The only hypnotherapy school in Indonesia approved by American Council of Hypnotist Examiners (ACHE), USA
Dalam salah satu penelitian yang menarik tentang self-affirmation, para peserta diminta melakukan sesuatu yang sangat sederhana, namun bermakna: mengingat kembali satu pengalaman pribadi yang berhubungan dengan nilai hidup (value) yang penting bagi mereka.
Nilai ini bisa berupa kejujuran, kasih sayang, tanggung jawab, kreativitas, atau bentuk lain dari makna yang mereka pegang teguh dalam hidup.
Instruksi yang diberikan berbunyi: “Pikirkan satu pengalaman yang pernah Anda alami yang melibatkan nilai (value) Anda.”
Setelah itu, peserta diminta untuk membayangkan diri mereka berada di dalam pengalaman itu kembali, melihat, mendengar, dan merasakan setiap detail yang muncul. Mereka diajak mengingat kapan peristiwa itu terjadi, bagaimana situasinya, serta bagaimana perasaan mereka terhadap pengalaman tersebut, baik saat itu maupun sekarang.
Pendekatan ini bertujuan agar peserta benar-benar terhubung dengan nilai inti diri mereka, bukan hanya mengingat secara kognitif. Proses ini membangkitkan emosi positif dan perasaan bermakna, sehingga area otak yang berhubungan dengan pemrosesan diri (self-related processing) dan penghargaan (reward system) menjadi aktif.
Aktivasi tersebut kemudian diamati melalui pemindaian fMRI untuk melihat bagaimana otak merespons pengalaman afirmasi diri yang intens dan personal.
Sebagai pembanding, peserta di kelompok kontrol juga mendapat tugas berpikir, tetapi tanpa diminta memikirkan pengalaman yang berhubungan dengan nilai pribadi.
Mereka hanya diminta memikirkan hal-hal netral atau aktivitas sehari-hari, sehingga tidak menimbulkan resonansi emosional yang sama.
Dengan format seperti ini, penelitian Cascio dkk. (2016) berhasil menunjukkan bahwa self-affirmation yang bersifat reflektif dan emosional, bukan sekadar pengulangan kalimat positif, yang dapat mengaktifkan bagian otak yang terkait dengan makna diri dan motivasi (seperti ventromedial prefrontal cortex dan ventral striatum).
Dari penelitian ini, para ilmuwan menemukan sesuatu yang luar biasa. Ketika seseorang merenungkan nilai-nilai yang penting baginya, bagian otak yang berhubungan dengan pengenalan diri dan penghargaan diri menjadi lebih aktif.
Area yang berperan dalam memahami diri (medial prefrontal cortex) dan yang terlibat dalam memberi makna serta penghargaan terhadap sesuatu yang berharga (ventral striatum dan ventromedial prefrontal cortex) menunjukkan peningkatan aktivitas yang nyata.
Dengan kata lain, saat seseorang mengingat nilai hidup yang ia cintai, otaknya tidak sekadar berpikir, namun benar-benar “menyala” di wilayah yang memproses makna dan kebahagiaan.
Menariknya, efek ini tidak hanya terjadi di laboratorium. Aktivitas otak yang meningkat tadi ternyata juga berkaitan dengan perubahan perilaku nyata. Setelah melakukan self-affirmation, peserta penelitian menjadi lebih aktif secara fisik, lebih bersemangat menjalani hari, dan lebih sedikit menghabiskan waktu hanya duduk diam atau tidak bergerak.
Artinya, self-affirmation tidak hanya membuat seseorang merasa nyaman atau bangga sesaat. Lebih dari itu, ia benar-benar mengubah cara otak bekerja dan mendorong seseorang bertindak lebih positif dalam hidupnya.
Penelitian ini juga menemukan hal menarik lainnya. Ketika seseorang memikirkan nilai-nilai dirinya dalam konteks masa depan, tentang siapa dirinya akan menjadi, apa yang ingin ia perjuangkan, dan hal-hal apa yang ingin ia wujudkan, efeknya menjadi jauh lebih kuat.
Refleksi yang berorientasi pada masa depan menyalakan area otak yang sama, namun dengan intensitas yang lebih besar. Seolah otak memberi sinyal: “Inilah arah yang berarti. Inilah hidup yang ingin dijalani.”
Dengan kata lain, merenungkan pertanyaan sederhana seperti “Siapa saya akan menjadi?” atau “Apa yang benar-benar penting bagi saya di masa depan?” bisa memberikan daya tambahan yang memperkuat efek penyembuhan dan transformasi diri.
Hasil penelitian ini sejalan dengan pengalaman banyak orang yang menemukan ketenangan dan kekuatan baru setelah kembali menyadari nilai-nilai terdalam dalam dirinya.
Ketika seseorang berhenti sejenak untuk mengingat apa yang benar-benar bermakna, apa yang ia hargai, cintai, dan perjuangkan, maka bukan hanya pikirannya yang berubah, tetapi juga getaran di dalam dirinya.
Self-affirmation adalah bentuk “penyembuhan melalui kesadaran.” Ia menyalakan bagian diri yang sering terlupakan di tengah kesibukan hidup.
Dan ketika seseorang menyadari nilainya, ia berhenti mencari pengakuan dari luar, karena ia telah menemukannya di dalam dirinya sendiri.
Pada akhirnya, self-affirmation, dalam konteks perenungan terhadap nilai kehidupan, bukan sekadar metode psikologis. Ia adalah panggilan lembut untuk kembali pulang ke diri sendiri, ke ruang batin yang penuh syukur, penuh cinta, dan penuh kesadaran. Dari sinilah perubahan sejati bermula. Inilah pendekatan berbasis kesadaran yang menjadi fondasi utama hipnoterapi yang kami, para hipnoterapis AWGI, praktikkan.
-
(Cascio, C. N., O’Donnell, M. B., Tinney, F. J., Lieberman, M. D., Taylor, S. E., Strecher, V. J., & Falk, E. B. (2016). Self-affirmation activates brain systems associated with self-related processing and reward and is reinforced by future orientation. Social Cognitive and Affective Neuroscience, 11(4), 621–629. https://doi.org/10.1093/scan/nsv136)