaan (Vanhaudenhuyse; Laureys; Faymonville, 2014).
Studi neurobiologis menunjukkan bahwa keadaan disosiasi yang dipicu oleh hipnosis menciptakan kerenggangan konektivitas antara proses eksekutif dan proses pemantauan, sehingga memungkinkan sugesti melewati proses pengawasan dan bertindak langsung pada sistem eksekutif (Wawrziczny; Buquet; Picard, 2021). Akses ini ke sumber daya bawah sadar memungkinkan perubahan dilakukan sesuai dengan tujuan terapeutik yang ditetapkan oleh individu (Wawrziczny; Buquet; Picard, 2021).
Dua Jenis Penelitian Hipnosis
Sepanjang abad ke-20, hipnosis semakin mendapatkan pengakuan di komunitas ilmiah, dengan berbagai penelitian yang mengeksplorasi mekanisme dan aplikasi klinisnya. Hipnosis telah digunakan untuk mengatasi masalah emosi dan perilaku seperti trauma, fobia, kecanduan, dan gangguan psikologis lainnya, serta gangguan psikosomatis. Penelitian terkini tentang hipnosis terbagi ke dalam dua bidang utama.
Bidang pertama adalah penelitian intrinsik, yang berfokus pada penyelidikan hipnosis itu sendiri tanpa pengaruh sugesti tertentu, yang disebut sebagai "hipnosis netral" atau "hipnosis standar". Bidang ini mengeksplorasi mekanisme neurofisiologis yang mendasari pengalaman hipnosis dalam konteks dinamis (De Benedittis, 2015).
Bidang kedua adalah penelitian instrumental, atau studi ekstrinsik, yang melibatkan penggunaan hipnosis dan sugesti untuk mempelajari berbagai proses kognitif dan emosional, serta untuk menyelidiki korelasi neurodinamis dalam psikoterapi. Selain itu, hipnosis digunakan untuk menciptakan "analog virtual" dari kondisi neurologis dan psikopatologis, dengan tujuan memahami dasar-dasar kondisi tersebut secara lebih baik dan pada akhirnya meningkatkan cara penanganannya (De Benedittis, 2015).
Neurofisiologi Hipnosis
Penelitian dalam bidang neurofisiologi hipnosis terus berkembang dengan memanfaatkan teknik pencitraan saraf (neuroimaging) seperti functional magnetic resonance imaging (fMRI), positron emission tomography (PET Scan), fNIRS (near-infrared spectroscopy), SPECT (single photon emission computed tomography), CT (computed tomography), dan electroencephalography (EEG) untuk memetakan perubahan fungsional, metabolik, dan struktural di otak selama proses hipnosis (Wolf et al., 2022).
Studi-studi ini membantu memahami mekanisme yang mendasari hipnosis dan potensinya dalam terapi, meskipun masih banyak yang perlu dieksplorasi untuk memperoleh pemahaman yang lebih menyeluruh dan mendalam mengenai proses neurofisiologis ini (Vanhaudenhuyse; Laureys; Faymonville, 2014).
Beberapa aspek neurofisiologis hipnosis meliputi (Vanhaudenhuyse; Laureys; Faymonville, 2014; Wolf et al., 2022):
- Modulasi aktivitas korteks prefrontal: Selama hipnosis, terjadi modulasi aktivitas di korteks prefrontal, area otak yang terlibat dalam penilaian, pengambilan keputusan, dan kesadaran diri. Pengurangan aktivitas ini dapat menjelaskan penangguhan sementara penilaian kritis dan peningkatan penerimaan terhadap sugesti.
- Peningkatan konektivitas fungsional: Studi neuroimaging menunjukkan peningkatan konektivitas fungsional antara berbagai area otak selama trance hipnosis. Ini menunjukkan komunikasi antararea otak yang lebih efisien, yang dapat memfasilitasi respons terhadap sugesti dan perubahan dalam pemrosesan kognitif.
- Perubahan persepsi sensori dan kontrol nyeri: Selama hipnosis, terdapat bukti modulasi persepsi sensorik, terutama dalam kaitannya dengan kontrol nyeri. Hipnosis dapat memengaruhi area otak yang terkait dengan persepsi nyeri, yang mengarah pada pengurangan intensitas nyeri yang dirasakan.
- Aktivasi area otak terkait imajinasi dan kontrol motorik: Selama hipnosis, area otak yang terlibat dalam imajinasi dan kontrol motorik tampak aktif. Ini dapat menjelaskan kemampuan individu dalam kondisi trance hipnosis untuk merespons sugesti untuk melakukan tindakan motorik tertentu atau membayangkan pengalaman tertentu.
Perubahan Persepsi dan Aktivitas Otak Akibat Hipnosis
Perubahan persepsi akibat hipnosis disertai dengan perubahan nyata di korteks sensorik yang relevan, serta pada area otak yang terlibat dalam pemantauan konteks (girus cingulate anterior dorsal) dan fungsi eksekutif (DLPFC). Hipnosis mengubah sensasi, bukan hanya respons terhadap rangsangan sensorik, sehingga menjadi alat yang kuat untuk memodulasi rasa sakit dan kecemasan (Spiegel, 2013).
Hipnosis memengaruhi kerja otak sehingga "attractor", pola aktivitas skala besar yang sangat sinkron, tidak dapat berkembang. Akibatnya, pengalaman sadar tentang gejala tertentu tidak muncul. Hipnosis menghambat proses ini dengan memodulasi berbagai mekanisme neurokognitif pada area kortikal dan subkortikal pasien (Bastek; van Vliet, 2023).
Hipnosis juga dikaitkan dengan perubahan aktivitas metabolik otak dan perfusi otak di berbagai area (Cheseaux; de Saint Lager; Walder, 2014). Neurosains kognitif mendukung hal ini dengan menunjukkan bahwa proses bawah sadar memengaruhi perilaku atau kesadaran (Weinberger; Brigante; Nissen, 2022).
𝐏𝐞𝐫𝐮𝐛𝐚𝐡𝐚𝐧 𝐅𝐮𝐧𝐠𝐬𝐢 𝐎𝐭𝐚𝐤 𝐒𝐞𝐥𝐚𝐦𝐚 𝐇𝐢𝐩𝐧𝐨𝐬𝐢𝐬
Selama hipnosis, terjadi perubahan fungsi otak, terutama di area yang terkait dengan perhatian, kesadaran, persepsi, dan kendali kognitif. Serangkaian studi yang berkembang menunjukkan bahwa pola osilasi otak yang berbeda terkait dengan respons terhadap hipnosis dan sugesti yang diberikan.
Secara khusus, hipnosis dikaitkan dengan peningkatan osilasi, sementara respons hipnosis terkait dengan perubahan pola osilasi gamma. Perubahan ini dapat berupa peningkatan, penurunan, atau modifikasi waktu osilasi gamma, tergantung pada beberapa faktor, termasuk sugesti yang diberikan selama hipnosis.
Osilasi gamma akan terlibat dalam pencatatan dan pengingatan memori deklaratif, yang berperan penting dalam beberapa respons hipnosis, menunjukkan adanya hubungan antara sirkuit limbik dan neokortikal (Jensen; Adachi; Hakimian, 2015).
Meskipun aktivitas di area otak tertentu (misalnya, korteks cingulate anterior, korteks prefrontal, dan insula) sering dilaporkan dalam studi pencitraan fungsional tentang hipnosis, terdapat beberapa perbedaan terkait peran spesifik area otak ini. Hal ini dapat disebabkan oleh variasi dalam instruksi hipnosis, konteks eksperimen, kekuatan studi, dan/atau sumber metodologi lainnya (DeSouza et al., 2020).
Peran Neurotransmiter dalam Hipnosis
Beberapa penelitian telah mulai memperjelas berbagai komponen sugestibilitas hipnotik serta mekanisme neurofisiologis dan neuropsikologis yang terlibat.
Neurotransmiter yang dianggap paling berperan dalam sugestibilitas hipnotik adalah dopamin, sementara studi farmakologis dengan psikotropika menunjukkan bahwa serotonin dapat meningkatkan sugestibilitas hipnotik (De Benedittis, 2021).
Respons hipnotik, di sisi lain, diduga dimediasi oleh glutamat, sedangkan asam gamma-aminobutirat (GABA), neurotransmiter penghambat yang dominan di otak, dikaitkan dengan sugestibilitas. GABA terlibat dalam respons hipnotik, sehingga semakin tinggi tingkat hipnotisabilitas seseorang, semakin tinggi konsentrasi GABA-nya (DeSouza et al., 2020).
Bukti yang tersedia terkait aksi oksitosin masih kontradiktif, meskipun diketahui bahwa oksitosin terlibat dalam berbagai domain psikologis (misalnya, perilaku sosial, empati) (De Benedittis, 2021).
Interaksi yang kompleks antara neurotransmiter dan neuromodulator serta variabel lainnya, termasuk kualitas desain eksperimen yang kurang baik, di antara faktor lain, merupakan isu-isu yang memengaruhi pemahaman menyeluruh mengenai mekanisme kerja yang terlibat dalam hipnosis (De Benedittis, 2021).
Penting untuk dicatat bahwa interpretasi yang tepat mengenai proses neurofisiologis ini dapat bervariasi antarstudi dan masih menjadi perdebatan dalam komunitas ilmiah.
Hipnosis adalah alat yang kuat dalam modifikasi kesadaran, yang memungkinkan klien mengakses sumber daya bawah sadar mereka untuk mencapai perubahan terapeutik. Dengan kemajuan teknologi neuroimaging dan penelitian terkini, pemahaman kita tentang hipnosis terus berkembang, membuka peluang baru untuk aplikasi klinis di masa depan yang lebih berdaya guna.