The only hypnotherapy school in Indonesia approved by American Council of Hypnotist Examiners (ACHE), USA
"Sementara kita mencoba mengajar anak-anak kita semua hal tentang kehidupan,
anak-anak kita mengajar kita apakah kehidupan itu sebenarnya."
Dalam beberapa minggu terakhir ini saya banyak mendapat klien anak-anak hingga remaja. Umumnya masalah mereka berkisar pada masalah perilaku, kebiasaan, interaksi sosial, dan prestasi akademik/sekolah. Ada yang tidak mau mendengar orangtuanya, ada yang mogok sekolah, ada yang tidak mau bicara dengan orangtuanya, motivasi belajar rendah dan ketagihan main game, suka ribut dengan teman, dan bahkan ada yang mau minggat dari rumah. Orangtua yang kebingungan menghubungi saya dan minta tolong untuk bisa menerapi anak mereka.
Umumnya saya tidak akan langsung menerapi si anak. Saya biasanya akan minta orangtua, baik ayah maupun ibu, untuk bertemu saya di sesi awal melakukan konseling. Nah, masalah biasanya muncul di sini. Orangtua pada umumnya keberatan dengan dua alasan utama yaitu mereka tidak bisa bertemu saya, apalagi konseling, karena mereka sibuk dan ini kan masalah anak, lalu mengapa orangtua yang ikut konsultasi segala.
Orangtua yang tidak bersedia bertemu dan konseling dengan saya pasti akan saya tolak. Saya tidak akan melakukan terapi pada anak mereka.
Mengapa saya bersikeras bertemu kedua orangtua terlebih dahulu sebelum menerapi anak mereka?
Pengalaman klinis saya menunjukkan bahwa masalah utama anak umumnya bersumber dari orangtua dan atau lingkungan (keluarga). Bisa juga masalah berawal dari sekolah. Namun, mayoritas masalah anak bersumber dari orangtua.
Bila anak diibaratkan produk maka kualitas produk yang dihasilkan ditentukan oleh kualitas bahan baku dan mesin/proses produksi. Produk yang cacat atau kurang baik, bila bahan bakunya bagus, maka yang harus dicek adalah mesin dan proses produksinya. Dalam hal ini mesin adalah orangtua dan proses produksi adalah pendidikan keluarga yang dialami anak melalui interaksinya dengan dan di dalam lingkungan keluarga yang sangat menentukan kualitas tumbuhkembangnya.
Family Therapy adalah terapi yang melibatkan keluarga sebagai suatu sistem interaksi sosial dengan tujuan untuk mengatasi masalah tertentu dan atau untuk meningkatkan kualitas atau kondisi kehidupan anggota keluarga ke arah yang lebih baik. Terapi dilakukan baik dengan menggunakan konseling maupun teknik yang lebih spesifik.
Bila dalam keluarga ada beberapa anak maka biasanya yang bermasalah hanya satu anak saja. Anak yang bermasalah ini adalah manifestasi dari sistem keluarga yang bermasalah. Jika upaya terapi hanya dilakukan pada anak maka ia bisa sembuh dan setelah itu akan kambuh lagi. Diterapi lagi, sembuh….dan setelah itu kambuh lagi. Bisa juga setelah anak ini sembuh maka yang bermasalah adalah saudaranya. Demikian seterusnya. Sekali lagi, masalah anak sebenarnya mencerminkan masalah pada sistem keluarga.
Dalam melakukan Family Therapy dibutuhkan komitmen penuh dari kedua orangtua. Bila hanya salah satu saja yang komit menjalani sesi terapi maka hasilnya tidak maksimal.
Keberhasilan Family Therapy juga sangat ditentukan oleh integritas, kredibilitas, dan level otoritas terapis di mata kedua orangtua. Bila terapis tidak mampu membangun postur dengan baik, tidak mampu menunjukkan kredibilitas, dan terutama otoritasnya sebagai terapis yang kompeten dan berpengalaman di mata orangtua klien maka apa yang ia sarankan tidak akan dilakukan oleh orangtua. Hal ini akan sangat menghambat proses terapi.
Biasanya terapis yang usianya masih muda, misalnya 20an atau 30an akan sulit “menghadapi” para orangtua yang usianya jauh di atasnya. Apalagi bila orangtua ini adalah tipe yang keras kepala, merasa lebih pintar atau lebih berpengalaman dari terapis, atau mungkin juga orang sukses atau dengan posisi jabatan yang tinggi dalam suatu organisasi. Namun tidak semua orangtua seperti ini. Ada orangtua yang sadar bahwa mereka membutuhkan bantuan dari orang lain dan dengan rendah hati dan sungguh-sungguh bersedia mendengar saran dan masukan dari terapis yang usianya lebih muda dari mereka.
Dalam Family Therapy bila dibutuhkan orangtua juga akan diterapi. Hal ini dilakukan karena sebenarnya pola asuh orangtua, yang mengakibatkan timbulnya masalah dalam diri anak, berasal dari pengalaman hidup mereka saat mereka masih kecil. Biasanya trauma orangtua inilah yang menjadi akar masalah dalam keluarga. Misalnya orangtua yang overprotective, overpemissive, overdemanding, pencemas, suka berkata kasar, pemarah / gampang “meledak”, bersikap kasar pada anak, terlalu disiplin, suka memukul, suka mengancam, menggunakan pendekatan punishment and reward dalam mendidik anak, memberlakukan cinta bersyarat, dan masih banyak lagi perilaku lain yang tidak kondusif bagi tumbuh kembang anak.
Faktor lain lagi adalah ketidakharmonisan relasi orangtua yang berimbas pada anak. Jadi, untuk bisa membangun keluarga yang harmonis dan bahagia kedua orangtua harus mempunyai nilai dan tujuan hidup yang sejalan.
Biasanya setelah “masalah” pada orangtua berhasil diatasi melalui sesi terapi maka perubahan akan langsung tampak dalam keluarga itu dan secara luar biasa anakpun ikut berubah menjadi lebih baik.
Menyembuhkan luka batin dalam diri anak sebenarnya sangat mudah. Bila anak bersedia diterapi dan orangtua memberikan dukungan penuh, dengan melakukan introspeksi diri dan juga bersedia secara sadar berubah, maka semuanya menjadi mudah dan lancar.
Masalah muncul bila orangtua yang arogan, keras kepala, dan bersikeras mengatakan bahwa masalah anak adalah masalah anak. Bukan masalah mereka. Jadi, menurut orangtua, anaklah yang harus dibereskan.
Saya banyak bertemu dengan orangtua seperti ini. Orangtua ini adalah orangtua yang tidak dewasa dan tidak siap menjadi orangtua. Mereka hanya siap secara biologis menjadi papa/mama atau ayah/ibu namun mereka tidak siap secara mental, emosi, psikologis,dan terutama spiritual untuk menjadi orangtua.
Orangtua tipe ini cenderung menyalahkan orang lain atau lingkungan. Di salah satu buku saya pernah membaca ada orangtua yang anaknya bermasalah, beberapa tahun lalu pernah meminta bantuan seorang psikolog untuk melakukan diagnosa pada anak mereka, dan setelah itu mendapat saran apa yang sebaiknya dilakukan untuk membantu anak mereka.
Namun sayangnya orangtua ini tidak melakukan saran dan masukan dari psikolog ini. Dan hebatnya lagi, empat tahun kemudian, saat putra mereka semakin bermasalah, mereka langsung menyalahkan psikolog ini dengan berkata, “Ini yang salah adalah psikolognya. Masa dulu sudah diterapi kok nggak ada perubahan. Kalaupun ada perubahan, perubahannya tidak permanen. Masa anak saya kembali ke pola perilaku yang lama. Dan sekarang bahkan tambah parah lagi. Saya mau minta pertanggungjawaban psikolog ini.”
Membaca kisah ini saya sangat prihatin dan kasihan pada orangtua ini. Apa saja bisa terjadi selama kurun waktu empat tahun. Rupanya orangtua ini adalah orangtua tipe laundry atau binatu. Mereka memperlakukan anak seperti baju yang kotor dan berharap dengan membawa anak ke psikolog atau terapis maka masalah anak mereka setelah itu langsung dapat diatasi. Dan setelah itu akan anak akan berperilaku baik selamanya.
Orangtua ini sama sekali tidak berani mengambil tanggung jawab atas pendidikan keluarganya. Ia berpikir bahwa tanggung jawab membereskan masalah anak ada pada terapis atau psikolog. Yang benar adalah terapis atau psikolog adalah partner atau rekan dalam membantu memulihkan kondisi anak. Orangtualah yang harus berperan aktif.
Saya pernah menangani kasus anak usia 12 tahun dengan kecemasan yang sangat tinggi. Anak ini, saking cemasnya, menjadi sulit konsentrasi, bicaranya tidak bisa urut, melompat ke sana ke mari, pelajarannya jeblok. Tidak sulit membantu anak ini untuk pulih. Hanya dalam waktu sangat singkat anak ini kembali normal dan ceria seperti anak pada umumnya.
Mengapa perubahan ini bisa begitu mudah terjadi? Karena kedua orangtua anak ini, baik ayah maupun ibunya, sangat peduli dan bersedia menjalankan saran, masukan, dan hal-hal penting lain yang disampaikan terapis. Mereka mengakui bahwa selama ini mereka kurang perhatian pada anak karena sama-sama sibuk bekerja. Begitu kedua orangtuanya berubah maka anaknya juga berubah.
Masalah dalam keluarga, terutama pada anak, biasanya timbul karena orangtua mengadopsi pola pikir, pola asuh, nilai-nilai hidup, yang sudah tidak sejalan dan kondusif dengan perkembangan zaman. Orangtua menggunakan apa yang dilakukan orangtua mereka sebagai bahan untuk mendidik anak-anak mereka.
Family Therapy tidak berarti hanya dilakukan di ruang terapi. Family Therapy juga mengandung makna bahwa kedua orangtua perlu duduk bersama menata ulang kehidupan keluarga. Hal ini dilakukan dengan menentukan kembali, secara sadar dan sukarela, tujuan berumah tangga, goal keluarga, goal untuk orangtua, goal untuk anak-anak, meneguhkan kembali komitmen pernikahan, menetapkan strategi yang jelas, terukur, dan rinci untuk mencapai goal yang telah ditetapkan, dan yang sangat penting juga adalah kesediaan dan semangat kedua orangtua untuk belajar dan mengembangkan diri. Dalam hal ini kedua orangtua perlu meningkatkan ritual dan spiritual mereka, berdamai dengan diri sendiri, menjaga kualitas berpikir, mencapai hati yang tenang dan damai, serta membaca buku-buku pengembangan diri, parenting, menghadiri seminar atau workshop yang tujuannya untuk meningkatkan pengetahuan dan kualitas diri mereka.
Jadi, bagaimana Family Therapy dilakukan?
Sesi awal kedua orangtua akan menjalani diskusi dan konseling dengan terapis. Di sini terapis akan melakukan interview untuk mencari tahu apa masalah yang ada dalam keluarga, apakah ini masalah pada ayah, ibu, atau anak. Selanjutnya dilakukan pemetaan masalah. Dari sini akan tampak sebenarnya akar masalahnya apa.
Jika ternyata masalah utama ada pada orangtua maka orangtualah yang perlu diberi saran, masukan, dan arahan apa yang perlu dilakukan untuk memperbaiki kondisi ini. Jika dengan cara “biasa” sulit dilakukan barulah terapis akan melakukan terapi.
Setelah itu orangtua diminta melakukan apa yang telah disepakati bersama dan selama satu minggu melihat perubahan yang terjadi di keluarga. Bila ternyata perubahannya positif, ya diteruskan. Kalau masih belum maksimal maka bisa dilakukan terapi lanjutan.
Bila ternyata masalahnya adalah pada diri anak, mungkin luka batin atau trauma, maka terapi akan dilakukan pada anak dan orangtua memberikan dukungan di rumah. Bila masalah berhubungan dengan sekolah maka terapi dilakukan untuk mengatasi masalah ini dan memberikan solusi yang perlu dijalani.
Misalnya kalau anak sulit belajar maka perlu dicari apa akar masalahnya. Apakah anak takut dengan gurunya, ada trauma, mungkin anak bosan, mungkin pengetahuan dasar anak yang kurang, mungkin sekolahnya terlalu keras, mungkin anak mengalami bullying di sekolah, mungkin karena tangki cinta anak kosong, dan masih banyak kemungkinan lain. Setiap masalah ini tentunya membutuhkan penyelesaian yang berbeda.
Satu hal yang sangat penting untuk disadari oleh Family Therapist yaitu bekal pengetahuan dan keterampilan konseling dan atau hipnoterapi saja tidak cukup. Seorang Family Therapist akan bermain banyak peran. Saat memberikan konseling, ia menjadi konselor. Saat melakukan hipnoterapi maka ia adalah hipnoterapis. Setelah selesai terapi dan memberikan saran, masukan, arahan kepada kliennya, baik itu orangtua atau anak, ia menjadi mentor atau life coach. Dibutuhkan kesadaran, wawasan, pengalaman, netralitas, objektivitas, integritas, dan terutama hati dan kebijaksanaan untuk bisa membantu suatu keluarga untuk bertumbuh dan berkembang optimal.
Banyak pemahaman masyarakat tentang hipnosis / hipnoterapi kurang tepat atau salah akibat “edukasi” yang dilakukan oleh televisi, khususnya yang dilakukan oleh “hipnotis” yang hanya dengan membakar tisu langsung bisa membuat subjeknya “tidak sadarkan” diri. Setelah itu si “hipnotis” bisa melakukan apa saja pada si subjek, termasuk bertanya hal-hal yang sifatnya pribadi dan rahasia, dan subjek seolah tak kuasa menolak untuk mengungkapkan segala hal yang ingin diketahui oleh “hipnotis”.
Sewaktu kasus Bank Century ramai dibicarakan, beberapa anggota DPR RI sempat punya ide brilian. Rupanya mereka merasa kasihan dengan beratnya tugas KPK dan gemas dengan alotnya upaya untuk membongkar kasus ini hingga tuntas. Anggota DPR ini berinisiatif untuk meminta bantuan seorang hipnotis yang biasa muncul di televisi. Mereka berpikir, akibat edukasi dari televisi, mudah saja membongkar kasus ini. Cukup bawa tersangka atau tercuriga ke tempat si hipnotis dan setelah itu skenario akan berjalan persis seperti yang ditampilkan di televisi. Si hipnotis menghipnosis si tersangka, lalu bertanya, apa saja, dan tersangka akan menjawab dengan patuh, jujur, apa adanya. Dengan demikian akan terungkap secara terang benderang semua hal mengenai Bank Century. Mudah, kan?
Saat dihubungi oleh anggota DPR si hipnotis dengan terus terang menjelaskan bahwa ia tidak bisa melakukan seperti yang diminta. “Lho, mengapa tidak bisa? Buktinya di tv ada yang bisa melakukannya. Dan anda jauh lebih jago dan terkenal dari yang di tv itu” kejar anggota Dewan.
“Ya, yang di tv itu kan cuma untuk hiburan. Jadi, itu nggak benar. Semuanya sudah diskenario sehingga menjadi tontonan yang menghibur ” jelas si hipnotis.
Pembaca, benar kata si hipnotis di atas. Yang ditampilkan di tv itu hanya untuk hiburan semata. Lalu, bagaimana dengan orang yang dihipnosis, seperti yang juga ditunjukkan di tv, yang melakukan hal-hal yang tidak wajar? Misalnya, menyanyi dan menari seperti seorang rocker, padahal subjek sesungguhnya adalah orang yang pemalu. Lalu, bagaimana dengan yang “menelpon” pacar dengan menggunakan sepatu? Bukankah mereka ini dikuasai oleh si hipnotis sehingga bersedia dengan suka rela melakukan apapun yang diminta oleh si hipnotis?
Kalau dilihat sepintas memang seperti itu. Namun bila diselidiki lebih dalam ternyata tidak. Mereka yang tampil itu memang sudah disiapkan dengan hati-hati oleh si hipnotis. Ada prosedur yang harus dilalui oleh subjek sebelum ia tampil dengan “brilian” di atas panggung. Dan ingat, ini adalah stage hypnosis atau hipnosis untuk pertunjukkan dan sangat berbeda dengan hipnoterapi.
Tentu akan sangat berbeda responnya bila subjek yang di atas panggung itu diminta melakukan satu tindakan dengan bobot signifikansi psikologis yang tinggi. Misalnya ia diminta memukul atau melukai orang yang ia sayangi. Kira-kira apakah ia akan melakukan hal ini? Sudah tentu tidak. Secara spontan akan muncul resistensi yang hebat yang mencegah subjek melakukan hal ini. Resistensi ini dikenal dengan nama pertahanan psikologis atau psychological defense(s).
Di sini tampak jelas bahwa pertahanan diri seseorang yang dihipnosis atau masuk dalam kondisi hipnosis tetap aktif atau bekerja. Demikian pula halnya dalam konteks hipnoterapi.
Dalam hipnoterapi apa yang membuat sistem pertahanan psikologis dalam diri seseorang menjadi aktif? Apa akibatnya bila pertahanan psikologis aktif selama proses terapi? Apakah ini hal yang baik ataukah buruk? Bagaimana mengatasi hal ini?
Pembaca, bila anda adalah seorang hipnoterapis yang melakukan terapi menggunakan hipnoanalisis maka saya yakin anda pasti pernah mengalami salah satu atau beberapa dari hal berikut ini saat sedang menerapi klien anda:
- klien tidak bisa masuk ke kondisi hipnosis. Kalaupun bisa, hanya sampai di light trance.
- klien bisa masuk sebentar namun segera keluar dari kondisi hipnosis.
- klien bisa masuk sangat dalam namun saat terapis hendak memproses masalahnya tiba-tiba klien buka mata dan keluar dari kondisi hipnosis.
- klien “tidur” sehingga tidak bisa memberikan respon. Terapis perlu tahu bahwa klien sebenarnya tidak tidur. Yang terjadi adalah ia tidak bersedia menjawab hal yang berhubungan dengan inti masalah. Kalau ditanya hal lain ia pasti bisa menjawab.
- klien hanya diam, tidak bersedia bicara saat ditanya.
- klien lebih banyak menjawab tidak tahu.
- klien tidak hanya diam namun juga tidak bersedia menjawab pertanyaan dengan ideomotor response.
- klien masuk sangat dalam sehingga tubuh klien benar-benar rileks dan tidak bisa memberi respon. Klien berusaha menjawab dengan menggerakkan bibirnya namun tidak ada suara atau kata yang keluar. Ia masuk ke level catatonia.
- klien bisa bicara tapi hanya bicara hal yang tidak relevan dengan masalahnya.
- klien larut dalam imajinasi atau fantasinya yang tidak ada hubungan dengan masalah yang hendak diatasi.
- pikiran klien tidak fokus pada masalahnya namun melompat ke sana ke mari.
- di awal klien lancar menjawab berbagai pertanyaan terapis. Saat masuk ke inti masalahnya, klien diam atau tidak bisa bicara.
Contoh di atas adalah wujud pertahanan psikologis yang kami, para hipnoterapis AWG Institute/QHI temukan di ruang praktik. Hanya satu alasan mengapa pertahanan psikologis atau resistensi dalam konteks hipnoterapi muncul. Klien merasa takut.
Ada dua jenis takut pada diri klien yang berhubungan dengan hipnoterapi. Pertama, rasa takut atau penolakan yang membuat klien sulit atau tidak bisa masuk ke kondisi rileksasi pikiran yang dalam (kondisi hipnosis). Biasanya rasa takut atau penolakan ini disebabkan oleh persepsi yang salah mengenai hipnoterapi dan alasan lain seperti:
- hipnoterapi menggunakan kuasa kegelapan, mantra, atau makhluk halus.
- terapis menguasai pikiran klien.
- terapis bisa melakukan apa saja pada klien dan klien akan patuh sepenuhnya.
- hipnoterapi sama dengan cuci otak atau brain-washing.
- klien akan tidak sadarkan diri atau pingsan.
- klien, karena alasan tertentu, tidak percaya pada terapis.
- klien takut “diubah” oleh terapisnya karena ia datang bukan atas kesadaran atau keinginannya sendiri namun atas dorongan, bujukan, rayuan, atau bahkan paksaan dan ancaaman orang lain yang ingin ia berubah.
- klien mendapat keuntungan atau manfaat dari masalahnya. Kondisi ini dinamakan secondary gain.
Takut kedua muncul saat klien sudah masuk ke kondisi hipnosis. Takut ini berhubungan dengan proses penggalian informasi di pikiran bawah sadar. Dalam hal ini klien takut atau merasa tidak nyaman bila harus mengungkapkan hal-hal yang bersifat pribadi atau rahasia. Klien takut mendapat malu karena merasa apa yang akan diungkap adalah aib bagi dirinya dan mungkin juga bagi keluarganya.
Selain rasa malu, resistensi juga bisa timbul karena akar masalah adalah pengalaman yang sangat traumatik sehingga klien sama sekali tidak ingin mengingat apalagi membicarakannya dengan terapis atau dalam kasus tertentu klien bisa mengalami amnesia sehingga benar-benar lupa atau tidak tahu.
Rasa takut dan atau malu membuat pikiran bawah sadar “lumpuh” sehingga tidak bisa mengungkapkan data yang dibutuhkan untuk menyelesaikan kasus terapi. Ini yang biasanya dialami saat terapis melakukan teknik uncovering seperti regresi yang dilanjutkan dengan revivifikasi dan atau Ego Personality Therapy. Biasanya, apapun yang ditanya oleh terapis, klien, lebih tepatnya pikiran bawah sadar klien, akan menjawab tidak tahu atau hanya diam saja.
Bagaimana sebaiknya hipnoterapis menyikapi resistensi?
Setiap perilaku klien punya makna yang spesifik. Makna paling umum yaitu resistensi adalah satu bentuk komunikasi atau pertahanan psikologis. Bila kita mengenali perilaku klien sebagai bentuk pertahanan diri maka kita dapat melakukan tindakan yang tepat untuk mengatasi hal ini. Jadi, apapun perilaku klien dapat kita manfaatkan demi kebaikan dirinya.
Apa yang perlu dilakukan hipnoterapis agar tidak sampai muncul resitensi dalam diri klien?
Hipnoterapis perlu memahami bahwa proses terapi sudah dimulai sejak pertama kali klien tahu tentang hipnoterapis, bukan di ruang terapi. Perkenalan calon klien dengan terapis bisa melalui buku yang ia baca, cerita yang ia dengar dari kawannya, informasi dari internet, talkshow, bedah buku, siaran radio, televisi, seminar, atau dari sumber lainnya. Intinya, inilah saat pertama kali calon klien tahu tentang terapis.
Selanjutnya, saat calon klien memutuskan untuk diterapi maka ia akan menghubungi hipnoterapis. Barulah setelah itu terapi “resmi” dilakukan di ruang praktik. Penilaian atau kesan terhadap hipnoterapis sangat menentukan respon pikiran bawah sadar klien terhadap proses terapi yang dilakukan.
Hal penting yang sangat perlu diperhatikan terapis adalah membangun relasi (rapport) tidak hanya dengan pikiran sadar namun juga dengan pikiran bawah sadar (hypnotic rapport). Klien perlu mendapat edukasi yang mendalam dan menyeluruh mengenai proses hipnosis/hipnoterapi, apa yang akan dilakukan, apa yang diharapkan akan terjadi. Terapis juga perlu menjawab pertanyaan atau keraguan klien sehingga klien merasa benar-benar yakin, mantap, dan pasrah sepenuhnya mengikuti bimbingan terapis.
Hal lain yang juga sangat penting adalah keragaman teknik yang dikuasai terapis. Ada teknik yang diaplikasikan dengan memperlakukan pikiran bawah sadar sebagai satu kesatuan dan ada juga yang menggunakan pendekatan komponen.
Ada teknik yang bersifat asosiasi dan ada juga yang disosiasi. Pemanfaatan varian teknik sangat bergantung kebutuhan, situasi, dan kondisi klien. Kalau semua sudah dicoba tidak bisa maka perlu digunakan teknik khusus untuk menembus blocking yang dibuat pikiran bawah sadar.
Saya pernah menerapi klien yang mengalami gejala depresi, ia datang atas dorongan orangtuanya. Saat sebelum terapi saya melakukan wawancara mendalam. Klien terkesan sangat ingin saya bantu namun pikiran bawah sadarnya memblok informasi yang saya butuhkan sehingga terapi tidak bisa berjalan seperti yang diharapkan.
Setelah mencoba berbagai cara akhirnya informasi yang saya butuhkan bisa saya dapatkan dengan menggunakan teknik Ego Personality Therapy. Saya meminta “bocoran” informasi dari Ego Personality lain. Baru setelah mendapat data lengkap saya melanjutkan terapi dan berhasil membantu klien mengatasi masalahnya.
Jadi, kesimpulannya, sedalam apapun seseorang masuk ke kondisi hipnnosis pertahanan psikologisnya tetap aktif menjaga dirinya untuk tidak melakukan hal-hal yang merugikan atau membahayaan dirinya.
Hipnoterapis, dalam hal ini, berperan hanya sebagai fasilitator dan tidak bisa memaksa kehendaknya pada klien dan klien hanya akan melakukan hal yang diminta terapis sejauh permintaan ini tidak melanggar empat filter mental yang ada di pikiran bawah sadar klien yaitu filter keselamatan hidup, filter moral/agama, filter benar-salah, dan filter masuk akal atau tidak.
Seorang rekan terapis merasa bingung dengan data yang diungkapkan pikiran bawah sadar kliennya. Rekan ini, dalam upaya menemukan akar masalah klien, melakukan beberapa teknik uncovering dalam hipnoanalisis.
Menurut rekan saya ini, ia merasa data yang didapat saat melakukan uncovering tidak masuk akal, aneh, tidak urut, tidak sesuai konteks, sepertinya bohong atau hanya fantasi, dan yang lebih parah lagi seolah-olah data ini berasal dari kehidupan lampau (past life) klien.
Saat saya tanya apa yang ia lakukan saat merasa bahwa informasi yang ia dapat tidak masuk akalnya, ia menjawab, “Ya, saya hentikan terapinya. Kan tidak mungkin saya bisa melakukan terapi dengan baik bila data yang saya dapatkan ternyata tidak akurat atau tidak masuk akal.”
Hasil diskusi saya dengan rekan ini sengaja saya angkat menjadi artikel karena saya memandang hal ini sangat penting untuk diketahui. Ketidak-jelasan atau kebingungan mengenai kesahihan data yang terungkap dari pikiran bawah sadar sudah tentu akan sangat berpengaruh terhadap proses dan hasil terapi yang dilakukan.
Perlu dibedakan antara aplikasi hipnosis untuk terapi, yang kita kenal dengan hipnoterapi, dan untuk menggali data dari pikiran bawah sadar untuk tujuan investigasi atau forensik.
Hipnosis forensik digunakan untuk menggali data dari pikiran bawah sadar yang dibutuhkan untuk investigasi dan penyidikan. Data yang berhasil digali akan dibandingkan atau dicocokkan dengan data lain yang sebelumnya telah berhasil dikumpulkan. Dengan kata lain dilakukan validasi data.
Hipnoterapi bertujuan untuk membantu klien mengatasi masalah yang berhubungan dengan mental atau emosi. Biasanya klien datang ke terapis dengan membawa masalah tertentu, misalnya stress, fobia, tidak percaya diri, perasaan bersalah, dan atau penyakit psikosomatis. Ada sangat banyak hal yang dapat dibantu diringankan atau disembuhkan dengan hipnoterapi.
Hipnoterapi bisa dilakukan hanya dengan memberikan sugesti. Bila pemberian sugesti tidak membuahkan perubahan positif seperti yang diharapkan maka hipnoterapis perlu melakukan hipnoanalisis untuk mencari dan menemukan akar masalah.
Hipnosis forensik dan hipnoanalisis sama-sama melakukan pencarian atau penggalian data namun menggunakan metode, teknik, dan strategi yang berbeda, dan dengan tujuan yang berbeda.
Nah, pembaca, kembali pada judul di atas, “Dalam terapi, perlukah melakukan validasi data bawah sadar?
Jawabannya singkat dan jelas, “Tidak perlu.”
Bagaimana bila data yang terungkap dirasa tidak masuk akal?
Data ini tidak masuk akalnya terapis, namun sangat masuk akalnya klien. Bila terapis bersikeras bahwa data yang terungkap tidak bisa digunakan, karena tidak masuk akal, maka saya menyimpulkan dua hal. Pertama, terapis ini sebenarnya tidak tahu apa yang ia lakukan. Kedua, terapis ini menggunakan pendekatan therapist-centered (berpusat pada terapis), bukan client-centered (berpusat pada klien).
Therapist-centered (TC) maksudnya adalah proses terapi yang berpusat pada terapis. Satu contoh pendekatan TC adalah terapis, berdasar pemahaman dan analisisnya menentukan apa yang menjadi akar masalah klien. Sedangkan pada client-centered (CC) therapy, akar masalah diungkap oleh pikiran bawah sadar klien. Apapun yang muncul dari pikiran bawah sadar klien inilah yang diproses oleh hipnoterapis.
Saya pernah mendapat pertanyaan dari seorang calon klien, “Pak Adi, saya pernah diterapi oleh seorang hipnoterapis. Sebelum bertemu dengannya saya diminta menulis dan menceritakan masalah saya di kertas putih A4 tidak bergaris. Lalu saya diminta untuk mengirim tulisan tangan saya ini via faks ke si terapis. Saat bertemu dengan terapis saya diberitahu bahwa berdasar analisisnya terhadap cerita yang saya tulis dan juga terutama dari bentuk tulisan tangan saya, ia menyimpulkan bahwa akar masalah saya terjadi di masa kecil, usia 5 tahun, dan berhubungan dengan ibu saya. Nah, menurut pendapat Pak Adi apakah ini benar?”
Saya jelaskan bahwa saya tidak bisa dan tidak boleh memberi penilaian benar atau salah terhadap analisis terapis yang sebelumnya menangani klien ini karena tidak tahu secara persis apa yang menjadi dasar analisisnya.
Yang bisa saya sampaikan adalah bahwa bila terapis yang menentukan akar masalah, bukan pikiran bawah sadar klien, terlepas teknik yang ia gunakan, maka pendekatan ini masuk dalam therapist-centered.
Bila terapis menggunakan pendekatan client-centered maka ia bisa saja punya perkiraan mengenai akar masalah klien. Namun ia tidak boleh menyampaikan hal ini pada klien agar klien tidak terpengaruh.
Nanti, dalam proses terapi, data yang disampaikan pikiran bawah sadar klien, apapun datanya, akan dicek apakah benar akar masalah atau bukan dengan menggunakan teknik tertentu. Namun terapis tidak berkepentingan untuk memeriksa apakah data yang disampaikan ini merujuk pada satu kejadian nyata atau sekedar fantasi.
Mengapa tidak dilakukan validasi?
Karena tujuan hipnoterapi adalah untuk menyembuhkan klien, bukan untuk investigasi. Data yang diungkapkan adalah data yang oleh pikiran bawah sadar klien dianggap, dirasa, dipandang, atau yang paling pantas dan pas dinyatakan sebagai akar masalah.
Sebagai terapis kita perlu selalu ingat bahwa peran kita hanya sebagai fasilitator, bukan investigator, apalagi interogator.
Hal lain yang perlu diingat yaitu memori tidak terlalu bisa diandalkan. Banyak orang punya pandangan yang keliru mengenai memori. Umumnya mereka berpikir bahwa pikiran bawah sadar berfungsi sebagai kamera yang merekam semua pengalaman yang dialami seseorang ke dalam “hard disk” memori. Pada kenyataannya tidak seperti ini.
Memori bersifat dinamis dan rekonstruktif. Artinya, memori bisa berkurang, bertambah, dan bercampur dengan data lama atau baru, dan bahkan dapat bercampur dengan imajinasi, fantasi, atau mimpi. Semua ini bisa terjadi karena pikiran bawah sadar beroperasi dengan trance-logic, bukan conscious logic.
Pikiran bawah sadar menggunakan bahasa yang berbeda dengan pikiran. Data yang terungkap bisa berupa metafora, kiasan, atau bahasa simbolik. Informasi yang seolah-olah berasal dari kehidupan lampau (past life) seringkali sebenarnya adalah metafora atau kiasan berdasar kisah yang pernah didengar atau dibaca oleh klien. Apapun bentuk data atau informasinya, selama bisa digunakan untuk membantu klien dan punya efek terapeutik yang positif, sebaiknya dimanfaatkan atau diutilisasi demi kebaikan dan kesejahteraan klien sebesar-besarnya.
Salah satu klien saya, saat diregresi, kembali ke “kehidupan lampau” di tahun 733. Banyak informasi yang saya dapatkan dari pikiran bawah sadar klien. Namun ada satu yang tidak konsisten yaitu pikiran bawah sadar klien menyarankan si klien untuk membuka tutup gelasnya dan tetap rendah hati.
Lha, saya bingung. Di tahun 733 kan tidak ada gelas. Namun saya tidak punya kepentingan “mengoreksi” hal ini. Dari penggalian lanjutan diketahui bahwa klien ini ternyata bersikap agak tinggi hati atau arogan. Ini yang menghambat karirnya sehingga sudah beberapa kali tidak mendapat promosi.
Sebagai terapis saya memaknai cerita ini sebagai bentuk “penghindaran” oleh pikiran bawah sadar sehingga tidak menyalahkan klien. Masalah klien ini “disebabkan” oleh kejadian di kehidupan lampaunya, bukan oleh klien di kehidupan ini. Dan tutup gelas adalah metafora untuk sikap terbuka dan siap belajar serta mendengar masukan atau input dari orang lain.
Dalam dunia hipnoterapi kita mengenal dua mazhab atau aliran hipnoterapi berdasar teknik yang digunakan. Ada mazhab yang berasal dari pantai timur (east coast) dan pantai barat (west coast) Amerika.
Perbedaan mencolok dari kedua mazhab ini tampak dalam teknik yang digunakan untuk membantu klien mengatasi masalahnya. Mazhab dari pantai timur lebih menekankan terapi berbasis sugesti atau yang kita kenal dengan suggestive therapy. Sedangkan mazhab dari pantai barat lebih menekankan pada pentingnya menemukan akar atau sumber masalah yang mendasari simtom. Teknik ini kita kenal dengan hypnoanalysis. Masing-masing mazhab punya alasan dan pemikiran yang sahih mengapa mereka menggunakan teknik-teknik itu.
Artikel ini khusus membahas cara untuk lebih meningkatkan keefektifan terapi berbasis sugesti (suggestive therapy) dengan memahami kendala atau hambatan yang seringkali ditemui atau tidak disadari oleh hipnoterapis.
Berikut saya berikan contoh kasus yang pernah ditangani oleh seorang dokter yang juga hipnoterapis. Mari kita pelajari bersama. Kisahnya sebagai berikut:
Seorang klien wanita berusia 34 tahun datang ke terapis dengan keluhan kulit yang merah dan gatal. Kondisi kulitnya menjadi semakin parah, lecet dan berdarah, karena sering digaruk. Selama beberapa tahun ia pernah mengalami kondisi ini beberapa kali.
Di awal terapi, terapis membimbing klien masuk ke kondisi light hypnosis dan memberikan sugesti perasaan tenang, dan kulitnya terasa nyaman. Dua hari kemudian klien melaporkan bahwa kondisinya justru menjadi semakin parah. Terapis selanjutnya memberikan sugesti yang sama dengan tujuan memperkuat sugesti sebelumnya. Dan dua hari kemudian kondisinya justru menjadi semakin parah.
Kali ini terapis mengubah strategi dengan memberikan sugesti agar klien menghentikan gerakan lengan yang bergerak berulang kali menggaruk kulitnya yang terasa gatal. Klien menerima dan menjalankan sugesti ini. Ia berhenti menggaruk.
Namun beberapa hari kemudian ia kembali menggaruk kulitnya dan justru menjadi semakin parah. Setelah dilakukan wawancara mendalam akhirnya diketahui bahwa sakit kulit adalah strateginya untuk mendapatkan perhatian dari suaminya.
Dengan demikian sugesti yang saya berikan untuk menghentikan sakit kulitnya dipandang sebagai ancaman yang merugikan. Dan untuk itu pikiran bawah sadar klien melawan ancaman ini.
Pelajaran apa yang bisa dipetik dari cerita di atas?
Kisah ini memberikan gambaran yang jelas mengenai kekurang-cermatan dan ketidak-hati-hatian terapis. Ia terburu-buru melakukan terapi berbasis sugesti tanpa didahului dengan investigasi mendalam dan menyeluruh terhadap psikodimamika kasus, walau tampaknya kasus kulit gatal ini adalah kasus yang mudah atau sepele.
Memang, dalam banyak kejadian kendala terapi berbasis sugesti sering disebabkan oleh terapis yang kurang cermat dalam melakukan investigasi dan juga kurang menyiapkan (pikiran bawah sadar) klien.
Salah satu sugesti yang sangat terkenal yang berasal dari Dr. Emile Coue adalah “Everyday in everything, I am feeling better and better” atau “Setiap hari, dalam segala hal, perasaanku selalu membaik dan semakin membaik.”
Afirmasi ini sangat terkenal dan memang sangat luar biasa. Pasien yang berobat di klinik Dr. Coue, yang menggunakan afirmasi ini, sembuh atau kondisinya membaik lima kali lebih cepat dari pasien di rumah sakit atau klinik lainnya di seantero Eropa.
Bertahun-tahun lalu saya juga sering menggunakan kalimat sugesti ini. Biasanya saya ucapkan saat mau tidur, saat baru bangun tidur, dan saat sedang melakukan relaksasi pikiran. Namun herannya saya belum atau tidak merasakan perubahan apapun. Saya berpikir sepertinya ada yang salah dengan saya. Atau mungkin blocking saya yang terlalu kuat sehingga menolak sugesti positif ini. Saya akhirnya memutuskan untuk berhenti mengucapkan afirmasi ini.
Sekian tahun kemudian, saat mendalami hipnoterapi, saya akhirnya menemukan mengapa sugesti ini tidak efektif, setidaknya untuk saya.
Lalu, apa yang membedakan kondisi yang berhasil dicapai pasien Dr. Coue dan saya, yang menggunakan afirmasi yang sama persis? Atau mungkin juga Anda? Mengapa pasien Dr. Coue bisa begitu bagus hasilnya sedangkan saya tidak?
Cukup lama saya bingung. Setelah cukup lama mencari dari berbagai sumber dan literatur akhirnya saya menemukan jawabannya. Ternyata Dr. Coue tidak serta merta memberikan sugesti “Everyday in everything, I am feeling better and better” kepada pasiennya. Beliau melakukan prakondisi pikiran dan kesiapan pasiennya sebelum memberi sugesti atau afirmasi.
Setiap pasien yang diberi sugesti diminta untuk berkunjung ke klinik tempat praktiknya dan bertemu dengan beberapa pasien yang sudah sembuh. Dr. Coue dengan cerdik mengatur sehingga dalam pertemuan ini terjadi diskusi antara pasien baru, yang masih sakit, dan pasien lama yang sudah sembuh.
Dari diskusi ini pasien baru terpengaruh dan percaya bahwa ia juga bisa sembuh. Barulah setelah ini, dan hanya setelah pasien baru ini sudah percaya bahwa ia juga bisa sembuh, Dr. Coue memberikan sugesti “Everyday in everything, I am feeling better and better” dan meminta si pasien barunya mengulang membaca sugesti ini beberapa kai dalam satu hari.
Hasilnya? Sudah tentu kondisi pasiennya semakin hari semakin baik seperti yang diharapkan.
Dalam melakukan terapi berbasis sugesti, terapis perlu memantau atau mendapat laporan mengenai perkembangan klien pascaterapi. Biasanya laporan ini disampaikan dalam waktu maksimal satu minggu. Setiap perubahan, baik positif maupun negatif, atau sama sekali tidak ada perubahan, digunakan sebagai landasan pijak untuk menyusun sugesti berikutnya.
Perubahan positif yang terjadi mengikuti salah satu dari empat pola berikut:
1. Klien mengalami perubahan signifikan langsung setelah selesai terapi.
2. Klien mengalami perubahan yang bersifat gradual atau inkremental setelah sesi terapi.
3. Klien mengalami perubahan yang bersifat gradual atau inkremental dan setelah beberapa saat terjadi perubahan yang signifikan.
4. Klien tidak mengalami perubahan. Namun setelah beberapa saat klien mengalami perubahan mengikuti salah satu dari tiga pola di atas.
Bagaimana bila klien sama sekali tidak mengalami perubahan?
Berarti ada resistensi dari pikiran bawah sadar. Resistensi ini bisa terjadi dengan dua kondisi. Pertama, resistensi tanpa diikuti perasaan tidak nyaman baik di tubuh fisik dan atau emosi. Dan kedua, resistensi yang diikuti dengan munculnya perasaan tidak nyaman baik secara emosi dan atau secara fisik.
Bila terjadi resistensi tanpa diikuti perasaan tidak nyaman maka dapat dilakukan dua hal. Pertama, klien melanjutkan sugesti yang telah diberikan. Kedua, terapis mengubah semantik yang digunakan dalam sugesti, namun tetap dengan tujuan yang sama. Klien belum berubah karena sugesti positif yang diberikan belum mencapai momentum untuk mulai mewujudkan perubahan dalam diri klien.
Untuk resistensi yang diikuti dengan munculnya perasaan tidak nyaman baik secara emosi dan atau secara fisik maka terapis harus bijaksana dan tanggap dengan tidak meneruskan sugestinya. Dalam hal ini terapis perlu segera menggunakan sinyal rasa tidak nyaman ini sebagai jembatan untuk masuk ke dalam pikiran bawah sadar klien, menemukan sumber resistensi dan mengatasi resistensi ini. Barulah setelah ini sugesti yang diberikan bisa bekerja dengan baik.
Rasa tidak nyaman, biasanya dalam bentuk kecemasan, muncul karena terjadi konflik antara Ego Personality (baca: Program) yang berusaha mempertahankan status quo “melawan” Ego Personality yang mau mengeksekusi sugesti yang berasal dari operator. Semakin intens konflik yang terjadi maka akan semakin intens perasaan tidak nyaman.
Salah satu faktor penentu keefektifan sugesti, selain semantik, adalah kedalaman rileksasi pikiran atau trance. Kedalaman ini berhubungan erat dengan keaktifan critical factor yang berfungsi sebagai filter mental dalam menyaring berbagai informasi yang akan masuk ke pikiran bawah sadar, dan sudah tentu dalam hal ini termasuk sugesti. Untuk memudahkan mengingat, gunakan aturan ini: semakin rileks pikiran maka semakin besar kemungkinan sugesti diterima tanpa dikritisi dan dijalankan.
Jadi, sugesti yang masuk ke pikiran bawah sadar untuk bisa dilaksanakan sebenarnya melewati tiga tahap. Pertama, sugesti ini harus bisa melewati critical factor. Untuk inilah kita membutuhkan kondisi hipnosis. Semakin dalam kondisi hipnosis maka semakin lemah critical factor. Kedua, sugesti harus bisa melewati empat filter yang ada di pikiran bawah sadar. Dan ketiga, sugesti ini tidak mendapat penolakan dari program pikiran yang sudah terlebih dulu ada di pikiran bawah sadar.
Bagaimana bila ternyata ada penolakan dari pikiran bawah sadar dan terapis tidak punya kecakapan untuk mencari dan menemukan sumber penolakan?
Ada cara lain yang juga sangat efektif. Setiap program pikiran punya “power” atau kekuatan. Semakin kuat suatu program maka semakin besar resistensi yang ia akibatkan. Berpedoman pada pemahaman ini maka kita dapat mengurangi atau melemahkan kekuatan program pikiran yang menolak sugesti yang kita berikan.
Caranya? Kita bisa menggunakan Hypn-EFT. Ini adalah adalah satu teknik yang sangat ampuh untuk mengurangi dan bahkan menghilangkan kekuatan program pikiran yang menghambat perubahan. Untuk jelasnya mengenai Hypno-EFT anda bisa membacanya di buku saya yang berjudul Quantum Life Transformation atau The Miracle of MindBody Medicine.
Di artikel yang lalu saya telah mengulas mengenai sugesti langsung (direct suggestion) dan sugesti tidak langsung (indirect suggestion). Dalam artikel ini saya akan menjelaskan beberapa hal tentang sugesti yang saya pelajari dari beberapa literatur penting yang khusus membahas topik ini. Tujuan penulisan artikel ini adalah sebagai sumbangan pemikiran untuk memperkaya pengetahuan dan memperluas wasasan kita bersama.
Definisi Sugesti
Apakah sugesti itu? Ada banyak definisi yang diberikan oleh para pakar. Masing-masing praktisi hipnosis / hipnoterapi tentunya juga punya definisinya sendiri. Saya yakin Anda pasti juga punya definisi sendiri. Berikut ini saya ajukan dua definisi sugesti.
Pertama, definisi sugesti dari sudut pandangan populer atau kamus. Sugesti adalah pengaruh yang halus, hampir tidak kentara, yang dialami seseorang tanpa ia sadari, di mana sumber pengaruh ini berasal dari orang lain, yang mengakibatkan timbulnya respon dalam diri orang ini tanpa ia menyadari sumber atau asal pengaruh (sugesti) dan seringkali juga tanpa menyadari kejadiannya.
Definisi yang lebih teknis menyatakan bahwa sugesti adalah komunikasi bermakna yang secara sengaja, terstruktur, dan sistematis dilakukan oleh seseorang, bisa disebut sebagai hipnotis, suggestor, operator, hipnoterapis, terhadap orang lain, yang disebut sebagai subjek, klien, atau suggestee, dengan tujuan membangkitkan respon secara sukarela di pihak subjek, yang mana respon ini tidak akan timbul tanpa adanya sugesti.
Sugesti Ditinjau dari Efek di Pikiran dan Respon
Bila dilihat dari proses pemberian sugesti hingga sugesti dijalankan maka kita mengenal dua proses. Proses pertama adalah afferent yaitu masuknya sugesti ke pikiran seseorang, dimengerti, dan diterima oleh pikiran bawah sadarnya. Setelah diterima maka sugesti ini dijalankan dalam bentuk respon tertentu. Ini disebut dengan efferent.
Sugesti Ditinjau dari Kepatuhan dan Ketelitian Pelaksanaan
Ditinjau dari aspek kepatuhan dan ketelitian pelaksanaan sugesti maka kita juga mengenal dua jenis sugesti. Pertama, sugesti yang bersifat immediate, yaitu sugesti yang menghasilkan respon tindakan yang sepenuhnya sejalan dengan instruksi yang diberikan. Contohnya bila operator mensugestikan subjek mengambil buku maka subjek mengambil buku.
Kedua, sugesti yang bersifat mediate. Dalam hal ini klien menjalankan instruksi yang diberikan namun tidak sepenuhnya sama dengan yang disugestikan. Contohnya bila operator mensugestikan subjek untuk mengambil buku dan subjek ternyata “memutuskan” mengambil pensil. Subjek tetap menjalankan sugesti “mengambil sesuatu” namun tidak persis sama seperti yang disugestikan oleh operator.
Jenis Sugesti
Bila ditinjau dari pelaku, waktu, kondisi pikiran saat sugesti diberikan, struktur kalimat, dan efeknya maka kita mengenal beberapa jenis sugesti berikut:
- Autosuggestion: Sugesti yang dilakukan oleh seseorang kepada dirinya sendiri.
- Heterosuggestion: Sugesti yang diberikan seseorang kepada orang lain.
- Hypnotic Suggestion: Sebuah sugesti yang diberikan saat subjek berada di dalam kondisi hiposis.
- Posthypnotic Suggestion: Sugesti yang diberikan kepada subjek di dalam kondisi hipnosis dan dijalankan saat subjek sudah keluar dari kondisi hipnosis.
- Prehypnotic Suggestion: Sugesti non-hipnotik yang diberikan sebelum induksi.
- Direct Suggestion: Sugesti yang bersifat langsung, eksplisit, apa adanya, dan dengan jelas menyatakan efek yang akan terjadi atau diharapkan terjadi.
- Indirect Suggestion: Sugesti yang bersifat tidak langsung, implisit, dan mengisyarakat apa yang akan terjadi atau diharapkan terjadi.
- Non-therapeutic Suggestion: Sugesti yang tidak memberikan efek terapeutik.
-Therapeutik Suggestion: Sugesti yang memberikan efek terapeutik.
Elemen Sugesti
Yang dimaksud dengan elemen adalah berupa teknik, prosedur, dan berbagai hal lain secara langsung maupun tidak berpengaruh dalam membuat suatu sugesti efektif.
Mendapatkan Perhatian Subjek
Hipnotis/hipnoterapis umumnya mendapatkan perhatian subjek dengan berkata, “Perhatikan sungguh-sungguh apa yang saya katakan………” , “Dengarkan kata-kata saya… hanya kata-kata saya….”
Goal
Operator harus mempunyai goal atau tujuan spesifik dan jelas dalam pikirannya. Semakin sederhana goal-nya semakin baik. Terutama bila operator memberi sugesti kepada subjek dengan tingkat sugestibilitas yang tidak terlalu tinggi. Sangat tidak dianjurkan bila operator memberi beberapa sugesti yang berbeda sekaligus terutama pada subjek dengan tingkat sugestibilitas yang rendah atau menengah.
Variety (Keragaman)
Seringkali operator tidak tahu sugesti seperti apa yang akan memberikan hasil seperti yang diharapkan. Untuk itu operator perlu cerdas dan kreatif dalam memberikan sugesti yang beragam namun dengan tujuan mencapai goal yang sama. Dengan demikian yang terjadi sebenarnya adalah efek compunding dari sugesti yang “berbeda” namun sebenarnya punya tujuan yang sama.
Preferensi Modalitas Sensori
Operator juga perlu memperhatikan modalitas utama subjek. Penggunaan kata atau kalimat dengan menekankan pada modalitas, bila tidak sejalan dengan modalitas utama subjek, tidak akan memberikan pengaruh maksimal seperti yang diharapkan. Solusinya adalah dengan menggunakan modalitas yang berbeda secara bergantian. Misalnya, “Rasakan tangan anda mulai bergerak…. lihat dalam pikiran anda, tangan anda semakin mendekat dan mendekat….” atau “Sambil anda membayangkan tangan anda bergerak, anda juga dapat merasakan gerakannya ……..”
Feedback dan Ratification
Seringkali subjek tidak menyadari respon mereka terhadap sugesti yang diberikan oleh operator. Untuk memperkuat efek sugesti, meningkatkan respon, maka operator dapat memberitahu subjek apa yang sedang subjek alami. Konfirmasi ini menjadi sugesti lanjutan dan merupakan umpan balik pada subjek. Contohnya: “Tangan anda bergerak....” atau “Napas anda sekarang semakin lambat…...”
Linking
Di sini operator menghubungkan beberapa sugesti atau respon yang berbeda. Misalnya: Mata anda telah menjadi begitu lelah, anda mengalami kesulitan untuk tetap membuka mata anda. Atau kita dapat menghubungkan dua respon yang berbeda: “Saat tangan Anda turun, anda menjadi semakin rileks….”
Leading
Dalam hal ini operator tidak melaporkan respon yang subjek tujukkan atau alami namun sebaliknya justru memberikan prediksi apa yang akan tejadi berikutnya. Prediksi ini berlaku sebagai sugesti yang akan dijalankan oleh subjek. Operator perlu cermat untuk hanya menyampaikan prediksi yang besar kemungkinannya terjadi. Misalnya, setelah operator memberi sugesti bahwa mata subjek semakin berat, mulai berkedip, ia menambahkan, “… dan mata anda semakin berkedip…. semakin sering berkedip…..”
Pada contoh di atas yang terjadi, selain leading, adalah umpan balik tidak langsung (indirect feedback) dan menghubungkan secara tidak langsung (indirect linking). Pada kebanyakan kasus, leading, linking, dan feedback saling berpadanan dan menguatkan.
Tracking dan Guidance (T&G)
Untuk bisa mencapai goal atau tujuan yang diharapkan operator tidak hanya sekali memberikan sugesti namun ia bertindak seperti pilot yang mengarahkan pesawat (baca: pikiran subjek) melalui proses navigasi secara berkesinambungan yang melibatkan feedback, leading, dan linking hingga tercapai hasil yang diinginkan.
Utilization
Utilization, dalam konteks ini, adalah memperlakukan repson subjek, yang sebenarnya terjadi bukan karena sugesti, pada saat sugesti diberikan, seolah-olah adalah bagian dari respon yang diharapkan. Erickson mendefiniskan “utilization” sebagai penerimaan terhadap perilaku apa saja yang “ditawarkan”, lebih tepatnya dihasilkan oleh subjek dan menggunakannya untuk mencapai hasil yang diinginkan.
Chunking dan Compounding
Seringkali untuk mencapai tujuan akhir yang “besar” operator memberikan sugesti secara bertahap. Setiap sugesti yang dijalankan oleh subjek merupakan langkah yang membawa subjek semakin dekat dengan tujuan akhir. Sugesti-sugesti “kecil” ini bersifat compunding.
Graded Suggestions
Elmen Elemen ini dengan yang di Chunking dan Compounding namun berbeda. Graded Suggestion diawali dengan memberikan sugesti yang sangat mudah dijalankan, dan setelah dijalankan, operator memberikan sugesti baru yang semakin lama semakin sulit.
Repetitions
Repetisi di sini tidak berarti pengulangan kata atau kalimat yang sama dengan susunan yang sama. Setiap kata atau kalimat dapat digunakan sejauh mereka masih dalam tema yang sama dan bertujuan mencapai hasil yang sama.
Double Binds
Ini adalah prosedur di mana sebuah sugesti menghubungkan hasil yang diinginkan dengan salah satu pilihan dari dua hal yang relevan namun bukan berupa efek atau hasil dari sugesti yang diberikan. Prosedur ini dikenalkan oleh Milton Erickson (yang kemudian salah dikenali oleh Jay Haley sebagai double-bind), sebagai cara untuk mengatasi resistensi. Contohnya adalah seorang klien diminta memilih salah satu dari dua kursi yang tersedia sebagai kursi yang akan ia duduki saat dihipnosis oleh operator.
The Passive Set
Dalam prosedur ini operator mengeluarkan komponen “Anda” dari konteks “yang sedang terjadi”. Subjek, dalam hal ini, bersifat pasif dan semua responnya terjadi secara otomatis tanpa peran sertanya secara sadar. Hal ini dicapai dengan operator mengubah kalimat “Anda mengangkat tangan Anda…..” dengan “Tangan Anda bergerak naik……”, atau “Sekarang Anda merasa lebih tenang…..“ dengan “Perasaan nyaman sekarang menyelimuti diri Anda.”
Menyusun Sugesti
Pengetahuan yang telah diuraikan di atas tentu sangat bermanfaat untuk menyusun sugesti yang efektif. Untuk bisa menyusun sugesti yang efektif operator perlu mengikuti aturan baku.
Total ada dua belas aturan. Aturan yang umum diketahui dan digunakan oleh para hipnotis atau hipnoterapis antara lain:
1.Sugesti menggunakan kata “Saya……”
2.Menggunakan kalimat atau kata yang positif.
3.Menggunakan kalimat sekarang
4.Spesifik
5.Ada deadline
Di kesempatan yang akan datang saya akan jelaskan tujuh aturan lain yang sangat penting dalam penyusunan sugesti.
“Aduh kasihan ya si Budi. Tadi malam masih sehat. Pagi ini bangun tidur lumpuh karena kena stroke” ujar Anto.
“Tapi yang aneh, barusan saya dapat kabar dari istrinya, Budi sudah di-MRI dan CT Scan. Kata dokter hasil scanning-nya bagus. Tidak ada yang bermasalah dengan otak atau saraf Budi. Dokter menyimpulkan Budi tidak kena stroke” jelas Mia.
“Kalau bukan stroke lalu kena apa ya dia? Tubuhnya lemah sekali dan lumpuh, tidak bisa digerakkan” tanya Anto penasaran.
Pembaca, pernahkah anda mendengar perbincangan serupa dengan yang saya tulis di atas? Atau anda sendiri pernah mengalaminya. Hasil pemeriksaan medis menyatakan tubuh fisik anda sehat namun anda (merasa) sakit. Inilah yang disebut dengan penyakit psikosomatis.
Secara khusus saya membahas hal ini di buku saya yang segera terbit di penghujung bulan Juni, The Miracle of MindBody Medicine: How to Use Your Mind for Better Health. Hasil riset yang kami lakukan di Adi W. Gunawan Institute of Mind Technology menemukan bahwa ada 15 (lima belas) faktor yang dapat menyebabkan seseorang mengalami penyakit psikosomatis.
Salah satunya adalah mimpi. Anda mungkin bertanya, “Lho, kok bisa mimpi membuat orang sakit?” Untuk mendapat jawabannya anda perlu membaca keseluruhan artikel ini. Sebelum menjelaskan mengenai Hypnotic Dream Restructuring Technique saya akan jelaskan sekilas mengenai mimpi.
Ada dua jenis tidur yaitu tidur REM (rapid eye movement) dan tidur non-REM (non-rapid eye movement). Masing-masing dengan karakteristik yang berbeda pada aspek fisik, saraf, dan psikologis. American Academy of Sleep Medicine (AASM) selanjutnya membagi NREM menjadi tiga tahap yaitu N1, N2, dan N3. N3 disebut dengan tidur delta (delta sleep) atau slow-wave sleep (SWS).
Tidur REM pada manusia dewasa meliputi 20-25% dari total waktu tidur. Mimpi yang biasanya kita ingat, setelah bangun tidur, adalah mimpi yang terjadi di tahap ini. Literatur mengenai mimpi pada umumnya menyatakan bahwa mimpi tidak terjadi di tahap tidur non-REM.
Namun riset yang dilakukan Rechstaffen, Verdone, dan Wheaton, dan juga riset oleh Foulkes menyatakan pada saat tidur non-REM ada muncul banyak bentuk pikiran.
Pengkajian mendalam terhadap berbagai laporan yang dipublikasi sejak tahun 1956, yang berasal dari berbagai laboratorium yang khusus meneliti mengenai mimpi, sampai pada satu kesimpulan bahwa mimpi mempunyai dua komponen:
1.Aliran bentuk pikiran yang normal.
2.Bentuk-bentuk pikiran yang intens.
Mimpi yang kita ingat, saat bangun tidur, adalah komponen pertama yaitu aliran bentuk pikiran yang normal. Bentuk pikiran ini tidak mengganggu atau menimbulkan masalah. Namun lain halnya dengan bentuk pikiran yang intens.
Bentuk pikiran intens yang muncul saat fase tidur non-REM sulit atau tidak dapat diingat namun berpengaruh sangat kuat baik terhadap pikiran maupun tubuh kita, setelah kita bangun tidur.
Mengapa bentuk-bentuk pikiran yang intens berpengaruh sangat kuat pada diri kita?
Hal ini dapat terjadi karena pola gelombang otak saat fase tidur non-REM, khususnya pada tahap tiga dan empat, yang diukur di laboratorium mimpi, serupa dengan pola gelombang otak saat seseorang dalam kondisi hipnosis yang dalam (deep trance / profound somnambulism). Dengan demikian bentuk pikiran yang muncul pada fase ini berlaku seperti sugesti pascahipnosis yang diberikan saat seseorang dalam kondisi hipnosis yang dalam.
Klien dengan masalah emosi atau fisik sering merasa bahwa sesuatu terjadi di malam sebelumnya. Mereka hanya mampu mengingat sebagian kecil mimpi yang menurut mereka tidak penting. Namun hasil penggalian mendalam di pikiran bawah sadar menemukan bahwa gangguan emosi atau fisik mulai terjadi setelah munculnya bentuk pikiran yang intens yang justru tidak mereka ingat.
Walaupun bentuk pikiran intens tidak dapat diingat namun dengan menggunakan teknik uncovering khusus bentuk pikiran ini dapat diakses dan diingat kembali sehingga dapat diproses. Begitu bentuk pikiran ini berhasil diproses maka pengaruhnya hilang dengan sendirinya dan klien sembuh.
Hypnotic Dream Restructuring Technique
Hingga saat ini kami telah berhasil mengembangkan dan menyempurnakan dua jenis teknik memproses mimpi. Teknik pertama adalah untuk identifikasi dan menemukan mimpi (bentuk-bentuk pikiran yang intens) yang menimbulkan masalah pada diri klien dan dilanjutkan teknik restrukturisasi yang bertujuan menetralisir kekuatan dan pengaruh mimpi.
Teknik ini membutuhkan kedalaman hipnosis yang spesifik yang dikombinasikan dengan teknik uncovering khusus seperti projective techniques, projection into the future, somato-auto response, retrograde dan chronological search, untuk menemukan bentuk-bentuk pikiran yang intens.
Teknik kedua, menggabungkan antara kondisi hipnosis dan teknik Gestalt yang dikembangkan Frederick “Fritz” Perls, digunakan bila klien dapat mengingat mimpi atau mengalami mimpi berulang dalam kurun waktu tertentu di mana mimpi ini selalu dalam satu pola atau tema tertentu.
Untuk memproses mimpi jenis ini lebih mudah karena klien dapat mengingat dengan jelas mimpinya. Walau dibilang mudah namun sebenarnya teknik kedua ini, dari pengalaman kami, bisa berkembang dan melibatkan banyak teknik lainnya seperti Affect Bridge, Ego Personality Therapy, rescripting, dan juga forgiveness. Mimpi adalah salah satu dari lima cara yang digunakan pikiran bawah sadar untuk berkomunikasi dengan pikiran sadar.
Ada yang mengalami mimpi berulang selama beberapa hari. Ada yang mengalami mimpi yang sama atau dengan tema yang sama selama beberapa minggu atau bulan. Salah seorang rekan saya bahkan mengalami mimpi yang sama atau serupa selama hampir dua puluh tahun.
Informasi yang disampaikan oleh pikiran bawah sadar dalam bentuk mimpi merupakan manifestasi dari salah satu sifat pikiran bawah sadar, yang kami temukan dari hasil riset, yaitu pikiran bawah sadar sangat menyadari pentingnya resolusi trauma namun ia bukan problem solver.
Dengan memberitahu adanya masalah melalui mimpi, pikiran bawah sadar berharap kita tanggap dan merespon dengan mencari tahu apa makna dari mimpi atau pesan itu dan segera menyelesaikan apapun masalah yang tersimpan di pikiran bawah sadar.
Artikel ini terinspirasi dari kejadian saat saya melakukan live therapy di kelas Scientific EEG & Clinical Hypnotherapy di Adi W. Gunawan Institute of Mind Technology di minggu kedua.
Seorang wanita hadir di tengah kami sebagai klien untuk sesi hipnoterapi. Sudah menjadi bagian dari program pelatihan Scientific EEG & Clinical Hypnotherapy selama ini bahwa di minggu kedua saya pasti melakukan live therapy minimal pada 2 (dua) klien yang berasal dari luar peserta. Hal ini bertujuan agar para peserta pelatihan dapat melihat secara langsung bagaimana saya melakukan sesi terapi di ruang praktik saya. Ini juga untuk menunjukkan bagaimana menggunakan berbagai pengetahuan, pemahaman, teori pikiran, dan teknik intervensi klinis yang telah diajarkan dalam praktik sesungguhnya.
Klien, sebut saja Wati, datang pagi hari sekitar pukul 10.00. Sebelum bertemu kami di kelas Wati diminta untuk mengisi intake form. Setelah semuanya siap Wati diminta masuk ke dalam ruang pelatihan. Di dalam ruang ini sudah tersedia satu kursi terapi, persis sama seperti yang saya gunakan di ruang terapi, dan ditempatkan di bagian depan ruang.
Saya mempersilahkan Wati duduk sambil berkenalan. Seperti biasa saya selalu menanyakan apakah klien merasa nyaman bila diterapi sambil disaksikan oleh para peserta pelatihan saya. Wati menjawab bahwa ia merasa nyaman.
Berdasar isian intake form saya tahu bahwa Wati ingin mengatasi rasa tidak percaya dirinya. Saya mulai melakukan wawancara untuk menggali lebih banyak data mengenai diri Wati antara lain kapan terakhir kali ia merasa tidak percaya diri, dengan siapa saja bila ia berbicara perasaan ini muncul, dalam situasi apa saja atau di mana perasaan ini muncul, mulai kapan ia merasakan perasaan tidak percaya diri, dst..dst.
Saat sedang serius bertanya pada Wati saya mulai melihat raut wajahnya berubah. Matanya mulai merah dan berair. Saya tahu, dari pengalaman menangani klien, ada sesuatu yang lebih besar atau lebih penting yang ingin disampaikan oleh pikiran bawah sadar Wati pada saya.
Dan benar, semakin Wati menceritakan hal-hal yang berhubungan dengan perasaan tidak percaya diri, semakin wajahnya berubah dan ia mulai menangis. Saat tangisannya semakin hebat saya minta Wati untuk menutup mata dan bertanya, “Apa yang anda rasakan?”, Wati menjawab, “Saya merasa kesepian."
Nah, benar kan. Emosi yang muncul ternyata bukan perasaan tidak percaya diri tapi kesepian. Apa yang harus dilakukan? Saya langsung memproses perasaan kesepian ini. Dengan menggunakan teknik affect bridge saya melakukan regresi untuk mencari akar masalah atau saat pertama kali ia merasakan perasaan kesepian dalam hidupnya.
Regresi pertama membawa Wati mundur ke usia 6 tahun. Saat itu ia di rumah dan tidak ada seorangpun di rumah menemaninya. Ia merasa kesepian. Saat saya cek ternyata ini bukan ISE (Initial Sensitizing Event) tapi SSE (Subsequent Sensitizing Event).
Kembali saya melakukan affect bridge. Kali ini terjadi hal yang aneh. Walau sebenarnya saya tahu karena pernah membaca mengenai hal ini namun selama ini saya belum pernah mengalami kejadian ini.
Apa yang terjadi?
Saat saya melakukan regresi yang kedua, secara teori dan logika untuk bisa menemukan ISE, Wati harusnya mundur ke usia yang lebih muda. Namun kali ini regresi tidak bekerja seperti yang seharusnya. Wati bukannya mundur (regres) ke usia di bawah 6 tahun malah melompat maju (progres) ke usia saat SMP. Dengan demikian saya tahu bahwa regresi ini tidak berjalan seperti yang seharusnya.
Segera saya kembalikan Wati ke usia 6 tahun dan dari sini saya kembali melakukan affect bridge. Dan kembali Wati mengalami progresi. Dari usia 6 tahun ia melompat maju ke masa SMA.
Dua kali gagal melakukan regresi mengharuskan saya segera berpikir cepat untuk bisa mengatasi kondisi ini. Apa yang saya lakukan?
Dengan cepat saya mengganti teknik. Kalau tadinya saya menggunakan regresi dengan affect bridge, dan ini tidak berhasil, kali ini saya menggunakan Ego Personality Therapy (EPT). Kebetulan saya juga telah mengajarkan EPT pada peserta pelatihan. Dengan demikian ini adalah kesempatan emas untuk menunjukkan bagaimana menggunakan EPT dalam terapi riil.
Dengan menggunakan EPT saya berhasil melakukan regresi ke awal mula munculnya perasaan kesepian ini. Dan dari sini saya memproses Ego Personality yang mengalami kesepian. Ada banyak hal yang dilakukan dalam proses ini. Singkat cerita terapi berhasil diselesaikan dengan sangat baik.
Begitu selesai, peserta bertepuk tangan dan merasa sangat bahagia dengan perubahan yang dialami oleh Wati. Apa yang terjadi? Wajah Wati tampak jauh lebih ceria, inner beauty-nya keluar dan terpancar dengan kuat, ia tampak sangat lega, dan raut wajah yang tadinya, sebelum terapi, tampak kusam kini tampak berbinar-binar.
Setelah Wati meninggalkan ruang pelatihan saya membahas apa yang terjadi dengan peserta pelatihan.
Jadi, apakah yang sebenarnya terjadi pada Wati?
Fenomena yang terjadi pada Wati dalam dunia hipnoterapi dikenal dengan screen memory. Screen memory adalah satu memori yang berfungsi sebagai tembok penghambat agar seseorang tidak dapat mengakses memori di usia tertentu. Ini adalah satu bentuk defense mechanism yang dipasang oleh pikiran bawah sadar. Dalam hal ini screen memory Wati ada di usia 6 tahun.
Screen memory bertujuan untuk melindungi seseorang agar tidak dapat mengakses memori tertentu dengan muatan emosi yang sangat intens. Dari pengalaman praktik selama ini, dan juga dari pengalaman alumni QHI, kami jarang bertemu dengan kasus seperti yang dialami Wati.
Apakah screen memory ini bisa ditembus?
Sudah tentu bisa. Namun karena saya tidak mengajarkan teknik ini di kelas Scientific EEG & Clinical Hypnotherapy 100 jam, dan hanya diajarkan di level advanced, terpaksa saya tidak boleh menggunakannya. Bila saya sudah mengajarkan teknik untuk menembus screen memory maka saya akan lanjut dengan teknik ini dan menemukan ISE dengan menembus screen memory. Teknik ini juga dapat digunakan untuk menembus amnesia yang dilakukan pikiran bawah sadar.
Apakah ada kemungkinan lain, selain screen memory, yang membuat Wati bukannya mengalami regresi tapi justru progresi?
Ada beberapa kemungkinan seorang klien tidak bisa mengalami regresi seperti yang diarahkan terapis. Kemungkinan ini antara lain:
• emosi klien kurang intens: bisa disebabkan oleh teknik yang kurang pas dan bisa juga karena emosi klien memang sudah terkuras banyak sebelum terapis memutuskan melakukan affect bridge.
• klien tidak mengerti instruksi terapis.
• terapis tidak memastikan bahwa klien benar-benar terhubung dengan emosinya.
• terapis kurang asertif dalam mengarahkan regresi.
• klien merasa takut. Dalam proses terapi ini saya memang belum sempat menjelaskan hal-hal yang harus diketahui klien dan untuk mengkondisikan pikirannya menjalani proses terapi. Saya putuskan untuk langsung melakukan terapi karena saat klien menangis ia telah masuk kondisi deep trance (emotionally induced induction).
Setiap terapi adalah hal yang unik, sangat individual, dan apa saja bisa terjadi. Itu sebabnya sebagai trainer saya selalu mengajarkan dasar teori pikiran secara lengkap dan menyeluruh baru setelah itu mengajarkan sangat banyak teknik intervensi klinis. Baik yang dulu saya pelajari dari berbagai buku dan trainer saya maupun yang dikembangkan atau diciptakan oleh Advanced Research & Development Team di Adi W. Gunawan Institute of Mind Technology.
Saya juga pernah bertemu dengan kasus di mana terapi tidak bisa berjalan seperti yang diharapkan saat saya menggunakan teknik Ego Personality Therapy. Walau sudah lebih dari 30 menit saya menggunakan segala pengetahuan dan kreativitas dengan teknik Ego Personality Therapy namun pikiran bawah sadar klien “ngambek” dan tidak bersedia bekerjasama.
Terpaksa saya harus mengganti teknik lain. Baru setelah menggunakan teknik lain saya berhasil mencapai hasil seperti yang diinginkan oleh klien saya. Cukup riskan bila kita sebagai hipnoterapis hanya menguasai satu atau dua teknik terapi.
Mempelajari dan mempraktikkan hipnoterapi klinis untuk membantu sesama mengatasi masalah yang berhubungan dengan pikiran dan emosi dan untuk meningkatkan kualitas hidup menjadi lebih baik adalah profesi yang sangat mulia. Hipnoterapis klinis (clinical hypnotherapist) sama dengan para praktisi dan profesional healing art lainnya seperti konselor, psikolog, psikiater, dan dokter harus bersikap dan bertindak profesional sesuai standar dan etika profesi.
Langkah awal menjadi seorang hipnoterapis klinis yang profesional dimulai dengan mengikuti pendidikan dan sertifikasi hipnoterapis klinis di lembaga yang mengajarkan hipnoterapi klinis sesuai dengan standar mutu, kurikulum, dan proses pendidikan yang baik.
Banyak orang kecewa dan frustrasi karena setelah “belajar” tidak mampu mempraktikkan hipnoterapi klinis seperti yang mereka harapkan dalam membantu sesama. Kendala yang umumnya dialami oleh mayoritas “hipnoterapis” ini antara lain:
• Tidak percaya diri dalam mempraktikkan hipnoterapi.
• Tidak berani mempraktikkan hipnoterapi.
• Selesai pelatihan malah tambah bingung.
• Mampu praktik namun hasilnya tidak maksimal atau gagal membantu klien.
• Kadang berhasil namun lebih sering gagal.
• Hasil terapi tidak permanen atau klien kambuh.
• Untuk kasus yang ringan, bisa. Kasus yang berat, tidak bisa.
Mengapa semua ini bisa terjadi?
Jawabannya adalah kembali pada kualitas pendidikan yang dijalani seseorang dalam rangka menjadi hipnoterapis klinis. Dan ini sangat ditentukan oleh kualitas lembaga tempat ia belajar dan trainer yang mengajar.
Mengapa dua hal ini penting?
Setiap lembaga yang mengajar hipnoterapi klinis mempunyai kurikulum dan proses pendidikan yang berbeda. Ini semua bergantung pada trainer yang mendirikan lembaga ini. Hal-hal yang harus benar-benar diperhatikan saat memilih lembaga tempat belajar hipnoterapi klinis adalah:
•Sudah berapa lama lembaga ini berdiri?
Lama atau baru berdiri bukan hal yang utama. Yang penting adalah kurikulum, lama waktu belajar, latar belakang trainer, pengalaman trainer, dan dukungan setelah selesai pendidikan dalam bentuk coaching dan mentoring.
Dan akan lebih bijaksana bila Anda meneliti dan memutuskan memilih lembaga tempat Anda akan belajar hipnoterapi klinis dengan hati-hati dan cermat. Lembaga yang telah lama berdiri tentu harus memiliki rekam jejak (track record) yang baik. Jangan sampai setelah Anda belajar di satu lembaga tidak lama kemudian lembaganya tutup karena sepi peminat.
Selain itu anda juga perlu meneliti apakah lembaga ini berdiri sendiri atau berafiliasi ke lembaga mana di luar negeri? Bila ya, Anda juga perlu meneliti lembaga afiliasi yang di luar negeri. Anda dapat melakukan penelitian melalui internet.
Di Indonesia hingga saat ini belum ada regulasi yang secara khusus mengatur pendidikan dan sertifikasi hipnoterapis sehingga siapa saja bisa mengajar hipnoterapi.
•Dukungan apa yang diberikan seusai pendidikan?
Ini sangat penting. Saat dalam proses pendidikan trainer tidak mungkin bisa menjelaskan atau mengajarkan penanganan semua jenis kasus. Selesai pendidikan dan saat mulai praktik sebagai hipnoterapis klinis Anda pasti menjumpai kasus-kasus unik yang tidak dijelaskan di dalam kelas. Untuk ini Anda membutuhkan bantuan dan bimbingan trainer dalam bentuk coaching dan mentoring berkelanjutan. Tanpa coaching dan mentoring Anda akan sulit berkembang dan menjadi seorang hipnoterapis klinis yang benar-benar cakap, kompeten, dan profesional.
•Apa kurikulum atau materi yang diajarkan?
Saat ini ada sangat banyak lembaga yang mengajarkan hipnoterapi. Untuk itu Anda perlu benar-benar jeli dalam meneliti apa saja yang diajarkan di lembaga tempat Anda belajar. Sebagai calon peserta pelatihan Anda harus dan berhak mengajukan pertanyaan sedetil-detilnya meliputi antara lain:
- Berapa porsi teori dan praktik?
- Apa teori pikiran yang diajarkan?
- Hipnoterapi yang diajarkan apakah berbasis suggestive therapy ataukah hypno-analysis?
•Teknik intervensi klinis apa yang diajarkan?
- Apa saja kasus yang pernah ditangani dengan teknik yang diajarkan?
- Berapa sesi dibutuhkan untuk menangani satu kasus?
- Berapa tingkat keberhasilannya?
•Berapa lama proses pendidikan berlangsung?
Lama pendidikan sangat menentukan jumlah dan penguasaan materi yang diajarkan. Sesuai standar internasional lama pendidikan menjadi hipnoterapis adalah minimal 100 (seratus) jam tatap muka di kelas atau setara dengan 2 semester kuliah. Ini tidak termasuk waktu yang dibutuhkan untuk melakukan tugas yang diberikan trainer seperti membaca buku, menonton video, atau latihan praktik.
Standar di atas adalah minimal. Ada lembaga yang mensyaratkan untuk menjadi hipnoterapis minimal harus menempuh pendidikan selama 200 (dua ratus) jam dan hipnoterapis klinis selama 300 (tiga ratus) jam tatap muka di kelas.
•Apakah pendidikan ditempuh dengan pembelajaran di kelas / tatap muka, on-line atau dengan menonton video?
Belajar hipnoterapi klinis tidak bisa dilakukan on-line dan atau dengan menonton video, harus dalam format pertemuan tatap muka di kelas. Jadi, jangan tergiur dengan tawaran atau iming-iming sertifikasi melalui pembelajaran on-line atau pembelajaran jarak jauh dengan menonton video. Bisa anda bayangkan bagaimana kualitas lulusan lembaga yang mengajarkan akupuntur atau pijat refleksi secara on-line atau menonton video. Anda memang pasti mendapat sertifikat, bila belajar on-line, namun tidak punya kecakapan atau keterampilan yang dibutuhkan untuk menjadi hipnoterapis klinis yang cakap, kompeten, andal, dan profesional. Dan sudah tentu bila Anda berada dalam posisi sebagai klien maka Anda pasti tidak akan bersedia diterapi oleh hipnoterapis yang belajar dan mendapat sertifikat melalui pembelajaran on-line atau menonton video.
Nanti, bila telah menguasai basic dengan baik maka Anda dapat meneruskan pembelajaran (continuing education) secara on-line. Di tahap awal Anda harus belajar di kelas dan dibimbing oleh pengajar yang berpengalaman.
•Siapa pengajarnya?
Keberhasilan anda sebagai hipnoterapis klinis juga sangat ditentukan oleh siapa yang mengajar Anda. Untuk itu Anda perlu cermat dan hati-hati memilih kepada siapa Anda akan belajar hipnoterapi klinis. Beberapa pertanyaan yang perlu anda pikirkan dan tanyakan untuk dapat memilih pengajar yang baik antara lain:
- Siapa pengajar di lembaga ini?
- Apa latar belakangnya?
- Di mana ia belajar hipnoterapi?
- Berapa lama masa pendidikannya dan di lembaga mana?
- Apakah pelatihannya dengan sistem tatap muka atau on-line?
- Siapa gurunya?
- Sudah berapa lama ia lulus pendidikan?
- Apakah ia aktif berpraktik sebagai hipnoterapis klinis?
- Kalau ya sudah berapa lama?
- Apa saja kasus yang telah ia tangani, berapa tingkat keberhasilannya?
- Sertifikasi apa saja yang ia miliki, selain sertifikasi hipnoterapi? Dari lembaga mana?
- Berapa lama setelah selesai pendidikan dan sertifikasi sebagai hipnoterapis ia mulai mengajar? Hal ini sangat penting karena Anda tentunya tidak ingin diajar oleh pengajar yang tidak berpengalaman yang hanya menguasai teori dan dengan pengalaman dan jam terbang yang minim.
- Apakah ia ada menulis buku? Kalau ada, cari bukunya dan baca. Hal ini untuk membantu Anda lebih mengenal calon pengajar Anda.
- Apakah ia punya website? Kalau ya, kunjungi dan baca apa yang ada di website-nya, terutama artikel-artikel yang ditulisnya. Ini untuk membantu Anda mendapatkan gambaran yang lebih lengkap mengenai calon pengajar atau trainer Anda.
- Apakah ada live therapy yang dilakukan di kelas semasa pelatihan? Kalau ya, berapa live therapy yang dilakukan dan klien yang diterapi apakah berasal dari peserta ataukah dari luar? Bila klien berasal dari luar peserta maka tingkat kesulitan yang dihadapi oleh pengajar Anda akan jauh lebih tinggi. Dengan demikian saat ia melakukan live therapy Anda dapat melihat kecakapan, kompetensi, dan kemampuannya dalam penanganan kasus riil dan bagaimana ia mempraktikkan semua yang ia ajarkan pada Anda dalam menangani kasus riil. Dan yang juga sangat penting adalah bagaimana hasil live therapy ini?
Mengapa Anda perlu serius mempertimbangkan belajar hipnoterapi klinis di Adi W. Gunawan Institute of Mind Technology?
Adi W. Gunawan Institute of Mind Technology (d/h Quantum Hypnosis Indonesia, didirikan 2008) adalah lembaga pendidikan dan sertifikasi hipnoterapis klinis profesional yang didirikan oleh Adi W. Gunawan, pakar, praktisi, dan pengajar hipnoterapi klinis yang dikenal sebagai Indonesia Leading Expert in Mind Technology.
Adi adalah sosok pembelajar sejati yang unik. Pendidikan formal telah ia tempuh hingga ke jenjang Doktor (S3). Sedangkan pengalaman dan kepakaran Adi di bidang mind technology ia raih setelah melalui perjalanan pembelajaran yang sangat panjang, intensif, dan ekstensif. Adi belajar mind technology ke para pakar terbaik di bidang mind technology baik di Indonesia maupun di luar negeri:
|
Thn |
Program |
Institusi |
Trainer |
Negara |
|
2012 |
Clinical Hypnotherapy |
Hypnotherapy Training Institute (HTI) |
Randal Churchill |
Amerika |
|
2011 |
Graphology Graphotherapy & Graphocybernetics Doodle Therapy |
Authentic Learning School Indonesia (ALESI) |
Sapta Dwikardana |
Indonesia |
|
2010 |
Professional Course in Neurofeedback |
EEG Institute |
Sue & Sigfried Othmer |
Amerika |
|
2010 |
Master Class in Clinical Hypnotherapy |
Hypnotism Training Institute |
Gil Boyne |
Amerika |
|
2009 |
Scientific & Clinical Hypnotherapy |
Hypnosis Foundation |
Tom Silver |
Amerika |
|
2009 |
EEG Scientific Hypnotherapy |
Brainwave Foundation |
Tom Silver |
Amerika |
|
2009 |
The Awakened Mind |
The Anna Wise Center |
Anna Wise |
Amerika |
|
2007 |
Abhidhamma |
|
Rm. Pandit Kaharudin |
Indonesia |
|
2005 |
Brainwave 1 |
The Alphalearning Institute |
Sean Adam |
Swiss |
|
2005 |
Hypnotherapy |
Hypnotherapy Training Institute |
Marleen Mulder |
Amerika |
|
2005 |
Hypnotherapy |
Indonesia Board of Hypnotherapy |
Yan Nurindra |
Indonesia |
|
2004 |
Hypnosis |
Indonesia Board of Hypnotherapy |
Yan Nurindra |
Indonesia |
|
2002 |
Transformational Thinking |
Transformational Thinking Inc |
Bill Gould |
Amerika |
|
2002 |
Accelerated Learning |
The Accelerated Learning Institute & Training Center |
Tom Madden |
Amerika |
|
1994 |
Silva Method |
Theta Institute |
Lasmono Dyar |
Indonesia |
Satu keunikan Adi adalah ia, berdasar pengetahuan dan pengalamannya melakukan terapi kepada sangat banyak klien, telah mengembangkan teori pikiran bawah sadar yang ia gunakan sebagai dasar untuk mencipta Quantum Hypnotheraputic Protocol (QHP). QHP adalah protokol terapi yang Adi gunakan dalam menangani klien dengan beragam kasus dengan tingkat keberhasilan yang sangat tinggi. Adi juga telah mengembangkan teknik induksi khusus yang telah terbukti mampu membawa klien tipe apa saja masuk ke kondisi deep trance (profound somnambulism) dan lebih dalam lagi dengan tingkat keberhasilan di atas 99%.
Selain itu, Adi bersama tim Advanced Research and Development yang ia bentuk telah mengkaji, menyempurnakan, dan mencipta banyak teknik intervensi klinis baru untuk menangani berbagai kasus klinis dengan sangat efektif.
Semua dedikasi dan kerja keras Adi bersama segenap hipnoterapis alumni pelatihannya akhirnya membuahkan hasil yang luar biasa.
Bulan April 2012 Adi, sebagai pribadi, dan Adi W. Gunawan Institute of Mind Technology mendapatkan 3 (tiga) penghargaan dan pengakuan internasional dari American Council of Hypnotist Examiners (ACHE), Amerika.
ACHE adalah lembaga akreditasi pertama di Amerika, dan bahkan di dunia, yang memberikan penilaian atau akreditasi pada lembaga yang mengajarkan hipnoterapi. ACHE didirikan oleh legenda hipnoterapi dunia, Gil Boyne, dan juga Randal Churchill. ACHE juga adalah lembaga pertama di Amerika yang mendapat pengakuan dari pemerintah federal Amerika untuk melakukan akreditasi terhadap standar mutu, kurikulum, dan pelatihan yang diselenggarakan oleh suatu lembaga hipnoterapi.
ACHE melakukan akreditasi dengan standar yang sangat tinggi dan sangat ketat. Sangat jarang ada lembaga yang berhasil mendapatkan akreditasinya karena salah satu syaratnya adalah lama pendidikan harus minimal 200 (dua ratus) jam tatap muka di kelas.
Pengakuan dan penghargaan ACHE kepada Adi dan Adi W. Gunawan Institute of Mind Technology:
1. Adi W. Gunawan Institute of Mind Technology adalah satu-satunya lembaga hipnoterapi di Indonesia yang diterima dan diakui sebagai Approved Hypnotism School oleh ACHE, Amerika.
Untuk bisa mendapatkan sertifikasi dan pengakuan sebagai Approved School dari ACHE bukahlah hal yang mudah. Prosesnya cukup panjang dan rumit. Pertama, mereka akan cek sekolah atau lembaga ini sudah berapa lama berdiri. Kedua, siapa trainernya dan latar belakang pendidikan hipnoterapinya, belajarnya di mana, kapan, berapa lama/jam, siapa trainernya, mana bukti sertifikatnya, dll, . Ketiga, kurikulum yang diajarkan di lembaga ini apakah sejalan dengan yang disetujui oleh ACHE.
Salah satu syarat yang harus dipenuhi untuk menjadi Approved School yaitu harus menyerahkan kurikulum yang diajarkan dan harus dalam format lama belajar minimal 200 (dua) ratus jam tatap muka di kelas. Kurikulum ini mereka pelajari dengan saksama dan diberi penilaian.
Dengan mendapatkan sertifikasi sebagai Approved School berarti kurikulum hipnoterapi klinis yang diajarkan di Adi W. Gunawan Institute of Mind Technology diakui minimal sama dengan standar kurikulum yang ditetapkan ACHE dan dengan demikian apa yan
Buku The Miracle of MindBody Medicine ini sangat perlu dibaca oleh semua orang khususnya para praktisi kesehatan karena berisi pengetahuan tentang pikiran dan tubuh yang begitu luas dan lengkap serta cara penyembuhannya.
Bapak Adi W. Gunawan memberikan kita penjelasan yang sangat logis dan detail, bagaimana pikiran yang berproses di dalam tubuh sangat mempengaruhi kualitas kesehatan dan hidup kita. Beliau memaparkan dari sudut ilmu pengetahuan modern tentang proses berpikir dengan sangat lugas. Riset-riset ilmu pengetahuan modern telah membuktikan bahwa pikiran sangat mempengaruhi tubuh dan demikian pula tubuh dapat mempengaruhi pikiran.
Selain menuliskan pengetahuannya ke dalam buku ini, Bapak Adi W. Gunawan juga adalah seorang praktisi andal dan cakap yang telah menerapkan pengetahuan yang Beliau tulis dengan berpraktek sebagai terapis dan instruktur yang sangat sukses.
Saya sangat salut kepada Beliau karena kecerdasan dan kerja kerasnya. Saya percaya buku ini pasti memberikan banyak manfaat bagi para pembaca.
Semoga Semua Hidup Berbahagia.
~Merta Ada
Guru Meditasi Kesehatan Bali Usada
www.baliusada.com
Satu buku lagi yang ditulis oleh Bapak Adi W. Gunawan, seorang pakar yang sangat konsisten dalam bidang "Mind Technology". Isi buku ini memberikan penjelasan yang begitu lengkap dan mudah dimengerti tentang bagaimana faktor psikis berpengaruh begitu kuat terhadap fisik dalam menimbulkan gangguan psikosomatis.
Menurut saya sebagai praktisi kedokteran, pemahaman isi buku ini berikut contoh-contoh penanganan berbagai kasus sangat relevan dengan kenyataan sehari-hari dalam menghadapi banyak kasus psikosomatis. Ternyata tidak cukup hanya dengan mengobati gejala-gejalanya saja, namun lebih jauh lagi harus menyelesaikan akar masalah yang tertanam di pikiran bawah sadar.
~ dr. Luis Thomas Jioe, Sonologist
Dokter dan Hipnoterapis.
Sebagai seorang Dokter sekaligus Hipnoterapis, saya menemukan isi buku ini sangat bermanfaat bagi profesi saya. Daftar buku referensinya sangat akurat. Bapak Adi W. Gunawan memang patut diberikan acungan jempol. Sebagai pakar yang sangat andal dan kompeten di bidang Mind Technology Beliau telah berhasil membuat terobosan baru dalam mengenalkan ilmu pikiran dan bagaimana menangani penyakit psikosomatis dengan hipnoterapi.
Buku ini sangat tepat dimiliki oleh siapa saja yang peduli dengan kesehatan yang komprehensif. Isi buku ini sangat mudah dipahami dan dimengerti karena rangkaian kata yang lugas dan bersahaja. Saya memberikan apresiasi yang sangat tinggi dan mendalam atas terbitnya buku ini, yang akan membawa pembaharuan dalam dunia kedokteran dan hipnoterapi klinis. Salam sukses untuk Bapak Adi W Gunawan.
~Dr. Mian Dameria Pasaribu, SpPK, C.Ht ( Konsultan laboratorium ).