The only hypnotherapy school in Indonesia approved by American Council of Hypnotist Examiners (ACHE), USA

Artikel


Trance Logic

23 November 2012

Manusia punya tiga jenis pikiran, sadar, bawah sadar, dan nirsadar. Setiap pikiran memiliki fungsi, sifat, dan karakter yang berbeda. Ada banyak artikel yang ditulis oleh para pakar hipnoterapi mengenai hal ini. Dalam artikel ini saya akan mengulas salah satu karakteristik pikiran bawah sadar yang hanya bisa muncul saat seseorang dalam kondisi deep trance (somnambulisme) yaitu trance logic.

Dalam percakapan sehari-hari bila kita mendengar kata “logika” maka yang dimaksud adalah logika dari pikiran sadar atau conscious logic. Sangat jarang, atau hampir tidak pernah ada, dalam diskusi mengenai logika, sejauh yang saya ketahui, membahas logika pikiran bawah sadar atau trance logic.

Conscious logic dan trance logic bekerja dengan hukum yang berbeda. Sesuatu yang logis menurut conscious logic belum tentu logis menurut trance logic. Demikian pula sebaliknya.

Misalnya, menurut conscious logic satu tambah satu sama dengan dua. Menurut trance logic, belum tentu. Menurut trance logic satu tambah satu bisa sama dengan lima.

Jadi, apa itu trance logic?

Istilah trance logic pertama kali digunakan oleh Orne (1959). Trance logic adalah karakteristik penting dalam deep psychology yang hanya bisa muncul atau diakses saat subjek/klien berada dalam kondisi deep trance.

Trance logic adalah kemampuan seseorang, dalam kondisi hipnosis yang dalam, menoleransi, dan tanpa merasa terganggu, keberadaan dua atau lebih persepsi atau ide yang secara logika sadar tidak konsisten.

Fenomena dalam trance logic biasanya melibatkan dua persepsi: satu persepsi yang dipengaruhi sugesti yang diberikan dalam kondisi hipnosis dan satu lagi persepsi yang murni berdasar input sensori. Dengan kata lain dengan trance logic kita dapat mencampur atau menggabungkan dengan bebas persepsi yang berasal dari realita dan imajinasi (realita hasil sugesti)

Contohnya, subjek dihipnosis dan disugesti bahwa ia melihat seseorang, misal A. Setelah subjek ”melihat” A, yang sebenarnya adalah objek halusinasi visual positif, A yang asli diminta berdiri di depan subjek. Dalam hal ini subjek akan melaporkan ada dua A yang persis sama berdiri di depannya dan bisa menerima inkonsistensi ini.

Bisa juga terjadi double hallucination di mana subjek disugesti tidak melihat orang di sekitarnya (halusinasi visual negatif) dan melihat seseorang, yang sebenarnya tidak ada (halusinasi visual positif).

Trance logic, bila dipahami dengan benar, akan sangat bermanfaat dalam proses terapi. Misalnya saat diregresi klien berhadapan dengan orang yang menyakitinya. Klien yang kecil, misal berusia lima tahun, tidak berani melawan karena merasa dirinya kecil. Ia tidak berani mengutarakan pendapat dan perasaannya. Klien merasa lemah dan tidak berdaya.

Terapis bisa mensugestikan tubuh klien menjadi besar, semakin besar, dan tubuh pelaku yang menyakiti klien menjadi semakin kecil dan kecil, hingga akhirnya klien  dengan tubuh yang besar berhadapan dengan pelaku dengan tubuh yang kecil. Dari sini timbul keberanian dalam diri klien kecil untuk menghadapi si pelaku.

Dalam kondisi sadar normal hal ini sudah tentu ditolak logika pikiran sadar Logika pikiran sadar menolak realita tubuh seseorang bisa membesar atau mengecil. Namun karena ini semua terjadi di kondisi deep trance, yang mana logika yang aktif saat itu adalah trance logic, maka hal ini bisa diterima sebagai satu hal yang wajar, benar, dan masuk akal.

Trance logic juga sangat efektif digunakan untuk melakukan rewriting history. Misalnya klien dewasa yang takut bicara di depan umum ternyata akar masalahnya bersumber dari kejadian waktu di SD kelas 1. Saat itu ia diminta menyanyi di depan kelas ia tidak bisa menyanyi atau tersendat-sendat karena lupa syair lagu sehingga ditertawakan teman-temannya. Sudah tentu pengalaman ini membekas di hatinya dan terbawa sampai dewasa.

Setelah melalui proses terapi dengan menggunakan teknik khusus, terapis dapat membantu klien dengan melakukan rewriting history. Dalam hal ini klien kecil, SD kelas 1, diminta membuat persiapan matang dengan menghapalkan lagu yang akan ia nyanyikan di depan kelas. Setelah lagu ini dikuasai dengan baik, klien diminta bernyanyi di depan kelas dengan lancar dan mendapat tepuk tangan dari rekan-rekannya.

Penerimaan inkonsistensi realita oleh trance logic berbeda dengan inkonsistensi perilaku di mana seseorang, yang katanya cinta damai, melakukan aksi protes menggunakan kekerasan demi mencipta kedamaian.

Trance logic yang sangat besar manfaatnya dalam proses hipnoterapi misalnya untuk restrukturisasi kejadian traumatik, dan atau rekonstruksi memori dan pengalaman sehingga mampu memberdayakan klien secara luar biasa sayangnya hanya bisa diakses saat seseorang berada di kedalaman somnambulisme atau deep trance. 

Baca Selengkapnya

Rahasia Kaya, Sehat, dan Bahagia

19 November 2012

Hari Sabtu, 17 November 2012, mulai jam 14.00 – 18.00, di Gedung Gramex Surabaya telah berlangsung seminar umum Rahasia Kaya, Sehat, dan Bahagia. Seminar ini sangat istimewa karena selain jumlah pesertanya mencapai 1.000 orang lebih, acara ini juga bertujuan sangat mulia yaitu murni untuk edukasi dan pemberdayaan masyarakat.

Acara yang diselenggarakan oleh Vihara Dhammadippa Surabaya ini menjadi semakin istimewa karena yang berada di atas panggung adalah tiga pribadi unik. Narasumber pertama, YM. Uttamo Mahathera, kedua, saya sendiri, dan ketiga, moderator yang luar biasa Bapak Ponijan Liaw, pembicara publik, pakar komunikasi, dan penulis 11 buku laris. Terakhir kali kami bertiga berbicara di panggung yang sama adalah tiga tahun lalu, juga di tempat yang sama.

Ada sangat banyak hal yang dibahas dalam seminar ini. Masing-masing narasumber mendapat kesempatan menyampaikan materi dan pemikirannya selama 30 menit dan dilanjutkan dengan tanya jawab intens selama hampir 3 jam.

Apa yang saya tulis di artikel ini adalah ringkasan atau intisari dari seminar ini dengan menggabungkan mulai materi saya, materi YM. Uttamo, jawaban pertanyaan-pertanyaan peserta seminar, dan komentar yang disampaikan moderator.

Semua orang ini hidup kaya, sehat, dan bahagia. Namun apakah rahasia untuk bisa mencapai kondisi yang sangat didamba ini? Sangat kuat keyakinan masyarakat awam bahwa pasti ada rahasia untuk bisa hidup kaya, sehat, dan bahagia. Keyakinan ini berangkat dari realita keseharian dan statistik yang menunjukkan bahwa orang yang kaya sangat sedikit. Sedangkan yang biasa-biasa, kalau tidak ingin dikatakan miskin, sangat banyak. Benarkah demikian?

Apa sebenarnya ukuran kaya? Apa syarat yang harus dipenuhi agar seseorang bisa disebut, diangap, digolongkan sebagai, atau merasa sebagai orang kaya?

Ukuran yang paling lazim digunakan adalah uang dan materi. Orang biasanya dikatakan kaya bila punya:

  • uang dalam jumlah tertentu (sudah tentu jumlah yang besar)
  • rumah besar dan mewah
  • mobil mahal
  • perusahaan atau usaha yang berkembang pesat
  • banyak lahan atau properti
  • dll

 

Apakah hanya ini syaratnya? Tentu tidak. Syarat kaya bergantung pada pola pikir dan budaya masyarakat setempat. Ada masyarakat yang menggunakan jumlah ternak sebagai ukuran kaya. Semakin banyak ternaknya berarti semakin kaya. Ada yang menggunakan jumlah pohon jati sebagai tolok ukur. Ada lagi yang menggunakan jumlah pohon kelapa sawit. Jadi, syarat kaya ini sangat beragam.

Namun apakah sebenarnya ukuran kaya? Apakah semua syarat di atas sudah benar dan boleh kita gunakan? Kalau untuk pertanyaan ini jawabannya sangat relatif. Semua berpulang pada pribadi masing-masing.

Kaya sebenarnya adalah suatu kondisi mental, bukan kondisi fisik, yang sangat subjektif. Setiap orang punya ukuran yang berbeda. Bagi pedagang sayur di pasar mendapat untung Rp. 1 juta per hari sudah sangat luar biasa. Sedangkan bagi konglomerat bila mendapat untung Rp. 1 juta per hari adalah malapetaka.

Jadi, apa sih sebenarnya ukuran kaya itu?

Kaya lebih ditentukan oleh perasaan cukup, titik. Saat seseorang merasa cukup terhadap jumlah sesuatu yang ia miliki maka ia adalah orang kaya. Sudah tentu ukuran cukup setiap orang berbeda karena ditentukan oleh belief dan value masing-masing. Dan dalam hal ini tidak ada yang benar atau salah. Cukup adalah cukup.

Masalah muncul bila kita tidak secara sadar menentukan berapa ukuran cukup bagi diri kita. Dalam banyak kasus yang saya temui seringkali orang secara tidak sadar menggunakan tolok ukur orang lain untuk menentukan cukup bagi dirinya. Ukuran yang tidak pas inilah yang menjadi penyebab banyak orang yang menderita karena selalu merasa kurang atau miskin.

Perasaan cukup dilandasi oleh kecerdasan dan keberanian menerima situasi, kondisi, dan kenyataan hidup saat ini. Saat kita merasa cukup maka sebenarnya kita telah kaya, untuk saat ini. Dengan modal mindset sebagai orang kaya di saat ini kita mengejar impian di masa depan untuk bisa mencapai ukuran cukup berikutnya yang tentu berbeda dengan cukup di saat sekarang.

Sekarang saya akan membahas mengenai sehat dan bahagia. Apakah faktor utama yang menentukan kebahagiaan seseorang?

Ada yang berkata bahwa uang adalah faktor utama penentu kebahagiaan. Ada lagi yang menyatakan pendidikan, pekerjaan, jabatan, dan IQ adalah penentu kebahagiaan.

Apakah benar seperti ini? Saya yakin Anda pasti pernah bertemu dengan orang yang berpendidikan tinggi yang bahagia dan juga tidak bahagia. Yang pendidikan rendah yang bahagia dan tidak bahagia juga ada. Yang jabatan tinggi dan rendah yang bahagia dan tidak bahagia juga ada. IQ tinggi atau rendah yang bahagia dan tidak bahagia juga ada.

Jadi, apa faktor utama yang mempengaruhi dan menentukan kebahagian seseorang?

Dari salah satu survei yang saya pernah baca dinyatakan ada lima faktor yang mempengaruhi kebahagiaan. Faktor pertama uang (money) hanya berpengaruh sebesar 5%. Faktor kedua kegiatan kreatif (creative activities) seperti membaca, menulis, menari, menonton film, jalan-jalan ke museum, dan bercerita hanya punya pengaruh sebesar 5%. Faktor berikutnya, prestasi (achievement), seperti berhasil mencapai target penjualan, lulus kuliah, mendapat promosi jabatan, menjadi pemenang dalam kontes tertentu, atau sejenisnya, hanya memberikan kontribusi sebesar 8% terhadap kebahagiaan. Faktor keempat, cinta (love), punya pengaruh 25% dan faktor kelima yang sangat besar pengaruhnya terhadap kebahagiaan adalah sikap mental (mental attitude) yaitu sebesar 57%.

Dua faktor terakhir, cinta dan sikap mental, bila digabung memberi kontribusi sangat besar yaitu 82%. Dari sini jelas sekali tampak bahwa kebahagiaan lebih ditentukan oleh faktor internal daripada eksternal.

Uang akan menjadi sumber dan penentu kebahagiaan bila seseorang berangkat dari kondisi yang sangat-sangat miskin. Saat uang dapat memenuhi kebutuhan dasar seperti makan, pakaian, dan tempat berteduh (rumah) maka orang ini akan merasakan kebahagiaan.

Namun jumlah uang tidak lagi berpengaruh signifikan dan tidak lagi menjadi faktor utama kebahagiaan saat seseorang naik ke jenjang pemenuhan kebutuhan yang lebih tinggi.

Salah satu sebab utama orang tidak bahagia, dan ini masuk dalam kategori sikap mental, adalah karena mereka baik secara sadar maupun tidak sadar menetapkan syarat yang cukup sulit untuk dipenuhi.

Untuk mengetahui syarat ini, ajukan pertanyaan, “Saya merasa bahagia jika ……..” Ini adalah rule atau aturan “bahagia”. Contoh aturan yang membuat orang sulit bahagia antara lain:

  • Saya bahagia bila sudah lulus kuliah
  • Saya bahagia bila sudah punya pasangan
  • Saya bahagia bila sudah kaya
  • Saya bahagia bila sudah dapat pekerjaan
  • Saya bahagia bila punya penghasilan per bulan Rp………..
  • dst……

 

Aturan ini akan menjadi belenggu mental yang sangat kuat bila syarat pemenuhannya sulit dicapai. Semakin sulit mencapai syaratnya, semakin sulit seseorang bahagia.

Sebab lainnya yang membuat orang sulit bahagia adalah karena pikirannya tidak tenang memikirkan hal-hal di masa depan yang masih belum pasti. Dalam hal ini pikiran "berlari" meninggalkan tubuh fisik di masa sekarang.

Yang perlu dilakukan adalah secara sadar untuk mensinkronkan "keberadaan" tubuh fisik dan pikiran sehingga berada di tempat dan waktu yang sama.  

Bagaimana dengan sehat?

Sehat meliputi dua aspek yaitu sehat mental/emosi dan fisik. Kedua aspek ini, mental/emosi dan fisik saling terhubung dan saling mempengaruhi. Sehat fisik mudah dilihat atau dirasakan karena parameternya juga jelas. Namun untuk bisa hidup sehat hingga lanjut usia, ini membutuhkan perencanaan mulai sekarang, meliputi pilihan gaya hidup, pola makan, level dan intensitas aktivitas fisik, dan istirahat.

Demikian pula kesehatan mental/emosi. Pikiran tenang, hati damai dan bahagia tidak terjadi dengan sendirinya. Butuh upaya sadar untuk bisa mengalami dan merasakan kondisi mental/emosi yang sehat ini. Dan ini semua kembali pada seberapa cerdas dan efektif seseorang menggunakan dan memberdayakan pikirannya.

Jadi, bagaimana bisa hidup kaya, sehat, dan bahagia?

Apapun yang kita alami dalam hidup adalah akibat dari suatu sebab yang spesifik. Tidak mungkin bisa ada akibat tanpa sebab. Tidak akan ada asap bila tidak ada api. Dan tidak akan ada tuaian tanpa menabur terlebih dahulu.

Untuk bisa menjalani dan mengalami hidup kaya, sehat, dan bahagia seseorang perlu melakukan melakukan perencanaan hidup yang seimbang dengan cara:

Menetap goal hidup secara sadar dan bijaksana di aspek kehidupan utama : spiritual, finansial, bisnis-karir, kesehatan, pengembangan diri, keluarga, sosial, dan materi.

  • Menetapkan strategi yang jelas dan terukur untuk mencapai goal
  • Tekad kuat dan yakin bisa mencapai goal
  • Syukuri apapun yang berhasil dicapai, sekecil apapun pencapaiannya
  • Lakukan evaluasi
  • Tambah kebajikan
Baca Selengkapnya

Hypnotic Age Regression: What, Why, and How?

14 November 2012

Hypnotic Age Regression terdiri atas tiga kata yaitu “hypnotic”, “age”, dan “regression”. Regression artinya mundur. Age artinya usia. Dan hypnotic berasal dari kata hypnosis. Jadi, Hypnotic Age Regression adalah proses membawa klien mundur menyusuri garis waktu, di dalam pikirannya, yang dilakukan dalam kondisi hipnosis (yang dalam).

Dari pengalaman praktik dan temuan tim Research and Development Adi W. Gunawan Institute of Mind Technology, saat melakukan regresi bisa terjadi beberapa kemungkinan situasi dengan kondisi kesadaran yang berbeda.

Kemungkinan pertama, klien hanya mengingat kejadian masa lalu. Jadi, ia tidak benar-benar “mundur”. Kedua, klien mundur namun ia melihat pengalaman masa lalu dalam bentuk film. Klien yang menyaksikan film adalah klien dengan usia sesuai dengan tahun ia teregresi.

Ketiga, klien mundur ke masa lalu, mengalami kejadian seperti saat terjadi di masa lalu, namun klien menceritakan pengalaman ini menggunakan kesadaran dewasa.

Keempat, klien mundur ke masa lalu, mengalami kejadian seperti saat terjadi di masa lalu, klien menceritakan pengalamannya menggunakan kesadarannya di usia tahun ia teregresi namun kesadaran dewasanya tetap aktif mengamati dan dapat melakukan intervensi.

Kelima, klien mundur ke masa lalu, mengalami kejadian seperti saat terjadi di masa lalu, klien menceritakan pengalamannya menggunakan kesadarannya di usia tahun ia teregresi dan sama sekali tidak ada kesadaran lain yang aktif. Dengan kata lain klien benar-benar total mundur ke usia regresi dan sama sekali tidak “punya” memori usia selanjutnya hingga masa sekarang.

Regresi tipe apa yang paling baik? Tidak ada yang paling baik. Semua baik bergantung kebutuhan. Sudah tentu jenis regresi untuk clinical hypnotherapy akan sangat berbeda dengan yang digunakan dalam forensic hypnosis.

Yang penting terapis benar-benar menyadari bahwa dalam melakukan regresi bisa terjadi salah satu dari lima kemungkinan di atas dan dapat dengan cerdas, kreatif, dan terampil mengubah jenis regresi sesuai kebutuhan, proses terapi, kondisi fisik dan mental klien, dan hasil yang ingin dicapai.

Ada sangat banyak teknik regresi dalam dunia hipnoterapi. Ada yang dilakukan dalam di kondisi light trance dan ada teknik yang hanya bisa dilakukan dalam kondisi deep trance.

Regresi yang dilakukan dalam kondisi light trance hanya akan menghasilkan hipermnesia yaitu klien hanya mengingat kejadian di masa lalu. Untuk regresi yang disertai revivifikasi mengharuskan kedalaman deep trance atau somnambulisme.

Dalam regresi dikenal jenis dan teknik. Ada tujuh jenis regresi. Tiga di antarnya directive regression (regresi yang diarahkan), nondirective regression (regresi tanpa diarahkan), spontaneous regression (regresi spontan).

Berikut ini adalah teknik regresi beserta penjelasan singkat untuk masing-masing regresi.

Regresi Usia : terapis membimbing klien mundur dengan usia klien saat ini sebagai titik awal dan mundur per satu tahun.

Regresi Dengan Kalender: terapis menghitung mundur berdasarkan tahun.

Regresi ke Kejadian Tertentu: terapis membimbing klien mundur ke satu masa atau kejadian yang spesifik.

Regresi dengan IMR: terapis menggunakan teknik Ideomotor Response untuk membawa klien mundur.

Regresi dengan Affect Bridge: terapis menggunakan perasaan klien sebagai jembatan untuk membimbing klien mundur ke masa lalu.

Regresi dengan Somatic Bridge: terapis menggunakan rasa sakit di fisik klien sebagai jembatan untuk membimbing klien mundur ke masa lalu.

Mesin Waktu: terapis meminta klien membayang menggunakan mesin waktu dan mundur ke masa lalu.

Terowongan Waktu: teknik ini mirip dengan teknik mesin waktu. Bedanya, terapis meminta klien membayangkan terowongan dan di ujung terowongan adalah waktu yang berbeda.

Lorong Waktu: terapis membimbing klien menyusuri lorong dan diujung lorong ada sebuah pintu yang akan membawa klien ke masa yang diinginkan.

Karpet Ajaib: klien diminta membayang naik karpet ajaib yang bisa terbang dan melayang menyusuri garis waktu menuju ke masa lalu.

Perahu Ajaib: klien membayangkan naik perahu berada di sebuah sungai. Arah ke hilir adalah masa depan dan ke hulu adalah masa lalu. Klien mengarahkan perahunya ke hulu dan berhenti di tahun yang diinginkan.

Buku Kehidupan: klien  membayangkan membuka buku kehidupannya di tengah buku, mewakili masa sekarang. Lembar di sebelah kiri adalah masa lalu dan lembar di sebelah kanan adalah masa depan. 

Jam Ajaib: klien membayangkan melihat sebuah jam dan di atas jam ada angka yang menunjukkan tahun. Klien fokus pada jarum jam yang bergerak mundur semakin lama semakin cepat dan angka di atasnya juga bergerak mundur. Klien berhenti di tahun yang diinginkan.

Kereta Api: klien naik kereta api dan setiap stasiun mewakili waktu tertentu.

Turun Tangga: klien turun tangga. Setiap anak tangga mewakili tahun dan klien berhenti di tahun yang diinginkan.

Turun Lift: klien masuk ke dalam lift dan berada di lantai sesuai dengan usianya. Klien menekan tombol lantai (usia) yang diinginkan dan lift akan berhenti di lantai ini.

Regresi Bertahap: klien diregresi ke satu momen yang mudah diingat, misalnya beberapa hari lalu. Setelah itu dilanjutkan dengan mundur lebih jauh ke masa lalunya.

Regresi Dengan Disorientasi: teknik ini dikembangkan oleh Milton Erickson. Klien dibuat bingung dan mengalami disorientasi waktu dan ruang. Baru setelah ini klien diregresi.

Baca Selengkapnya

Mengapa Kambuh?

24 Oktober 2012

Pengalaman sebagai hipnoterapis yang telah membantu klien sejak tahun 2005 memberikan saya sangat banyak pengalaman berharga dan pencerahan. Satu pertanyaan penting yang selalu muncul di benak saya adalah, “Mengapa klien kambuh atau relapse?”

Ada klien yang sudah sembuh namun beberapa minggu atau bulan kemudian kambuh. Saat kambuh kondisinya bisa sama seperti sebelumnya, bisa lebih ringan, dan ada juga yang justru lebih berat.

Jawaban umum yang kita dengar sebagai alasan klien kambuh adalah karena terapi  tidak tuntas. Selanjutnya bila dikejar dengan pertanyaan, “Apa yang dimaksud belum tuntas?”, jawabannya sangat beragam bergantung persepsi masing-masing.

Dalam artikel ini saya khusus mengulas, berdasar pengalaman klinis, mengapa klien kambuh dan apa saja yang perlu diperhatikan sehingga klien dapat sembuh dan tidak kambuh.

Sebelum saya membahas lebih jauh berikut saya sampaikan hal yang akan saya bahas dalam artikel ini yang menjadi alasan klien kambuh:

~ Tidak menemukan akar masalah (I.S.E.)
   - hipnoterapis tidak tahu caranya
   - hambatan dari pikiran sadar klien
   - hambatan dari pikiran bawah sadar klien
   - terapis menentukan ISE tanpa melakukan hipnoanalisis
   - terapis sengaja mengarahkan ISE ke Past Life
   - klien menentukan ISE
~ Terapi hanya menggunakan Direct Suggestion
~ Dianulir pikiran sadar klien
~ Dianulir pikiran bawah sadar klien
~ Dianulir sugesti dari figur dengan otoritas lebih tinggi
~ Tidak tuntas membersihkan emosi di ISE
~ Terapis salah dalam melakukan affect bridge
~ Simtom sama namun akar masalah berbeda
~ Aversion Therapy
~ Klien tidak mempertahankan perubahan positif yang telah dicapai
~ Terapi tidak tuntas karena klien dalam pengaruh obat
~ Tidak maksimal menggunakan Ego State Therapy

Tidak menemukan akar masalah (I.S.E.)

Setiap masalah pasti ada penyebab atau akar masalahnya. Tidak mungkin bisa ada asap tanpa ada api. Dalam hipnoterapi sangat penting untuk bisa menemukan akar masalah dan melakukan resolusi pada akar masalah.

Simtom masalah biasanya tidak serta merta timbul hanya setelah satu kejadian. Seringkali simtom muncul setelah klien mengalami serangkaian kejadian atau pengalaman yang mirip atau sama dengan nuansa emosi yang sama.

Pengalaman pertama yang membuat klien mulai peka dan menjadi landasan munculnya simtom disebut dengan Initial Sensitizing Event atau ISE. Sedangkan kejadian lanjutan, yang sama atau serupa, yang memperkuat emosi ISE disebut sebagai Subsequent Sensitizing Event (SSE).

Untuk menuntaskan masalah terapis, dengan teknik yang sesuai, harus bisa mencari dan menemukan ISE. Bila resolusi dilakukan hanya di SSE maka terapi tidak bisa tuntas dan simtom pasti akan muncul lagi.

Dari pengalaman saya selama ini ada beberapa kemungkinan terapis tidak berhasil menemukan ISE.

Hipnoterapis Tidak Tahu Caranya

Pertama, hipnoterapis tidak terlatih untuk melakukan pencarian ISE bukan karena ia tidak bersedia namun karena tidak tahu atau tidak menguasai tekniknya. Ketidakmampuan ini terjadi karena hipnoterapis memang tidak mendapat pelajaran atau teknik mencari dan menemukan ISE saat ia dalam pendidikan dan sertifikasi sebagai hipnoterapis.

Hambatan Dari Pikiran Sadar Klien

Seringkali terjadi, saat dalam kondisi deep trance, pikiran sadar klien melakukan intervensi dan tidak bersedia mengungkap data penting yang dibutuhkan untuk mengatasi masalah klien.

Berbeda dengan pandangan kebanyakan orang yang mengira klien menjadi tidak sadar saat deep trance, yang benar adalah saat dalam kondisi deep trance pikiran sadar klien tetap aktif, klien tetap sadar, dan ia dapat memutuskan untuk tidak memberi informasi tertentu dan bila perlu klien bisa berbohong pada terapis.

Hambatan ini biasanya terjadi karena rapport yang terjalin antara terapis dan klien kurang maksimal sehingga klien tidak percaya sepenuhnya pada terapis atau takut rahasianya terungkap.

Hambatan Dari Pikiran Bawah Sadar Klien

Resistensi bisa juga muncul dari pikiran bawah sadar klien. Resistensi ini biasanya dilakukan pikiran bawah sadar klien demi kebaikan klien. Ini sejalan dengan salah satu fungsi pikiran bawah sadar yaitu menjaga dan atau melindungi seseorang dari hal yang ia, pikiran bawah sadar, pikir, rasa, pandang, atau persepsikan bahaya atau merugikan.

Biasanya pikiran bawah sadar tidak bersedia mengungkap data ISE yang mengandung muatan emosi negatif yang sangat intens karena ia merasa bila ini dilakukan akan berakibat sangat buruk pada klien.

Terapis Menentukan ISE tanpa Melakukan Hipnoanalisis

Saya menemukan beberapa kejadian terapis menentukan ISE hanya berdasar data yang dikumpulkan saat sesi wawancara. Hal ini tentu seringkali tidak valid. Dari pengalaman saya selama ini seringkali apa yang disampaikan pikiran sadar sangat berbeda dengan data yang terungkap saat klien dalam kondisi deep trance.

Ada juga terapis yang menentukan ISE hanya berdasar analisis tulisan tangan. Argumentasi terapis ini yaitu tulisan tangan adalah salah satu bentuk ideomotor response. Saya setuju dengan pendapat ini. Benar, tulisan tangan adalah ideomotor response. Namun tulisan tangan, dari pengalaman saya pribadi, tidak bisa digunakan untuk menentukan ISE.  

Saya berani mengungkapkan hal ini karena saya juga mendalami graphology. Saat dalam sesi pelatihan saya bertanya kepada trainer saya, yang juga sahabat baik saya dan adalah trainer graphology terbaik di Indonesia dan juga seorang hipnoterapis andal, “Apakah mungkin mengetahui ISE hanya dengan analisa tulisan tangan?”

Beliau dengan hati-hati dan bijaksana menjawab, “Kita dapat mengetahui seseorang sedang ada masalah atau tidak dengan menganalisis tulisan tangannya. Namun untuk mengetahui secara tepat akar masalahnya tidak bisa dengan menggunakan cara ini. Kita harus melakukan hipnoanalisis.”

Ada juga yang menggunakan kartu Tarrot untuk menemukan akar masalah atau ISE. Apakah dengan cara ini bisa berhasil? Saya tidak bisa berkomentar karena tidak mengerti cara kerja kartu Tarrot dan tidak pernah mencoba cara ini. Yang saya sarankan kepada sesama hipnoterapis adalah pastikan cara atau teknik yang Anda gunakan telah benar-benar teruji secara klinis, didukung data yang akurat, dan dengan tingkat keberhasilan yang tinggi untuk menemukan ISE.

Untuk benar-benar bisa menemukan ISE terapis sebaiknya melakukan hipnoanalisis mendalam menggunakan teknik yang sesuai.

Terapis sengaja mengarahkan ISE ke Past Life

Ada beberapa hipnoterapis yang sangat antusias dan percaya bahwa akar dari hampir semua masalah berasal dari kehidupan lampau atau past life. Untuk itu, setiap klien yang mereka tangani selalu diarahkan dengan regresi ke kehidupan lampau. Dan seperti yang direncanakan klien “berhasil” menemukan akar masalahnya di kehidupan lampau. Klien merasa lega dan sembuh… sampai beberapa saat kemudian masalah yang sama muncul lagi.

Saya beberapa kali menangani klien seperti ini. Dari hasil hipnoanalisis diketahui akar masalahnya bukan dari kehidupan lampau tapi dari masa kecil di kehidupan sekarang. Dengan kata lain terapi sebelumnya tidak tuntas karena tidak menemukan akar masalah yang sesungguhnya.

Klien menentukan ISE

Walau jarang terjadi namun ini pernah dialami seorang rekan. Klien yang dalam posisi otoritas yang lebih tinggi dari terapis mendikte terapis untuk langsung memproses satu kejadian yang oleh klien dirasa atau diputuskan sebagai akar masalahnya. Hasilnya? Sudah tentu tidak maksimal.

Terapis, dalam situasi apapun, tidak boleh menerima “saran” klien mana yang ISE atau bukan. Masukan dari klien bisa menjadi catatan penting dalam proses terapi. Namun yang menentukan ISE adalah pikiran bawah sadar bukan pikiran sadar.

Terapi hanya menggunakan Direct Suggestion

Terapi yang hanya mengandalkan DS punya kekurangan. Pertama, seringkali klien “sembuh” karena simtom hilang. Hilangnya simtom belum tentu indikasi klien sembuh. Yang sering terjadi sugesti yang diberikan kepada klien sifatnya bukan menyelesaikan masalah namun hanya menekan simtom sehingga tidak muncul.

Analogi keadaan ini adalah sebagai berikut. Bayangkan ada sebuah tong penuh berisi air. Di atas tong ini ada sebuah bola voli penuh berisi udara. Anda berusaha “menghilangkan” bola voli ini dengan menekan bola masuk ke dalam air. Dari permukaan tampak bola sudah bilang. Namun yang sesungguhnya terjadi adalah bola “hilang” karena ditekan masuk ke dalam air. Saat Anda lelah dan tekanan berkurang atau hilang maka bola akan naik kembali ke permukaan.

Naiknya bola ini tidak hanya sekedar naik namun diiringi dengan kekuatan hebat mendesak ke atas dan bola bisa sampai melompat keluar dari permukaan air. Kondisi ini kami sebut dengan Bouncing Effect atau Efek Pembalikan. Dan biasanya saat simtom muncul kembali akan lebih parah dari sebelumnya. Ini yang sering terjadi pada perokok yang berhenti merokok karena hanya sekedar menggunakan DS atau will power. Mereka bisa berhenti merokok. Namun saat kambuh, mereka merokok jauh lebih banyak dari sebelumnya.

Hipnoterapis sering abai satu hal penting. DS yang diberikan sebenarnya adalah program yang bertujuan menghilangkan simtom. Kekuatan DS ini tentu harus jauh lebih besar dari kekuatan program yang memunculkan simtom. Kekuatan DS ditentukan beberapa faktor penting yaitu: level otoritas pemberi sugesti menurut persepsi klien, tingkat keyakinan dan rasa percaya diri si terapis, kedalaman hipnosis, motivasi dan pengharapan klien, tingkat kepercayaan klien pada terapis, intensitas emosi klien, dan repetisi.

Dianulir Pikiran Sadar Klien

Klien dapat kambuh bila hasil terapi dianulir oleh pikiran sadar klien. Ini biasanya terjadi pada klien yang kritis. Terapis bisa melakukan terapi dengan sangat baik. Namun bila selesai terapi pikiran sadar klien mulai bertanya-tanya, mulai ragu, atau merasa tidak berhasil masuk kondisi hipnosis maka ia akan mulai menganulir semua kerja terapis hingga akhirnya simtom muncul kembali.

Untuk mencegah hal ini maka terapis perlu melakukan edukasi klien saat masih dalam kondisi sadar normal khususnya saat wawancara.

Proses anulir juga bisa terjadi begitu klien dibawa keluar dari kondisi hipnosis setelah selesai terapi. Terapis pemula atau yang tidak berpengalaman akan mengira begitu klien buka mata atau dibimbing keluar maka klien sudah langsung kembali ke kesadaran normal.

Yang benar adalah saat baru keluar dari kondisi hipnosis, selama beberapa menit pertama klien belum keluar sepenuhnya. Saat itu ia masih dalam kondisi hypersuggestible. Terapis harus hati-hati berbicara dengan klien di momen ini agar jangan sampai menganulir hasil terapi.

Untuk mempersingkat kondisi hypersuggestible dapat menggunakan teknik khusus yang saya namakan instant emerging.

Dianulir Pikiran Bawah Sadar Klien

Proses terapi yang telah selesai dilakukan dan telah menunjukkan hasil positif sebaiknya diperkuat dengan memastikan tidak ada Bagian Diri klien lainnya yang menolak baik secara terbuka maupun diam-diam.

Menurut teori Ego Personality dalam diri manusia ada banyak Bagian Diri. Proses terapi dilakukan pada satu atau beberapa Bagian Diri. Setelah selesai terapi, sebelum membawa klien keluar, terapis dengan menggunakan teknik khusus harus bisa memastikan bahwa perubahan dan pencapaian positif ini diterima, disetujui, dan didukung oleh semua Bagian Diri. Bila sampai ada Bagian Diri lain yang menolak, dan ini tidak diketahui oleh terapis karena tidak dicek, maka besar kemungkinan klien akan kambuh.

Dianulir Sugesti dari Figur dengan Otoritas Lebih Tinggi

Hasil positif terapi juga dapat dianulir oleh seseorang yang dipandang oleh klien memiliki otoritas jauh di atas terapis yang melakukan terapi. Misalnya klien baru selesai terapi dan ia sebenarnya sudah sembuh. Namun saat bertemu dengan seseorang yang sangat ia hormati dan orang ini berkata bahwa apa yang klien lakukan dengan hipnoterapi adalah salah, hipnoterapi itu bohong, pseudo-science, hasilnya tidak efektif, atau menggunakan kuasa gelap maka pikiran bawah sadar klien menerima sugesti ini dan menganulir hasil terapi. Akibatnya klien kambuh.

Hipnoterapis yang cerdas sudah pasti mengantisipasi kemungkinan ini. Untuk itu ia perlu memberikan sugesti untuk mengunci perubahan positif yang telah dicapai sehingga semakin hari semakin kuat dan tahan “gempuran”.

Tidak tuntas membersihkan emosi di ISE

Setiap kejadian, apapun itu, sifatnya netral. Tidak ada yang baik maupun buruk. Baik atau buruk ditentukan oleh emosi yang muncul karena persepsi atau pemaknaan kita terhadap situasi atau kejadian itu.

Cara paling cepat dan mudah untuk menyelesaikan masalah adalah dengan menemukan dan menetralisir emosi yang melekat pada memori kejadian. Saat emosi berhasil dinetralisir maka klien akan tetap dapat mengingat kejadian itu, sebagai satu memori, namun ia sama sekali tidak terpengaruh. Dengan kata lain klien sembuh.

Masalah akan muncul bila terapis tidak tuntas menetralisir emosi yang muncul di kejadian yang mengganggu klien. Asumsi terapis pada umumnya di satu kejadian hanya muncul satu emosi. Misalnya klien dihina oleh seseorang. Klien merasa marah. Terapis berpengalaman akan menggali lebih dalam lagi untuk menemukan emosi-emosi lain yang mungkin dirasakan oleh klien. Terapis perlu proaktif bertanya.

Terapis Salah Dalam Melakukan Affect Bridge

Dalam melakukan regresi dengan affect bridge hipnoterapis menggunakan satu emosi spesifik untuk membawa klien mundur, menyusuri garis waktu dan rangkaian memorinya, untuk menemukan akar masalah (ISE).

Sangat jarang terjadi dalam satu kali regresi langsung ditemukan ISE. Biasanya untuk mencapai ISE klien akan mundur dan bertemu dengan beberapa SSE.

Ketidakakuratan regresi terjadi bila hipnoterapis tidak cermat mengamati affect atau emosi yang dirasakan klien. Misalnya emosi yang digunakan untuk regresi adalah marah. Saat mundur dan mencapai SSE bisa terjadi yang dirasakan klien adalah sedih. Kondisi ini tentunya akan membingungkan hipnoterapis mengingat emosi yang dirasakan di SSE tidak sejalan degan emosi awal yang digunakan untuk regresi.

Apakah ada yang salah dengan hal ini?

Tidak. Inilah emosi yang dirasakan klien dan hipnoterapis harus menghargainya. Regresi lanjutan dilakukan dengan menggunakan perasaan sedih untuk menemukan ISE. Bisa terjadi, walau tidak sering, saat di ISE ternyata emosi yang dirasakan klien berbeda dengan emosi awal saat regresi.

Hipnoterapis yang kurang berpengalaman dengan teknik affect bridge akan bersikeras “memaksa” klien mundur ke masa lalunya dengan menggunakan emosi awal, marah. Dan mengabaikan perasaan yang dimunculkan pikiran bawah sadar klien. Kondisi ini mengakibatkan regresi tidak akan mencapai ISE yang sebenarnya.

Simtom Sama namun Akar Masalah Berbeda

Ada juga klien yang “kambuh” namun setelah dicek ulang ternyata akar masalahnya berbeda. Bila ini yang terjadi maka klien tidak kambuh. Sebenarnya ia mengalami masalah baru namun dengan simtom yang sama.

Analoginya seperti ini. Saat sebuah tungku dari tanah liat berisi air, ditutup rapat, dan dipanasi terus menerus cepat atau lambat tekanan di dalam tungku akan meningkat sampai satu titik bila tekanan ini tidak dikeluarkan pasti akan terjadi ledakan hebat.

Untuk menghindari terjadinya kerusakan fatal maka dinding atau tutup tungku akan mengalami retak dan tekanan akan keluar dari celah ini. Uap yang keluar inilah simtom. Api yang membakar dasar tungku adalah emosi. Saat api padam maka klien sembuh.

Namun saat klien ada masalah lagi api tungkunya menyala dan kembali membakar tungkunya. Cepat atau lambat pasti akan terjadi uap keluar dari retakan yang sebelumnya telah terjadi. Keluarnya uap dari retakan yang sama memunculkan simtom yang sama seperti sebelumnya. Jadi, simtom sama namun akar masalah berbeda. Pikiran bawah sadar memilih simtom yang sudah ia kenal sebelumnya. Ini disebut dengan the path of least resistance.

Aversion Therapy

Aversion therapy adalah terapi dengan menggunakan ancaman. Misalnya seorang klien datang ke terapis untuk anger management. Klien ini mudah sekali marah dan ini cukup mengganggu hidupnya.

Bukannya melakukan edukasi pikiran bawah sadar atau mencari akar masalah, terapis memberikan sugesti baik dalam bentuk verbal maupun visual, saat klien dalam kondisi deep trance, hal-hal buruk yang bisa dialami klien bila ia terus mengulangi kebiasaan marahnya. Misal terapis mensugestikan klien akan gagal dalam usaha, kena penyakit jantung, tekanan darah tinggi, bisa meninggal, dan lain sebagainya.

Sugesti ini masuk ke pikiran bawah sadar klien dan sudah tentu akan dijalankan dengan baik karena ini semua demi kebaikan klien. Namun, dan ini yang luput dari pemikiran hipnoterapis, dalam perjalanan hidup klien bisa saja ia bertemu dengan seseorang yang pemarah, sukses bisnisnya, panjang usianya, dan tetap sehat.

Bila klien menemukan fakta seperti ini maka pikiran bawah sadarnya akan mulai berpikir ulang mengenai program yang dulu dimasukkan oleh terapis. Dan cepat atau lambat program ini akan dianulir dan klien kembali ke perilaku asal. Saat klien kembali ke perilaku sebelumnya biasanya akan lebih parah dari sebelumnya.

Dalam terapi, apapun alasannya, hindari penggunaan aversion therapy. Hipnoterapi tidak bertujuan membatasi hidup klien, membuatnya kehilangan kontrol hidup, namun justru membantu klien kembali menjadi pengendali hidupnya. Terapi yang baik memberdayakan klien melalui peningkatan kesadaran dan kebijaksanaan.

Klien tidak mempertahankan perubahan positif yang telah dicapai

Ini juga salah satu faktor yang membuat klien kambuh. Mindset kebanyakan klien adalah saat ia datang ke terapis maka terapislah yang bertanggung jawab membereskan masalahnya. Klien berpikir seolah-olah ia adalah mesin dan terapis adalah mekaniknya. Dan sekali sembuh maka selamanya pasti sembuh.

Mindset yang benar adalah klien perlu secara sadar mempertahankan dan memperkuat perubahan positif yang telah dicapai. Sama seperti orang yang sakit perut karena salah makan. Setelah sembuh, ia perlu selektif dan hati-hati dalam memilih makanan. Tidak boleh lagi sembarangan makan.

Contoh lain, bila misalnya seseorang sudah berhenti merokok maka ia perlu menjaga dirinya dan menghindari hal-hal yang bisa mendorong dirinya merokok lagi, misalnya berkumpul dengan rekan-rekan perokok. 

Terapi tidak tuntas karena Klien dalam pengaruh Obat

Ini sering terjadi pada klien yang minum obat penenang. Proses terapi menggunakan affect bridge membutuhkan emosi untuk mencapai akar masalah. Obat penenang membuat perasaan klien “tumpul” dan sulit merasakan emosinya.

Namun, bila hipnoterapis cukup sabar dan persisten biasanya emosi klien bisa muncul walau tidak terlalu intens. Saat emosi yang muncul ini diproses dan berhasil dihilangkan klien seolah-olah sudah sembuh. Yang terjadi adalah emosi yang diproses ini belum 100%. Bergantung pengaruh obat terhadap klien, emosi yang muncul bisa hanya 10%, 35%, 50%, namun pasti tidak pernah 100%.

Terapis perlu meminta klien untuk kembali untuk sesi lanjutan. Selain itu terapis juga perlu meminta klien untuk merasakan perubahan yang ia alami dan berkonsultasi dengan dokternya.

Bila tidak ada sesi lanjutan maka terapinya tidak tuntas. Selama masih minum obat klien terkesan sudah sembuh. Namun saat obat dihentikan simtom yang sama pasti akan muncul lagi akibat sisa emosi yang belum diproses.

Mengapa perlu konsultasi ke dokter?

Dari pengalaman kami menangani klien yang minum obat penenang, saat sebagian emosinya telah berhasil diproses, maka dosis obat yang sebelumnya pas untuk kondisi klien kini justru menjadi overdosis. Klien perlu berkonsultasi dengan dokter dengan harapan dokter akan menurunkan dosis obatnya. Hipnoterapis tidak boleh menyarankan klien untuk mengurangi dosis obat atau berhenti minum obat.

Terapis melanjutkan terapinya setelah dosis obat turun. Dengan turunnya dosis obat maka akan semakin banyak lagi emosi yang bisa muncul dan diproses. Demikian seterusnya sampai semua emosi berhasil diproses.

Tidak maksimal menggunakan teknik Ego State Therapy

Ego State Therapy adalah teknik terapi yang dilakukan dengan mengakses dan memproses Bagian Diri klien. Saat ini saya tidak lagi menggunakan istilah Ego State Therapy (EST) melainkan Ego Personality Therapy (EPT). Ego State adalah bagian atau komponen dari Ego Personality.

Namun, Ego State Therapy adalah istilah yang banyak digunakan dalam dunia hipnoterapi dan dalam uraian ini saya menggunakannya agar pembaca tidak bingung.

Teknik EST benar sangat efektif dalam membantu klien mengatasi masalahya. Namun teknik ini bukan panacea atau teknik yang bisa mengatasi semua masalah. Setiap teknik ada kelebihan dan keterbatasan.

Cara yang paling sering digunakan dalam EST adalah dengan memfasilitasi, mediasi, membujuk, mengedukasi, atau negosiasi dengan Bagian Diri yang membuat masalah sehingga bersedia berhenti membuat masalah dan mendukung klien.

Untuk melakukan hal ini hipnoterapis perlu cermat memastikan bahwa Ego State (ES) yang ia ajak bicara adalah benar ES yang membuat masalah. Seringkali yang muncul adalah ES yang lain.

Kesalahan lain yaitu terapis terlalu mudah percaya pada Ego State. Saat ES berkata ia bersedia mendukung klien atau memaafkan orang / pelaku yang telah menyakiti klien maka terapis terlalu cepat bergembira dan merasa telah berhasil menyelesaikan masalah klien. Terapis tidak melakukan uji hasil terapi untuk memastikan kebenaran pernyataan ES.

Yang seringkali terjadi adalah ES yang memegang emosi tertentu, yang mana emosi inilah yang membuat hidup klien susah, ternyata tidak bersedia memaafkan pelaku. Dalam hal ini ES berbohong pada terapis.

Pengalaman klinis saya mengantarkan saya pada satu pemahaman penting. ES tidak akan bersedia atau tidak bisa memaafkan dengan tulus atau mendukung klien selama emosi yang ia pegang belum dilepas. Jadi, hipnoterapis perlu menguasai teknik abreaction yang khusus dilakukan pada Ego State.

Baca Selengkapnya

Memahami Kompleksitas Masalah Anak

14 Oktober 2012

Pembaca, bayangkan Anda adalah orangtua dari seorang anak, Budi, usia 9 tahun, kelas 3 SD, dan anak Anda “bermasalah” di sekolah dan di rumah. Di sekolah, menurut laporan dari guru kelasnya, Budi tidak bisa konsentrasi. Kalau di kelas Budi suka bermain, bisa mainan pensil, penghapus, penggaris, tidak fokus mengikuti pelajaran, dan sering remedi. Saat maksud mengerjakan soal ujian Budi sering tidak mengerti maksud pertanyaan. Dan kalau menjawab biasanya lama sekali sehingga seringkali waktunya habis dan Budi baru mengerjakan sebagian dari keseluruhan pertanyaan.

Di rumah, Budi senangnya main game dan tidak mau belajar, tidak mandiri, tidak disiplin, dan tidak bisa mengatur waktu. Kalau main game, Budi bisa fokus lama. Kalau belajar, sebentar saja sudah bosan.

Sebagai orangtua Budi apa yang akan Anda lakukan untuk membantunya?

Tentu jawabannya bisa sangat beragam. Ada orangtua yang akan langsung bertindak keras pada Budi. Ada yang memberi Budi les pelajaran dengan guru privat. Ada yang konsultasi ke psikolog atau konselor.

Kisah yang saya ceritakan di artikel ini adalah kasus nyata yang saya tangani beberapa waktu lalu. Apa yang saya ceritakan dalam artikel ini adalah ringkasan dari sesi konsultasi orangtua Budi dengan saya selama hampir 2 jam.

Besar harapan saya Anda sebagai orangtua dapat memahami kondisi anak secara utuh, menyeluruh, dan dengan demikian dapat memberikan bimbingan dan solusi terbaik bagi putra-putri Anda yang mungkin mengalami masalah seperti Budi.

Sekarang mari kita bahas kemungkinan penyebab masalah Budi. Kita mulai dengan perilakunya di rumah.

Bila orangtua berharap Budi bisa disiplin, mandiri, pintar mengatur waktu maka kita perlu mencermati apa yang dilakukan di rumah. Orangtua seringkali berharap anak bisa disiplin dan mandiri dengan sendirinya. Yang benar adalah kedisiplinan dan kemandirian adalah hasil dari latihan dan pembiasaan. Tidak bisa bisa tumbuh dengan sendirinya. Anak yang tidak dibiasakan dan atau dilatih sudah tentu akan bertumbuh menjadi anak yang tidak disiplin dan mandiri.

Disiplin adalah perilaku berulang dan konsisten yang muncul sebagai hasil atau akibat dari pembiasaan atau pembiaran, yang berawal dari atau dengan melakukan hal-hal kecil. Ada dua jenis disiplin. Disiplin yang positif dan negatif. Disiplin positif misalnya disiplin meletakkan buku atau sepatu di tempatnya sepulang sekolah. Disiplin belajar dan mengerjakan tugas sekolah setiap hari. Disiplin bagun pagi dan ke sekolah tepat waktu. Disiplin menyiapkan buku sendiri. Disiplin menggosok gigi. Disiplin tidur tepat waktu. Disiplin mematikan lampu setelah keluar dari kamar mandi. Dan masih banyak disiplin positif lainnya. Sedangkan disiplin negatif adalah kebalikan dari semua disiplin positif. Saat anak dibiasakan hidup dengan pola konsisten maka ia akan disiplin. Kita mau anak bisa disiplin untuk disiplin dan bukan disiplin untuk tidak disiplin.

Konsistensi ini mutlak dibutuhkan anak karena ia membutuhkan “peta” untuk mengenali lingkungannya. “Peta” ini adalah gambaran mental dan pemahaman anak mengenai apa yang baik, apa yang buruk, apa yang boleh dan tidak boleh dilakukan, dan bagaimana bersikap dan berinteraksi dengan lingkungan sosial.

Dengan demikian disiplin positif adalah melakukan hal-hal yang baik secara konsisten. Disiplin negatif adalah melakukan hal-hal yang tidak baik secara konsisten. Kuncinya di sini adalah konsistensi. Kedisiplinan selanjutnya akan membangun kemandirian. Di sini peran orangtua sangat menentukan. Sudah tentu, baik atau tidak baik dalam hal ini sangat bergantung pada nilai-nilai hidup seseorang. Untuk anak, yang menentukan baik atau tidak baik adalah nilai hidup yang dipegang orangtua atau pengasuh utamanya.

Budi, dari hasil wawancara saya dengan orangtuanya, ternyata tidak dilatih dan terlatih untuk disiplin. Saya menyarankan orangtua membuat check list hal apa saja yang perlu diterapkan di rumah untuk membantu Budi membangun dan mengembangkan kebiasaan positif. Demikian pula penetapan jam belajar di rumah. Saya menyarankan agar orangtua Budi membuat kebijakan mulai jam 19.00 – 21.00 sebagai waktu belajar. Pada saat ini tidak boleh ada televisi atau game. Dan orangtua harus aktif mendampingi proses belajar Budi. Baru bila setelah semua tugasnya selesai dikerjakan Budi boleh nonton televisi atau main game. Interaksi ini sangat penting dalam proses membangun kedekatan emosi antara anak dan orangtua.

Kebijakan atau apa yang keluar dari mulut orangtua adalah aturan atau hukum yang berlaku di rumah. Hukum ini harus dihormati dan dijalankan dengan konsisten, berlaku bagi siapa saja. Selain hukumnya harus jelas, penegakkannya juga sangat penting.  

Seringkali orangtua melarang anak main game tapi tidak memberikan solusi apa yang harus dilakukan anak kalau tidak main game. Apakah boleh anak main game? Tentu sangat boleh. Gunakan game sebagai hadiah atau reward. Saat anak sudah selesai mengerjakan tugasnya, ijinkan anak main game. Orangtua perlu tahu game yang dimain oleh anak. Pastikan game ini bukan game yang ada unsur kekerasan seperti menembak, memukul, menusuk, menendang, membunuh, dan sejenisnya.

Hal lain yang sangat penting adalah kedua orangtua Budi perlu aktif mengisi tangki cinta Budi melalui interaksi bermakna. Hal ini sangat penting dilakukan karena dari pengalaman saya selama ini masalah anak, khususnya yang berhubungan dengan disiplin dan motivasi, seringkali bersumber dari tangki cinta anak kosong.

Cara paling baik untuk menumbuhkembangkan kedisiplinan dalam diri anak adalah dengan orangtua memberi contoh atau teladan. Orangtua lead by example. Saya sering mendengar orangtua mengeluh anak mereka tidak suka membaca. Setelah saya cek ternyata kedua orangtua ini juga tidak suka membaca.

Lalu bagaimana dengan masalah Budi di sekolah?

Saya sangat sedih dan prihatin karena guru dengan mudahnya memberi anak label “tidak bisa atau sulit konsentrasi”, ADD, ADHD, atau bahkan yang lebih parah lagi autis. Guru tidak dididik, dilatih, dan tidak boleh melakukan diagnosa. Yang bisa melakukan diagnosa adalah psikiater atau psikolog.

Saat seorang guru, yang adalah figur otoritas, memberi anak label “tidak bisa konsentrasi” maka label ini langsung masuk dan menancap kuat di pikiran bawah sadar anak. Dan yang berlaku adalah self fulfilling prophecy atau ramalan yang menjadi kenyataan. Label ini menjadi semakin kuat saat orangtua, yang juga adalah figur otoritas, mempercayai omongan guru dan juga melabel anak “tidak bisa konsentrasi”.

Apakah benar anak tidak bisa konsentrasi?

Belum tentu. Pertama, sebagai pengajar kita perlu jujur pada diri sendiri. Coba ajukan pertanyaan berikut ini, “Apakah cara mengajar saya menarik dan menyenangkan?” Kalau lebih berani lagi coba buat angket dan ajukan pertanyaan berikut pada murid sekelas, “Anak-anak, apakah kalian suka mengikuti pelajaran Bu/Pak Guru?”.

Kalau memang guru sudah merasa mengajar dengan baik, menarik, dan menyenangkan, dan ini diperkuat dengan umpan balik dari murid yang menyatakan hal yang sama maka yang bermasalah memang si murid, bukan guru.

Kalau memang cara guru mengajar tidak menarik dan menyenangkan maka yang perlu berubah adalah gurunya.

Hal lain yang perlu mendapat perhatian adalah mengenai gaya belajar anak. Ada tiga gaya belajar dominan yaitu visual, auditori, dan kinestetik. Anak yang biasanya “bermasalah” dalam belajar adalah anak kinestetik. Anak visual dan auditori bisa duduk nyaman mendengar guru mengajar. Anak kinestetik tidak bisa. Mereka punya kebutuhan gerak yang tinggi. Mereka belajar atau memasukakn informasi ke otak dengan bergerak, melakukan eksplorasi, manipulasi objek nyata. Kalau diminta duduk diam mereka akan sangat tersiksa dan sudah tentu tidak bisa konsentrasi pada pelajaran karena energi mental mereka habis hanya untuk menahan diri agar tidak bergerak.

Anak yang tidak bisa konsentrasi, bila hanya terjadi pada mata pelajaran tertentu, besar kemungkinan pernah mengalami pengalaman traumatik yang berhubungan dengan mata pelajaran itu. Untuk mengatasi hal ini maka perlu mendapat bantuan terapis. Dan dari pengalaman saya selama ini adalah mudah untuk membantu anak mengatasi hal ini. Syaratnya adalah dukungan penuh dari kedua orangtuanya.

Namun bila anak tidak suka pada semua mata pelajaran maka ini masalahnya berbeda. Yang perlu dicek adalah konsep diri anak. Juga kecakapan dasar yaitu calistung atau membaca, menulis, dan menghitung.

Anak yang tidak suka belajar biasanya karena mengalami kesulitan di aspek kecakapan dasar. Ini banyak saya jumpai pada klien anak yang mengalami rancu bahasa. Anak ini saat masih di PG/TK masuk sekolah berbasis bahasa asing, terutama Inggris dan Mandarin. Namun saat di SD anak masuk sekolah nasional. Bisa anda bayangkan kesulitan dan penderitaan anak saat ia harus belajar 12 mata pelajaran dengan bahasa Indonesia yang ia tidak / kurang mengerti.

Dan ini sungguh tidak masuk di akal sehat saya. Bagaimana mungkin anak orang Indonesia yang kondisi fisik dan mentalnya sehat, tinggal di Indonesia, tapi kesulitan berbahasa Indonesia? Ini adalah contoh anak yang menjadi korban ambisi orangtua yang tidak merencanakan pendidikan anak dengan baik. Bahkan ada seorang rekan yang dengan bangga berkata, “Pak Adi, anak saya ini kurang bisa bahasa Indonesia. Ini lagi saya leskan supaya nanti masuk SD bisa lancar bahasa Indonesia.” Saya hanya bisa geleng-geleng kepala sambil mengurut dada mendengar cerita ini.

Saran yang selalu saya berikan kepada para orangtua adalah untuk benar-benar membantu dan mengembangkan kemampuan berbahasa anak hanya dalam satu bahasa. Dalam hal ini adalah bahasa Indonesia. Bahasa asing (Inggris) dan aseng (Mandarin) hanya diberikan dalam bentuk stimulasi. Kalau bisa ya bagus… tidak bisa juga tidak apa-apa. Yang benar-benar penting dan harus dikuasai anak adalah bahasa ibu yaitu bahasa Indonesia.

Orangtua perlu berkomunikasi dengan anak menggunakan satu bahasa secara konsisten. Anak perlu sering-sering diajak bicara, bernyanyi, diskusi, dan dibacakan cerita sebelum tidur.

Aktivitas membacakan anak cerita pengantar tidur selain mempererat hubungan orangtua dan anak juga untuk menanamkan nilai-nilai positif dan menambah kosakata anak. Sudah tentu orangtua perlu hati-hati dan cermat memilih buku bacaan untuk anak. Tahukah anda, para orangtua, bahwa saat seseorang mau tidur ia masuk ke kondisi pikiran yang rileks dan sangat reseptif. Apa yang Anda sampaikan pada anak saat mau tidur ini, apalagi saat ia sudah sangat mengantuk, akan masuk dan langsung terekam dengan sangat kuat di pikiran bawah sadar anak.

Bagaimana dengan kecakapan berhitung?

Ini sangat penting untuk dikuasai. Anak SD kelas 1 dan 2 harus benar-benar cakap melakukan penjumlahan dan pengurangan maksimal hingga 9 + 9. Tidak perlu sampai ratusan atau ribuan. Dan ingat, untuk mengajar anak penjumlahan harus menggunakan benda konkrit.

Mengapa harus kuat di penjumlahan? Karena penjumlahan adalah dasar untuk perkalian. Perkalian adalah penjumlahan berulang.

Anak harus benar-benar menguasai tabel perkalian. Anak biasanya mengalami kesulitan menguasai perkalian karena hanya diminta menghapal tanpa bisa mendapat “feeling” dari setiap fakta yang ia hapal. Ada cara lebih mudah dan menyenangkan untuk membantu anak menguasai tabel perkalian. Sejauh ini ada dua buku yang saya rekomendasikan yaitu Cara Genius Menguasai Tabel Perkalian (AWG) dan Perkalian itu Asyik & Menyenangkan (Soesilowati).

Saat anak tidak menguasai dasar matematika dengan baik maka ia akan mengalami masalah besar saat naik kelas 4 SD dan seterusnya. Mengapa? Karena di kelas 4 SD terjadi lompatan kurikulum yang sangat drastis jika dibandingkan dengan kelas 3 SD. Apalagi kalau sampai kelas 5 dan 6 SD.

Orangtua yang konsultasi dan konseling ke saya sering berkata, “Jujur Pak Adi kami tidak tahu bahwa apa yang kami lakukan selama ini salah dan telah membentuk anak kami seperti sekarang ini. Apa yang harus kami lakukan agar tidak salah terus dalam mendidik anak kami?”

Banyak orangtua yang bermaksud baik namun tidak menyadari bahwa apa yang mereka pikir benar dalam mendidik anak, menurut persepsi mereka, ternyata salah. Saya menyarankan orangtua untuk belajar dan banyak membaca buku, menghadiri seminar, menjelejah internet untuk mencari informasi tentang pendidikan anak. Orangtua perlu terus bertumbuh agar dapat menumbuhkembangkan anak mencapai perkembangan optimal mereka.

Bagaimana kalau ternyata kesulitan anak, dalam belajar, disebabkan oleh faktor hardware atau otaknya?

Kalau ini kondisinya maka solusinya berbeda. Saya menyarankan anak untuk menjalani neurofeedback. Dalam hal ini yang langsung dilatih adalah otak anak dengan menggunakan peralatan EEG khusus. Anak yang sulit konsentrasi biasanya gelombang theta-nya terlalu aktif. Ada sangat banyak gambar mental yang muncul di pikiran anak sehingga ia sulit konsentrasi. Untuk itu, aktifitas gelombang theta perlu dikurangi. Dan untuk meningkatkan kemampuan kontrol dan fokus maka gelombang beta lebih diaktifkan lagi.

Setelah intens konseling dan diskusi dengan orangtua Budi selama hampir dua jam saya mengakhiri dengan memberi satu kalimat renungan, “Anak lebih membutuhkan orangtua daripada ayah dan ibu. Banyak orangtua punya anak namun kehilangan anak-anaknya karena mereka tidak memberikan pendidikan terbaik bagi anak-anak ini tapi hanya memberikan pengajaran terbaik dengan menyekolahkan di sekolah favorit. Untuk bisa memberi pendidikan terbaik maka orangtua perlu terus belajar dan berkembang, saling mencintai, mendukung, dan sehati dalam mendidik anak.”

 

Baca Selengkapnya

Great Hypnotherapists were not Born, They are Properly Trained and Engineered

30 September 2012

“Pak Adi, kenapa sih pelatihan hipnoterapi yang Pak Adi selenggarakan lama banget, 100 jam?”

Ini adalah pertanyaan yang kerap ditanyakan kepada saya. Dan biasanya secara diplomatis saya akan menjawab bahwa ini adalah standar minimal yang disyaratkan untuk bisa menguasai hipnoterapi dengan baik.

Ada lagi yang bertanya, “Pak, mengapa harus dibagi menjadi tiga kali pertemuan masing-masing tiga hari, Jumat, Sabtu, dan Minggu. Bukankah akan lebih praktis bila Pak Adi mendesain pelatihan langsung selama sembilan hari dengan total 100 jam. Kan sama saja. Kalau bisa langsung sembilan hari kami tidak harus bolak balik ke Surabaya.”

Pertanyaan lain yang juga sangat sering saya jumpai, “Pak, kenapa sih dibuat di Surabaya. Kapan diselenggarakan di Jakarta?”

Untuk pertanyaan terakhir jawabannya sederhana. Di Surabaya saya sudah membangun gedung Adi W. Gunawan Institute of Mind Technology di atas lahan seluas 1.200 m2 dengan bangunan seluas 800 m2. Gedung ini dilengkapi dengan 5 ruang terapi, 1 ruang R&D, dan 2 ruang pelatihan yang dilengkapi peralatan sangat lengkap, hi-tech, kualitas sound system dan LCD Projector jauh di atas standar hotel manapun yang pernah saya gunakan. Jadi, saat ini semua pelatihan saya pusatkan di Surabaya.

Ada banyak alasan mengapa pelatihan dan sertifikasi hipnoterapis profesional Scientific EEG & Clinical Hypnotherapy harus 100 jam dan dijalankan dengan format tiga kali pertemuan masing-masing tiga hari.

Saya ingat saat dulu ingin mendalami hipnoterapi secara serius. Saya men-google pelatihan hipnoterapi di wilayah Asia Pasifik. Saat itu, sekitar 7 tahun lalu, saya mendapat informasi adanya pelatihan di Singapore yang diselenggarakan oleh salah satu trainer hipnoterapi terkenal dari Amerika. Lama pelatihan 100 jam dengan format tatap muka selama 10 hari berturut-turut tanpa istirahat.

Saat itu saya hampir saja ikut. Namun setelah mempertimbangkan sungguh-sungguh akhirnya saya urungkan niat ini. Saya merasa tidak sanggup menyerap semua materi ini hanya dalam waktu 10 hari. Proses internalisasi informasi sehingga masuk dalam struktur kognisi membutuhkan waktu. Tidak bisa dipaksakan.

Pemikiran lain yaitu hipnoterapi adalah keterampilan yang harus diasah dengan praktik yang konsisten. Dan ini membutuhkan waktu, bimbingan, dan arahan dari trainer.

Selain itu kendalanya adalah bahasa dan biaya. Pelatihan dibawakan dalam bahasa Inggris. Dan sudah tentu akan ada banyak istilah atau terminologi hipnoterapi yang, saat itu, tidak saya pahami. Kalau sampai tidak mengerti istilah teknis maka bisa dibayangkan bagaimana pengaruhnya pada pemahaman materi yang diajarkan. Biaya pelatihannya juga cukup tinggi. Bila ditambahkan dengan tiket pesawat dan akomodasi selama 12 hari, plus makan, maka bisa menghabiskan sekitar US$ 5.000 atau hampir mencapai Rp. 50 juta (kurs saat itu)

Alasan lain yaitu tidak ada sesi live therapy di kelas. Mengapa saya sangat ingin ada live therapy di kelas? Pemikiran saya sederhana.  Trainer yang cakap dan mumpuni adalah yang bisa mengajar dengan baik, mampu membuat murid-muridnya mengerti apa yang diajarkan, dan juga mampu membuktikan apa yang ia ajarkan di kelas dengan menunjukkan praktik nyata menangani klien di depan murid-muridnya. Ini juga untuk membuat para murid yakin dan percaya dengan apa yang diajarkan si trainer. 

Ada beberapa pelatihan di Amerika yang dijalankan dengan format pertemuan setiap satu atau dua minggu. Jadi, ada waktu istirahat untuk praktik dan internalisasi. Kendalanya, kalau saat itu saya ke Amerika, adalah terutama di faktor biaya yang sangat tinggi.

Awal karir saya sebagai hipnoterapis diawali dengan belajar hipnosis dan hipnoterapi ke dua pakar terkemuka. Satu, pakar dari dalam negeri, Yan Nurindra, dan satu lagi dari Amerika, Marleen Mulder (HTI). Setelah itu saya mendalami secara otodidak dengan membaca sangat banyak buku, sekitar 400an saat itu, menonton lebih dari 150 video tentang hipnoterapi yang saya beli dari luar negeri, dan mempraktikkan hipnoterapi. Ini memang investasi yang sangat besar. Namun, saya menyadari sepenuhnya bahwa memang ini lah harga yang harus saya bayar untuk bisa benar-benar memahami dan menguasai hipnoterapi.

Perjalanan karir dan pembelajaran saya di bidang mind technology selengkapnya dapat anda baca di http://www.adiwgunawan.com/?p=page&action=view&pid=22.  

Setelah praktik dan jatuh bangun selama tiga tahun dan berhasil membangun protokol terapi sendiri, Quantum Hypnotherapeutic Protocol, saya membuka kelas pelatihan dan sertifikasi hipnoterapis profesional. Standar yang ditetapkan sama dengan yang di luar negeri yaitu 100 jam yang terbagi menjadi sembilan hari pelatihan. Sembilan hari ini dibagi menjadi tiga pertemuan masing-masing tiga hari, Jumat, Sabtu, dan Minggu. 

Ada jeda sekitar dua sampai tiga minggu untuk tiap pertemuan dengan tujuan memberi peserta waktu untuk mencerna dan internalisasi materi yang diajarkan di kelas dan melakukan praktik.

Jadi, apa, mengapa, dan bagaimana saya mendesain pelatihan Scientific EEG & Clinical Hypnotherapy?

Desain, lama waktu belajar, kurikulum, sistematika pembelajaran, dan cara penyajian materi semua harus mengacu pada tujuan akhir yang akan dicapai. Jadi, sebelum mendesain pelatihan saya menetapkan dulu tujuan akhir pelatihan saya. Ada dua opsi, saat itu. Pertama, pelatihan saya bertujuan memberikan informasi lengkap, utuh, dan komprehensif mengenai hipnosis dan hipnoterapi, namun peserta tidak bisa melakukan terapi. Kedua, semua yang diajarkan di opsi pertama plus peserta mampu, cakap, terampil, percaya diri, kompeten melakukan terapi menangani berbagai kasus yang berhubungan dengan mental dan atau emosi. Saya memilih opsi kedua.

Opsi kedua memaksa saya berpikir keras. Apa saja masalah klien yang saya harap dapat ditangani dengan baik oleh para alumni pelatihan saya? Setelah berpikir cukup lama, dan dengan mempelajari banyak literatur luar negeri, saya membuat daftar kemungkinan masalah yang akan ditangani oleh alumni saya. Selengkapnya bisa dilihat di http://www.adiwgunawan.com/?p=page&action=view&pid=12.

Barulah setelah ini saya menentukan kurikulum yang akan diajarkan dan sistematika pengajarannya. Saya memutuskan lama pelatihan 100 jam tatap muka di kelas, tidak termasuk membaca buku, menonton video di luar kelas, dan praktik latihan. Waktu 100 jam ini dibagi menjadi tiga pertemuan masing-masing selama tiga hari.

Mengapa dibagi menjadi tiga pertemuan?

Saya ingin peserta dapat benar-benar mengerti, menyerap, dan mampu mempraktikkan yang saya ajarkan di kelas. Materi minggu pertama adalah fondasi bagi materi minggu kedua. Materi minggu kedua adalah fondasi bagi minggu ketiga. Dengan demikian kurikulumnya juga saling terhubung dan semakin lama semakin dalam. Saya menggunakan spiral curriculum.

Selain itu bahasa dan cara penyampaian saya haruslah benar-benar membumi. Saya menghindari penggunaan istilah yang sulit dimengerti. Teori atau konsep yang rumit saya sederhanakan, jelaskan dengan bahasa sehari-hari, dan menggunakan contoh atau analogi sehingga sangat mudah dipahami.

Di minggu kedua, seorang peserta berkata, “Jujur Pak Adi, sebelum berangkat ke Surabaya menghadiri pelatihan ini saya merasa cemas, khawatir, dan tidak percaya diri. Saya tahu materi yang Pak Adi ajarkan ini cukup berat. Saya takut tidak mengerti yang Bapak ajarkan. Ternyata sejak hari pertama saya merasa sangat nyaman. Hilang semua rasa cemas dan khawatir saya. Bapak mampu menjelaskan hal yang saya tahu sangat kompleks dengan bahasa yang begitu mudah dimengerti orang awam seperti saya. Terima kasih Pak.”

Ada lagi seorang Ibu berusia sekitar 65 tahun sambil tersenyum berkata, “Saya tadinya khawatir tidak mampu memahami apa yang Bapak ajarkan mengingat usia saya. Ternyata hipnoterapi tidaklah sesulit yang saya bayangkan sebelumnya. Pak Adi mampu menjelaskan semuanya sehingga dapat dengan sangat mudah saya mengerti.”

Apa saja yang diajarkan?

Minggu 1 (Jumat, Sabtu, Minggu)

Fase di minggu pertama ini sangat penting dan kritis. Di tiga hari pertama ini saya menjelaskan dengan sangat detil hal-hal yang harus diketahui oleh seorang calon hipnoterapis termasuk bahaya hipnoterapi bila dilakukan tidak dengan hati-hati, tidak cermat, dan tidak bertanggung jawab.

Saya menjelaskan dengan sangat rinci berbagai hal antara lain teori pikiran yang saya bangun dari pengalaman praktik selama ini, teori Tungku Mental, aliran hipnoterapi, struktur waking hypnosis, memahami kedalaman hipnosis yang terdiri atas 40 level (QHI Hypnotic Depth Scale), mengakses setiap level kedalaman dan memahami fenomena mental dan fisiknya, protokol hipnoterapi (Quantum Hypnotherapeutic Protocol), pengukuran pola gelombang otak menggunakan DBSA dan relaksasi fisik dengan digital meter khusus, 12 aturan dalam menyusun sugesti, 16 sifat pikiran bawah sadar, 11 hukum pikiran, bahasa pikiran bawah sadar, 23 ciri-ciri trance di aspek fisik, ciri trance secara mental, hubungan relaksasi mental dan fisik (empat kuadran relaksasi), bagaimana menyiapkan pikiran bawah sadar klien agar siap menjalani sesi terapi, teknik mengatasi resistensi, dan masih banyak lagi.

Yang juga sangat penting adalah saya membuktikan pada peserta bahwa pada prinsipnya semua orang bisa masuk ke kondisi hipnosis. Data yang diyakini benar oleh banyak hipnoterapis, berdasar Standford Hypnotic Susceptibility Scale, yang menyatakan bahwa ada 85% manusia moderat, 10% mudah, dan 5% sulit dihipnosis adalah salah. Saya jelaskan bagaimana Ernest Hilgard melakukan risetnya yang ternyata tidak valid untuk klien yang masuk ruang terapi.

Juga saya jelaskan apa itu emotionally suggestibility dan physically suggestibility. Berbeda dengan pendapat kebanyakan orang, saya mengajarkan dan membuktikan kepada para peserta bahwa klien yang sangat bagus untuk diterapi justru yang tipe emotionally suggestible, bukan physically suggestible.

Di minggu pertama ini saya mengajarkan secara mendalam mengenai induksi, berbagai teknik deepening yang telah dipilih dengan hati-hati dan telah terbukti sangat efektif. Secara khusus saya hanya mengajarkan satu teknik induksi yang telah terbukti sangat efektif, dengan success rate 99,5122%, membawa klien tipe apa saja, baik physically maupun emotionally suggestible, masuk ke level minimal profound somnambulism (deep trance) dan bahkan bisa lebih dalam lagi hingga level Esadaile dan catatonia.

Dan yang lebih luar biasa lagi adalah murid saya tidak perlu bingung atau melakukan uji sugetibilitas untuk mengetahui apakah subjek masuk kategori physically atau emotionally suggestible. Semua sudah saya rancang sedemikian rupa sehingga saat mereka melakukan induksi klien tipe apa saja pasti akan masuk deep trance. Ibaratnya, tanpa perlu tahu apa-apa, tinggal baca script induksi saja klien pasti masuk deep trance.

Teknik induksi ini saya beri nama Elman-Adi Induction (EAI). Dengan sangat detil saya menjelaskan sejarah teknik induksi ini, sistematika dan psikologi di balik setiap tahap induksi, apa efeknya pada klien di level neurolofisiologis dan juga psikis.

Dan yang juga sangat penting saya memberi contoh melakukan induksi di depan kelas. Hal ini perlu dilakukan agar para peserta mengerti dan terutama percaya pada keefektifan EAI. Peserta yang selama ini merasa tidak pernah bisa dihipnosis, saya bawa masuk deep trance dengan sangat mudah dengan EAI. Semua dibuktikan dengan pengukuran pola gelombang otaknya.

Para peserta dilatih dengan sangat cermat agar bisa, mampu, cakap, dan mahir mempraktikkan EAI. Mereka diamati mulai dari cara membaca script, timing, tekanan suara, volume suara, dan bahasa tubuh saat melakukan induksi.

Selama tiga hari ini selain mendapat sangat banyak materi dan praktik saya juga melakukan seeding dengan memasukkan sangat banyak data ke pikiran bawah sadar peserta khususnya mengenai kasus yang pernah ditangani, proses terapinya, teknik yang digunakan, kreativitas saat terapi, mindset hipnoterapis, bagaimana menyiapkan pikiran bawah sadar klien agar siap mendukung proses perubahan, apa saja yang bisa dan mungkin terjadi selama proses terapi, kapan menggunakan teknik tertentu, apa yang boleh dilakukan, apa yang tidak boleh dilakukan, risiko hipnoterapi, dan masih banyak lagi.

Data ini setelah masuk ke pikiran bawah sadar akan mengendap dan menunggu waktu untuk diaktifkan. Dengan cara ini saya menyiapkan pikiran bawah sadar peserta untuk materi minggu kedua.

Di minggu pertama saya sama sekali tidak mengajarkan teknik intervensi klinis. Yang diutamakan di minggu pertama adalah membangun pemahaman yang benar mengenai hipnoterapi dan mampu melakukan induksi membawa subjek masuk ke level minimal deep trance atau profound somnambulism.

Setelah mendapat materi selama tiga hari penuh peserta mendapat libur dua minggu. Masa libur ini digunakan untuk mempraktikkan induksi kepada minimal 10 subjek dan memberikan sugesti sesuai kebutuhan subjek.

Di sini saya melengkapi setiap peserta dengan ratusan patter script siap pakai untuk subjek dewasa dan anak-anak, untuk berbagai kondisi dan kebutuhan. Bila ternyata patter script yang saya sediakan tidak cocok untuk kebutuhan subjek maka peserta bisa menyusun sendiri script sesuai dengan kebutuhan subjek. Tentunya dengan mengacu pada aturan menyusun sugesti, hukum dan sifat pikiran bawah sadar.

Peserta wajib melakukan EAI, memastikan subjek masuk deep trance, memberikan sugesti, dan mencatat hasil dari setiap induksinya. Kecakapan membawa subjek masuk deep trance adalah mutlak karena berbagai teknik terapi yang saya ajarkan di minggu kedua hanya akan efektif bila dilakukan dalam kondisi deep trance.

Di minggu pertama saya memutar beberapa video tentang riset hipnosis dan hipnoterapi yang dilakukan di luar negeri, termasuk penanganan beberapa kasus menggunakan teknik konvensional seperti direct suggestion, cognitive behavior therapy, dan dibandingkan bila menggunakan hipnoterapi.

Minggu 2 (Jumat, Sabtu, Minggu)

Setelah libur dua minggu peserta kembali ke Adi W. Gunawan Institute untuk mendapat materi lanjutan. Di hari pertama para peserta melaporkan apa saja yang telah mereka lakukan, berapa subjek yang mereka induksi, dan bagaimana hasilnya. Saya mencatat jumlah subjek dan tingkat keberhasilan mereka dibimbing masuk ke level deep trance. Setelah itu saya mengumumkan hasilnya kepada para peserta.

Di angkatan terakhir total subjek yang diinduksi dengan EAI berjumlah 205 orang. Yang gagal masuk deep trance, dianggap gagal walau sebenarnya sudah berhasil masuk medium trance, hanya ada satu subjek. Dengan demikian tingkat keberhasilan peserta angkatan ini membawa subjek masuk deep trance dan lebih dalam lagi adalah 95,5122%.

Bisa dibayangkan bagaimana rasa percaya diri para peserta yang sebenarnya masih sangat pemula ini. Sudah tentu di minggu kedua ini mereka sudah sangat percaya diri karena mampu dengan sangat mudah membawa subjek masuk ke deep trance. Kepercayaan diri yang tinggi ini adalah komponen penting dan modal yang sangat menentukan keberhasilan terapi yang akan mereka lakukan.

Secara sistematis, hati-hati, dan berkesinambungan, saya membangun rasa percaya diri setiap peserta. Satu sukses digunakan sebagai landasan untuk sukses berikutnya. Demikian seterusnya.

Apa saja yang diajarkan di minggu kedua?

Di minggu kedua saya tidak lagi menganjurkan peserta menggunakan patter script. Teknik yang digunakan adalah teknik intervensi klinis advanced. Patter script dalam bentuk dua buku yang tebal sekali, untuk subjek dewasa dan anak, yang diberikan di minggu pertama praktis tidak lagi digunakan.

Saya banyak melakukan tanya jawab dan memberi masukan kepada peserta untuk semakin meningkatkan pengetahuan dan kemampuan mereka. Materi lanjutan yang diberikan antara lain penjelasan lengkap Quantum Hypnotherapeutic Protocol beserta beragam contoh kasus, pedalaman teori Tungku Mental, teknik tambahan untuk semakin meningkatkan keefektifan EAI, apa itu abreaction/catharsis, state of abreaction, content of abreaction, management of abreaction, 7 teknik abreaction, bahaya abreaction, apa yang boleh dan tidak boleh dilakukan dengan abreaction, syarat abreaction, berbagai teknik intervensi klinis, teori, prinsip, dan teknik hypnotic regression, mengapa gagal melakukan regresi, Inner Child Work, forgiveness therapy, Ego Personality Therapy, dua teknik utama menemukan dan memproses akar masalah, hypnodiagnostic tools, Getalt Therapy dan masih banyak lagi.

Di akhir hari pertama peserta menyaksikan rekaman video terapi yang saya lakukan. Rekaman ini lengkap mulai dari awal hingga selesai. Dengan demikian peserta dapat melihat dan dengan jelas mengerti bagaimana mengaplikasikan berbagai teknik dan pengetahuan yang telah didapat.

Di hari kedua, minggu kedua, saya melakukan live therapy di kelas dan disaksikan semua peserta. Klien selalu dipilih yang berasal dari luar peserta. Hal ini bertujuan agar peserta dapat menyaksikan secara lengkap apa yang saya lakukan di ruang terapi saya. Kalau klien berasal dari peserta akan sangat mudah karena mereka sudah mengenal saya. Kalau dari luar peserta tantangannya berbeda.

Satu sesi terapi mulai dari mengisi intake form, wawancara, hingga selesai terapi biasanya membutuhkan waktu sekitar dua jam. Selama proses terapi saya bisa berhenti sejenak dan berkomunikasi dengan peserta untuk mendiskusikan apa yang saya lakukan dan mengapa saya melakukan yang saya lakukan.

Peserta juga diminta mempraktikkan berbagai teknik yang diajarkan. Misalnya hypnotic regression, mengakses dan berbicara dengan Ego Personality, mengakses dan berbicara dengan Inner Child.

Klien yang saya terapi di hari kedua, di angkatan lalu, berasal dari luar kota dan ingin mengatasi perasaan bersalah yang telah ia alami selama tujuh tahun. Saya menggunakan gabungan teknik hypnotic regression dan Ego Personality Therapy untuk bisa melakukan resolusi pada masalahnya. Ada banyak hal yang dilakukan dalam sesi ini hingga akhirnya pikiran bawah sadar klien bersedia memaafkannya. Saya juga melakukan edukasi pikiran bawah sadar klien dengan teknik khusus untuk menutup kemungkinan klien kembali melakukan kesalahan yang sama di masa mendatang.

Peserta melihat dengan mata kepala mereka sendiri transformasi diri yang dialami klien ini sesudah proses terapi. Ini sangat memperkuat dan meningkatkan kepercayaan diri mereka dan sekaligus meyakinkan mereka semua bahwa pengetahuan dan teknik yang saya ajarkan benar-benar efektif.

Selesai proses terapi saya melakukan diskusi intens dengan para peserta membahas proses terapi yang baru mereka saksikan.

Di akhir hari kedua saya kembali memutar satu video rekaman terapi yang saya lakukan. Di video ini peserta menyaksikan bagaimana berbagai teknik yang telah mereka pelajari dipraktikkan dengan kreatif membantu klien mengatasi masalahnya.

Di hari ketiga selain mendapat tambahan materi lagi peserta juga melakukan praktik latihan. Pengulangan ini bertujuan semakin membuat peserta fasih melakukan teknik terapi yang diajarkan.

Saya melakukan satu live therapy lagi. Klien kali ini adalah seorang wanita dari luar kota berusia sedikit di bawah 30 tahun yang mengalami trauma berat. Saya tidak menyangka kalau kasusnya seperti ini. Namun saya tidak boleh menolak klien. Dan kasus yang berat tentu butuh penanganan ekstra. Dan ini sangat baik dijadikan bahan pembelajaran bagi para peserta pelatihan.

Apa kasusnya? Klien ini berasal dari keluarga broken. Sejak ia masih kecil ibunya meninggalkan keluarganya. Ia dan saudaranya diasuh oleh ayahnya. Dan yang sangat menyedihkan sejak usia enam tahun hingga dua puluh empat tahun klien secara konsisten mengalami pelecehan seksual berat oleh ayah kandungnya sendiri. Dan saat sekolah di SMK klien juga dua kali mengalami pelecehan seksual berat oleh kepala sekolahnya.

Yang hendak dibereskan dalam proses terapi ini ada tiga. Pertama, kemarahan hebat pada ibunya yang meninggalkannya saat kecil sehingga ia mengalami pelecehan seksual oleh ayah kandungnya, kemarahan pada ayah kandung, dan kepada kepala sekolahnya.

Saya membutuhkan sekitar dua jam untuk membantu klien ini menyembuhkan luka batin yang sangat hebat akibat pengalaman traumatik ini. Banyak peserta pelatihan, khsususnya peserta wanita yang menangis saat menyaksikan saya memproses klien ini.

Selesai terapi klien langsung berubah. Ia tampak lebih ceria. Sebelumnya, emosi klien tampak datar. Ia menceritakan pengalaman traumatiknya tanpa emosi sama sekali. Saya tahu ini adalah bentuk represi yang dilakukan pikiran bawah sadarnya. Setelah diterapi klien bisa tertawa lepas dan lebih ekspresif.

Selesai tiga hari pelatihan para peserta libur selama dua minggu untuk praktik. Saya memberi tugas peserta untuk menerapi minimal sepuluh klien. Peserta tidak boleh menangani kasus fobia karena ini tergolong kasus mudah.

Selama masa libur para peserta dapat menghubungi saya atau asisten yang ditunjukkan khusus untuk membantu memberi saran dan masukan bila mereka membutuhkan. Ini adalah bagian dari program coaching dan mentoring yang sangat dibutuhkan para hipnoterapis pemula. Dan program ini, coaching dan mentoring, saya tahu tidak diberikan oleh banyak lembaga atau trainer termasuk para trainer dari luar negeri.

Sebagai hipnoterapis pemula tentu bisa mengalami kebingungan atau ada yang kurang jelas. Bila kondisi ini tidak segera diatasi akan berakibat tidak baik bagi kemajuan dan rasa percaya diri mereka.

Di akhir minggu kedua peserta secara resmi bergabung ke dalam milis QHI untuk bisa mendapat sharing pengalaman dari para senior dan juga mengakses database email yang pernah diposting di milis sejak tahun 2008. Milis ini bersifat tertutup dan hanya untuk alumni pelatihan Scientific EEG & Clinical Hypnotherapy.

Email-email ini berisi sangat banyak kasus terapi yang ditulis dengan cukup detil. Dengan membaca sharing ini mereka akan semakin diperkaya pengetahuan dan wawasannya. Dan sudah tentu juga akan menjadi semakin yakin dan percaya diri.

Minggu 3 (Jumat, Sabtu, Minggu)

Minggu ketiga adalah  minggu terakhir. Hari pertama, seperti minggu lalu, peserta diminta menceritakan pengalaman praktik mereka. Berapa subjek yang diterapi, apa masalahnya, bagaimana mereka menangani kasus, dan apa hasilnya.

Di sini semua peserta belajar dari sharing rekannya. Setiap peserta selesai menyampaikan kisah terapi mereka biasanya saya menambahkan hal-hal yang perlu mereka ketahui, memberi saran dan masukan. Saya juga memberi kesempatan tanya jawab baik terhadap proses terapi yang dilakukan, teori yang mungkin masih kurang dipahami peserta, dan cara meningkatkan kreativitas dalam terapi.

Di hari pertama, setelah makan siang, peserta kembali mendapat tambahan materi. Pertama saya menjelaskan lebih dalam lagi  Quantum Hypnotherapeutic Protocol. Dilanjutkan dengan berbagai teknik terapi NLP.

Perbedaan mendasar yang kami lakukan dibandingkan dengan kebanyakan terapis yang menggunakan teknik NLP adalah kami melakukan teknik ini saat klien dalam kondisi deep trance. Sudah tentu hasilnya akan jauh lebih efektif. Hal ini juga dinyatakan oleh Richard Bandler dalam bukunya Guide to Trance-formation: How to Harness the Power of Hypnosis to Ignite Effortless and Lasting Change.

Teknik NLP yang diajarkan di pelatihan ini adalah teknik yang telah mengalami penyempurnaan berdasar pengalaman praktik pada ribuan klien. Saya dan rekan sejawat hipnoterapis alumni pelatihan saya saling berbagi pengalaman dan bekerjasama menyempurnakan berbagai teknik NLP ini. Hasilnya? Sungguh luar biasa.

Tidak kalah pentingnya adalah teknik Hypno-EFT. Saya menjelaskan sistematika dan psikologi di balik teknik Hypno-EFT termasuk sikap, keyakinan, dan cara membujuk pikiran bawah sadar klien sehingga bersedia mendukung perubahan yang akan dicapai melalui Hypno-EFT. Saya juga mengajarkan teknik Priming the Subconscious for Change. Dengan teknik ini saya dapat membuat intensitas emosi negatif klien dari skala 10 langsung turun ke 1 atau 0 hanya dengan mengurut sore sport, tidak perlu melakukan tapping.

Selesai saya mengajarkan satu teknik saya meminta peserta untuk praktik di bawah pengawasan asisten. Demikian seterusnya hingga semua teknik ini selesai diajarkan dan dipraktikkan oleh peserta.

Di hari kedua saya menjelaskan panjang lebar mengenai hipnoterapi untuk anak-anak. Yang masuk kategori anak adalah klien dari usia 5 hingga 12 tahun. Bagaimana cara menginduksi, teknik apa yang cocok, dan bagaimana menangani berbagai masalah yang biasa anak alami.

Seperti biasa, saya melakukan satu live therapy di hari kedua. Kali ini saya lebih bebas menggunakan teknik yang ada karena sudah saya ajarkan semua. Di minggu lalu saya harus membatasi diri untuk tidak menggunakan teknik yang belum diajarkan di kelas. Peserta melihat bagaimana saya mempraktikkan semua pengetahuan yang telah diajarkan di kelas dalam membantu klien mengatasi masalahnya dan mengambil kembali kendali atas dirinya.

Saya juga memutar beberapa video hasil riset mengenai hipnosis dan hipnoterapi dan aplikasinya dalam bidang medis. Ini bertujuan memperluas wawasan peserta mengenai aplikasi hipnosis dan hipnoterapi.

Hari ketiga, ini yang biasa sangat ditunggu para peserta. Di hari ini saya menjelaskan secara mendalam mengenai past life regression (PLR) atau regresi kehidupan lampau. Dan sudah tentu saya juga melakukan demonstrasi membawa peserta ke “kehidupan lampau”nya.

Syarat untuk bisa melakukan PLR dengan lancar dan berhasil adalah peserta harus cakap, terampil, dan fasih membawa subjek ke deep trance dan melakukan age regression.

Saya sengaja memberi tanda kutip di kata kehidupan lampau karena terapis tidak berkepentingan untuk membuktikan apakah benar-benar ada kehidupan lampau atau tidak. Ini semua kembali kepada belief system klien.

Seringkali hal yang katanya adalah kehidupan lampau ternyata adalah imajinasi klien atau metafora yang dimunculkan pikiran bawah sadar. Ada juga yang menggunakan skenario seperti yang ada di film yang pernah ditonton klien.

Walau saya mengajarkan PLR namun saya melarang semua alumni saya untuk menerima PLR by order. Artinya mereka tidak diperkenankan melakukan PLR berdasar pesanan klien. Mengapa? Karena bila berdasar pesanan maka yang terjadi adalah proses regresi yang diarahkan atau leaded regression. Ini tidak valid. Kecuali bila misalnya dalam proses terapi terjadi PLR spontan.

Yang penting adalah bila sampai terjadi PLR spontan hipnoterapis harus bisa bersikap bijaksana, tetap tenang, dan mampu memfasilitasi proses terapinya sehingga klien sembuh.

Di akhir hari ketiga saya menyerahkan sertifikat dan secara resmi para alumni menyandang gelar C.Ht atau certified hypnotherapist.

Apakah setelah ini semuanya sudah selesai?

Tentu tidak. Saya menyarankan alumni saya membaca 10 (sepuluh) buku pilihan yang sarat informasi penting dan berharga untuk semakin mempertajam kemampuan mereka. Buku-buku ini saya pilih dengan sangat hati-hati dari sekitar 1.100 judul buku dengan tema pikiran, psikologi, hipnosis, hipnoterapi, dan terapi yang saya miliki.

Apakah hanya sampai di sini?

Tentu tidak. Selesai minggu ketiga para hipnoterapis ini kembali ke kotanya masing-masing dan mulai membantu masyarakat yang membutuhkan layanan hipnoterapi.

Untuk semakin mengembangkan kemampuan dan kecakapan alumni saya memberikan kesempatan kepada setiap alumnus untuk bisa bertanya dan berdiskusi dengan saya melalui telpon. Setiap alumnus dapat dengan mudah menghubungi saya. Ini adalah program coaching dan mentoring berkelanjutan selama 2 tahun.

Apakah hanya sampai di sini?

Sekali lagi tidak. Bagi para alumni yang ingin semakin berkembang dan maju, misalnya ingin menjadi penulis buku dan trainer, saya juga memberi kesempatan pada mereka untuk konsultasi dan bimbingan.

Saya akan memberi pandangan apa yang perlu dilakukan, apa yang perlu disiapkan, bagaimana cara menulis buku yang baik, bagaimana menjadi pembicara publik yang sukses, dan membantu mengenalkan alumnus dengan penerbit buku terbesar di Indonesia agar bukunya dapat diterbitkan oleh penerbit ini.

Sudah ada beberapa alumni pelatihan saya yang kini menjadi penulis buku dan pembicara publik terkenal di Indonesia.

Apakah hanya sampai di sini?

Sekali lagi jawabannya tidak. Bagi para alumni yang benar-benar serius mengembangkan kemampuan, kecakapan, pengetahuan, dan keilmuan hipnoterapi saya telah menyiapkan kelas Scientific EEG & Clinical Hypnotherapy level 2, 3, dan 4.

SECH level 2,3, dan 4 masing-masing berlangsung selama 3 hari penuh. Materi yang diajarkan sangat advanced. Kelas ini hanya boleh diikuti hipnoterapis aktif, alumnus SECH 100 jam, dan harus lolos tes. Selesai SECH level 4 peserta mendapat sertifikasi sebagai CCH atau certified clinical hypnotherapist.

Demikianlah ulasan saya mengenai tujuan, desain, sistematika, kurikulum, dan metode pembelajaran di kelas sertifikasi hipnoterapis profesional 100 jam Scientific EEG & Clinical Hypnotherapy, beserta dukungan pascapelatihan dan program lanjutannya.

Materi pelatihan Scientific EEG & Clinical Hypnotherapy baik yang 100 jam (level 1) maupun level 2,3, dan 4 selalu saya update sejalan dengan perkembangan dan temuan di ruang praktik saya dan alumni, dari hasil diskusi, sharing, dan analisis kasus, dan diperkuat dengan studi literatur seperti buku dan jurnal.

Untuk semakin mengembangkan hipnoterapi klinis di Indonesia kami telah mendirikan Asosiasi Hipnoterapi Klinis Indonesia (AHKI).

Di tahun mendatang Adi W. Gunawan Institute of Mind Technology akan menyelenggarakan pelatihan dan sertifikasi hipnoterapis profesional Scientific EEG & Clinical Hypnotherapy dalam bahasa Inggris.

Sudah saatnya, menurut hemat saya, orang luar negeri datang dan belajar ke Indonesia. Apa yang kita lakukan dan kembangkan di Indonesia sudah sepantasnya mendapat pengakuan dan penghargaan internasional karena memang telah menyamai standar lembaga terkemuka di Amerika, dan bahkan lebih baik lagi.

Demikianlah kenyataannya.......

Baca Selengkapnya

Meningkatkan Keberhasilan Ego State Therapy (Empty Chair Technique)

29 September 2012

“Pak Adi, saya melakukan Ego State Therapy (EST). Untuk kasus ringan saya berhasil menyembuhkan klien saya. Tapi kalau kasus yang agak berat, kenapa ya saya selalu gagal?” tanya salah satu rekan hipnoterapis.

“Bisa jelaskan lebih detil bagaimana cara Anda melakukan EST? Yang dimaksud kasus ringan dan berat menurut Anda itu yang bagaimana?” saya balik bertanya.

“Saya menggunakan dua kursi. Masing-masing kursi mewakili satu Ego State (ES). Dalam kasus tertentu saya bisa menggunakan tiga dan empat kursi, sesuai dengan jumlah ES yang akan diajak diskusi. Kasus ringan itu contohnya sikap ragu-ragu, suka menunda.Sedangkan kasus berat seperti internal konflik, stres dan frustrasi” jawab rekan ini.

Nah, pembaca, sebelum saya melanjutkan, saya hendak menyampaikan terima kasih kepada rekan ini karena telah bertanya pada saya. Apa yang saya tulis dalam artikel ini disarikan dari hasil diskusi mendalam kami.

Teknik yang digunakan rekan saya ini adalah teknik Kursi Kosong (Empty Chair Technique) ini biasanya menggunakan dua kursi. Saat klien duduk di satu kursi maka yang (boleh/diminta) aktif adalah satu ES. Selanjutnya klien diminta pindah ke kursi satunya, yang diletakkan di depannya. Saat berpindah kursi maka yang aktif di kursi itu adalah ES yang lain.

Tujuan teknik ini adalah untuk melakukan dialog di antara dua atau lebih ES bergantung pada kasus yang sedang ditangani.

Pertanyaannya sekarang adalah mengapa teknik Ego State Therapy menggunakan dua kursi kosong kadang efektif, dan kadang tidak?

Saya telah menulis artikel mengenai Ego State. Bagi pembaca yang masih awam dengan teori Ego State saya sarankan untuk membaca artikel berikut:


Berikut ini adalah beberapa saran kepada rekan saya untuk dapat meningkatkan keefektifan Ego State Therapy.

 

Perhatikan Kedalaman Level Hipnosis

Teknik Kursi Kosong diciptakan oleh Bapak Gestalt, Frederick “Fritz” Perls. Kebanyakan terapis menggunakan teknik asli seperti yang dicipta oleh Perls yaitu melakukannya dalam kondisi sadar normal atau light trance. Gestalt yang dilakukan dalam kondisi deep trance pertama kali dilakukan oleh Gil Boyne dan Beliaulah yang mengintegrasikan Gestalt ke dalam hipnoterapi.

Apa beda antara cara pertama dan kedua?

Tentu sangat berbeda. Cara pertama, klien dalam kondisi sadar normal atau light trance. Dalam situasi ini akses terhadap Ego State sangat terbatas karena yang dapat diakses dengan mudah adalah executive ES yang berada di permukaan. Dalam kondisi normal setiap minggu kita hanya membutuhkan antara lima sampai enam Ego State untuk menjalankan hidup kita. Dalam kondisi sadar normal akan cukup sulit untuk bisa mengakses Ego State yang berada di kedalaman atau yang kita kenal dengan underlying ES yang menjadi sumber masalah.

Kesulitan lain dalam melakukan Ego State Therapy dengan kursi kosong adalah klien harus berpindah dari satu kursi ke kursi lainnya. Kalau proses terapi hanya berjalan singkat, misalnya sepuluh hingga dua puluh menit, tidak jadi masalah. Bagaimana kalau proses terapi berlangsung hingga dua jam? Bisa dibayangkan betapa melelahkan proses ini. Apalagi kalau kliennya tinggi, besar, dan gemuk.

Bila EST dilakukan dalam kondisi deep trance maka klien tidak perlu pindah kursi. Terapis dapat meminta pikiran bawah sadar klien untuk switching ES. Ini sangat menghemat waktu dan memudahkan proses terapi. 

 

Pastikan ES yang Aktif adalah Benar ES yang Hendak Diproses

Ini hal yang sangat penting. Hipnoterapis seringkali berasumsi bahwa ES yang aktif saat duduk di kursi adalah benar ES yang hendak diproses. Dalam kondisi sadar normal atau light trance pikiran sadar klien masih sangat aktif. Seringkali, karena akibat dari penyangkalan atau defense mechanism, klien menggeser ES-nya sehingga yang aktif dan diproses ternyata bukan ES yang bermasalah.

Lebih sulit lagi bila ternyata ES yang bermasalah atau yang hendak diproses ternyata adalah underlying ES yang berada di kedalaman tertentu. Dalam kondisi sadar normal atau light trance ES ini sulit atau tidak bisa diakses.

 

Pastikan Anda Tahu Sedang Berhadapan dengan Siapa

Di banyak literatur mengenai teknik Kursi Kosong jarang sekali diulas mengenai jenis Bagian Diri yang aktif saat proses terapi berlangsung. Umumnya buku-buku ini menganggap Bagian Diri yang muncul ini sama jenisnya padahal belum tentu.

Dari hasil riset literatur dan temuan di ruang praktik kami, Adi W. Gunawan Institute of Mind Technology, membagi Bagian Diri menjadi lima jenis yaitu, Ego State, Part, Introject, Identofact, dan Alter.

Setiap Bagian Diri ini tercipta melalui proses yang berbeda, punya sifat dan karakter yang berbeda, dan sudah tentu cara penanganannya berbeda. Kesulitan para hipnoterapis yang mempraktikkan teknik Kursi Kosong terjadi karena tidak tahu bahwa ada jenis Bagian Diri yang berbeda, kurang jeli dalam mengenali Bagian Diri, dan atau tidak tahu cara dan strategi penanganan untuk setiap jenis Bagian Diri.

Di buku Ego State: Theory and Therapy (Watkins, 1997) dikatakan bahwa ada tiga kondisi yang mengakibatkan terciptanya Bagian Diri yaitu diferensiasi normal, memunculkan Ego State, trauma, memunculkan Part atau Alter, dan introjeksi dari orang yang dipandang penting menghasilkan Introject.

Selain tiga proses di atas, berdasar temuan kami di ruang praktik, ternyata Bagian Diri juga dapat tercipta dengan cara lain. Kami menemukan ada empat proses lain yang dapat mengakibatkan terciptanya Bagian Diri.

 

Jadilah Mediator, Fasilitator, dan Negosiator Ulung 

Dalam melakukan teknik Kursi Kosong hipnoterapis harus sabar, bijaksana, adil, tidak boleh memihak salah satu Bagian Diri, kreatif, pintar merayu dan atau meyakinkan Bagian Diri. Untuk bisa melakukan hal ini dengan baik sangat dibutuhkan kemampuan berpikir cepat, pengalaman, dan kesabaran dalam membimbing masing-masing Bagian Diri melakukan negosiasi atau diskusi.

 

Menguasai Teknik Melunakkan Sikap Bagian Diri

Seringkali hipnoterapis tidak berhasil membujuk atau merayu Bagian Diri yang tidak mendukung hidup klien. Segala cara sudah dicoba namun tetap tidak membuahkan hasil seperti yang diharapkan.

Misalnya dalam diri klien ada dua bagian yang konflik. Yang satu adalah Ego State yang mewakili Inner Child klien berusia delapan tahun dan satunya lagi introject ibunya yang sangat keras kepala.

Setelah negosiasi dan edukasi yang cukup lama Introject ibu tetap tidak bersedia bekerjasama. Kalau terjadi deadlock seperti ini apa yang harus dilakukan?

Di sini hipnoterapis membutuhkan teknik tambahan untuk bisa melunakkan hati introject Ibu dengan cara yang elegan. Macetnya negosiasi terjadi karena hipnoterapis kehabisan akal dan menyerah.

Dari menangani ribuan kasus kami berhasil merumuskan sebelas teknik yang telah teruji sangat efektif untuk bisa melunakkan sikap Bagian Diri sehingga bersedia bekerjasama dan berubah demi kemajuan hidup klien.

Melunakkan sikap Ego State berbeda caranya dengan melunakkan sikap Part. Demikian pula bila berhadapan dengan Introject / Identofact, dan Alter.

 

Memahami Komponen Kekuatan Bagian Diri

Dalam upaya melunakkan Bagian Diri hipnoterapis perlu mengetahui hal apa saja yang berpengaruh terhadap kekuatan Bagian Diri. Dengan mengetahui hal ini maka selanjutnya hipnoterapis dapat melunakkan atau mengurangi kekuatan Bagian Diri sehingga bersedia kembali ke meja perundingan dengan sikap yang lebih konstruktif dan positif.

Kami menemukan ada sembilan hal yang menentukan kekuatan Bagian Diri, empat di antaranya yaitu alasan terciptanya, motivasi/tujuan yang ingin dicapai, data / pengetahuan yang dimilikinya, intensitas emosi.

Baca Selengkapnya

The Symptom is The Solution

12 September 2012

Judul artikel ini terinspirasi dari pernyataan Milton Erickson (1986), “The symptom is a solution.” Judul di atas sedikit berbeda karena saya mengubah “a” dengan “the” sebagai penekanan bahwa solusi dari satu masalah pasti dapat dicapai melalui simtom yang dialami klien.

Apakah yang dimaksud dengan”the symptom is the solution”?

Adanya suatu masalah disadari dan diketahui karena adanya simtom yang bisa dirasakan, baik pada level fisik maupun pikiran dan atau emosi. Dengan kata lain simtom ini berguna sebagai pemberitahuan resmi kepada diri kita akan adanya masalah yang perlu mendapat perhatian dan diselesaikan.

Simtom yang tidak terlalu mengganggu biasanya kurang mendapat perhatian. Biasanya bila intensitas gangguan yang ditimbulkan simtom telah cukup atau sangat mengganggu aktivitas sehari-hari barulah kita akan memberikan perhatian dan berusaha untuk bisa segera menghilangkan simtom ini.

Simtom ibarat asap. Tidak mungkin ada asap tanpa ada api. Dengan adanya asap kita dapat mencari dan menemukan api yang menjadi sumber munculnya asap. Selama api belum dipadamkan maka asap akan selalu muncul. Demikian pula simtom.

Ada dua pendekatan yang biasa digunakan dalam menyelesaikan masalah yaitu pendekatan simtomatik dan kausal. Pendekatan simtomatik bertujuan mengurangi atau menghilangkan simtom tanpa perlu menemukan dan memproses akar masalah yang melandasi munculnya simtom. Ini sama dengan menghilangkan asap tanpa mematikan api. Pendekatan ini biasanya menghasilkan solusi temporer. Cepat atau lambat akan muncul simtom yang sama atau yang berbeda.

Bila muncul simtom yang berbeda, namun dengan akar masalah yang sama, maka kondisi ini dikenal dengan mutasi simtom. Bila muncul lebih banyak simtom, bisa sama maupun berbeda, dan tetap dengan akar masalah yang sama, maka kondisi ini dinamakan proliferasi simtom.

Sebaliknya dalam pendekatan kausal simtom dihilangkan dengan cara menemukan dan memproses sumber penyebab munculnya simtom. Asap dihilangkan dengan memadamkan api. Elimasi simtom dengan pendekatan ini sifatnya permanen. 

Lalu, mengapa sampai muncul simtom? Apa pesan yang ingin disampaikan simtom? Dengan adanya simtom ini baik atau buruk?

Pembaca, tahukah anda bahwa yang kita namakan simtom atau masalah dulunya adalah solusi. Namun saat klien datang dan meminta bantuan terapis, yang terjadi adalah solusi ini telah berubah menjadi masalah.

Simtom adalah solusi, namun ini adalah solusi bagi sesuatu yang terjadi jauh di masa lalu, dan sudah tidak efektif untuk menyelesaikan stres atau masalah yang kini dihadapi.

Saya beri dua contoh dari kasus yang pernah saya tangani. Seorang anak, katakanlah usia 8 tahun, kelas 2 SD, merasa sekolah cukup membebani dirinya. Ada banyak tugas dan ulangan. Satu hari ia merasa cukup tertekan, jenuh, dan tidak tahan lagi. Ada banyak tugas yang belum ia kerjakan padahal besok ada ujian matematika.

Karena merasa tidak tahan akhirnya anak jatuh sakit sehingga tidak perlu masuk sekolah. Dengan tidak masuk sekolah maka ia tidak terbebas dari keharusan mengikuti ujian. Sakit, dalam contoh ini, adalah solusi bagi masalah si anak agar terhindar dari keharusan belajar dan mengikuti ujian.

Saat ini solusi ini terjadi, dan biasanya akan terulang saat anak mengalami atau menghadapi situasi yang mirip atau sama, pikiran bawah sadar anak mencatat bahwa untuk menyelesaikan masalah banyak tugas dan ujian maka solusi terbaik adalah dengan menjadi sakit.

Awal atau kali pertama solusi ini terjadi dinamakan dengan ISE atau initial sensitizing event. Sedangkan kejadian berikut yang mirip atau sama dengan kejadian sebelumnya yang membuat pikiran bawah sadar memunculkan solusi yang sama disebut dengan SSE atau subsequent sensitizing event.

Diawali dengan ISE dan dilanjutkan dengan satu atau beberapa SSE mengakibatkan solusi sakit menjadi permanen untuk situasi yang penuh tekanan, stress, dan rasa tidak nyaman. Pola ini akan terbawa sampai dewasa.

Contoh kedua. Seorang staff marketing yang cemas dan tegang karena ditegur keras oleh pimpinannya karena tidak berhasi mencapai target merasa sangat tertekan dan berusaha mencari jalan untuk bisa segera mengakhiri pertemuan ini. Pikiran bawah sadarnya memberi respon dalam bentuk kepalanya menjadi pusing, pandangan mulai gelap, dan akhirnya ia mual dan mau muntah. Sudah tentu pertemuan dengan pimpinannya harus segera diakhiri karena kondisinya tidak memungkinkan untuk diteruskan.

Kepala pusing, pandangan mata gelap, mual dan mau muntah adalah solusi bagi masalah yang dihadapi staff marketing ini. Solusi ini dicatat dengan sangat baik oleh pikiran bawah sadarnya. Berikutnya, bila ia menghadapi situasi yang sama atau mirip dengan situasi sebelumnya maka pikiran bawah sadar akan kembali memunculkan solusi yang sama.

Pada dua contoh kasus yang saya ceritakan di atas jalan keluar dari satu masalah yang dulu adalah solusi kini justru menjadi masalah.

Lalu, bagaimana membuat solusi dari masa lalu yang berubah menjadi masalah di masa sekarang untuk bisa kembali menjadi solusi dari suatu masalah dalam hidup klien?

Kembali ke judul artikel ini. The Symptom is the solution. Terapis perlu mencari dan menemukan apa masalah yang hendak diselesaikan oleh simtom ini. Simtom ini dulunya adalah solusi dari satu masalah, di masa lalu. Berarti simtom sebenarnya bertujuan melindungi klien. Simtom adalah sesuatu yang baik.

Sebagai terapis kita perlu menemukan apa masalah awal yang ingin diselesaikan atau diatasi oleh simtom ini dan dalam situasi seperti apa solusi ini muncul.

“Solusi” atau lebih tepatnya disebut simtom muncul saat sesuatu dalam lingkungan internal maupun eksternal memicu memori tertentu. Hal ini mengaktifkan kembali kondisi di mana simtom ini tercipta, dan simtom terpicu sebagai sebuah respon terkondisi.

Dari penjelasan di atas terapis dapat berasumsi, tapi tidak selalu,  bahwa saat ISE terjadi, klien mengalami pengalaman yang intens, seperti takut, marah, sedih, perasaan bersalah, yang sesuai dengan kondisi saat itu.

Kejadian berikutnya baik yang sama atau yang oleh klien dipersepsikan sama dengan kejadian awal (ISE) mengaktifkan emosi yang sama. Proses repetisi ini memperkuat emosi yang sebelumnya telah muncul.

Walau kejadian awal (ISE) sudah tidak lagi ada atau terjadi namun emosi serupa terus muncul setiap kali klien mengalami hal yang sama atau serupa dengan ISE.

Solusi yang dipilih atau diputuskan klien untuk dilakukan untuk mengatasi keadaan atau situasinya dulu mungkin sudah tepat untuk situasi saat itu, dan mungkin adalah satu-satunya opsi yang ia punya / miliki (karena keterbatasan pilihan atau kondisi yang tidak memungkikan untuk punya pilihan lain).

Tugas terapis, setelah berhasil menemukan ISE, adalah menetralisir emosi negatif, bila ada, yang timbul akibat kejadian itu, serta dilanjutkan dengan melakukan edukasi ulang pada pikiran bawah sadar klien. Ada sangat banyak teknik reedukasi pikiran bawah sadar yang bisa digunakan.

Salah satunya adalah dengan menggunakan kesadarannya pada usia saat ini klien mengamati apa yang terjadi di masa lalu dan memberikan pemaknaan baru. Teknik ini hanya bisa dilakukan dengan membawa klien masuk ke level kedalaman trance tertentu sehingga klien mengalami regresi dengan hipermnesia tipe 1.

Cara lain adalah dengan membawa klien mundur dan mengalami kembali kondisi yang menjadi masalah di masa lalu dan melakukan pemaknaan, membuat pilihan yang lebih cerdas, dan rekonstruksi memori. Teknik ini membutuhkan kedalaman trance yang jauh lebih dalam di mana klien mengalami revivifikasi tipe 1.

Setelah dilakukan terapi dan reedukasi pikiran bawah sadar maka simtom akan hilang secara permanen dan klien sembuh.

Bagaimana bila ternyata klien kambuh?

Ada beberapa kemungkinan. Pertama, simtom yang sama muncul kembali karena terapis gagal menemukan ISE. Kedua, simtom yang sama muncul sebagai akibat dari akar masalah yang berbeda. Ini terjadi karena pikiran bawah sadar memilih the path of least resistance yaitu jalur komunikasi yang sudah dikenal dan telah digunakan sebelumnya. Ketiga, simtom muncul dari akar masalah yang sama, yang sebelumnya sudah dibereskan, namun ternyata emosi yang mendasari munculnya simtom ini adalah emosi yang berbeda.

Baca Selengkapnya

Hal Penting Yang Perlu Diketahui Klien Agar Terapi Bisa Benar-Benar Efektif

2 September 2012

Seorang calon klien, sebut saja Pak Edi, menghubungi saya melalui sms dan minta bertemu dengan penjelasan, “Saya pernah diterapi oleh Pak Budi seorang hipnoterapis. Hasilnya nol besar. Pak Budi tidak bisa membawa saya sampai kondisi trance. Saya juga tidak tahu apa sebabnya saya sulit dihipnoterapi. Kemungkinan Pak Budi belum menguasai ilmu cara kerja pikiran dan tidak memahami jenis-jenis / tipe cara berpikir seorang klien.”

Saat ditanya lebih lanjut apa masalahnya dan sudah berapa kali ia menjalani terapi dengan Pak Budi, Pak Edi tidak memberi jawaban hingga artikel ini saya tulis.

Pembaca, saya tidak tahu persis apa yang sebenarnya terjadi dalam proses terapi yang dijalani Pak Edi. Kebetulan saya kenal Pak Budi. Saya tahu Pak Budi cakap dan kompeten melakukan hipnoterapi.

Artikel ini saya tulis untuk memberikan informasi khususnya bagi klien yang ingin menjalani hipnoterapi sebagai jalan keluar untuk mengatasi masalahnya agar dicapai hasil optimal seperti yang diharapkan.

Pertanyaan awal yang perlu diajukan, “Apakah benar hipnoterapi efektif dalam membantu mengatasi masalah yang berhubungan dengan mental dan emosi?”

Survei literatur psikoterapi yang dilakukan Alfred A. Barios, Ph.D., dan dimuat di American Health Magazine menyatakan hal menarik berikut:

-       Psikoanalisa : 600 sesi, sembuh 38%

-       Behavior Therapy: 22 sesi, sembuh 72%

-       Hipnoterapi : 6 sesi, sembuh 93%.

 

Dengan demikian sebenarnya tidak ada keraguan mengenai keefektifan hipnoterapi. Pertanyaan berikutnya, “Mengapa hipnoterapi dalam kasus tertentu ternyata tidak efektif?”

Ada banyak faktor yang menyebabkan hipnoterapi tidak efektif. Saya akan jelaskan beberapa faktor penting yang perlu diketahui klien sebelum menjalani hipnoterapi. Faktor-faktor ini saya rangkum dari pengalaman klinis saya menerapi klien sejak 2005. Dengan memahami faktor-faktor ini maka hipnoterapi akan memberikan hasil optimal seperti yang diharapkan.

Penjelasan berikut ini khusus ditujukan kepada calon klien dengan asumsi hipnoterapisnya cakap dan kompeten.

1. Semua hipnosis adalah self-hypnosis

Pandangan yang salah adalah bila klien berpikir bahwa ia akan dihipnosis oleh terapis. Seolah-olah hipnosis adalah sesuatu yang dilakukan oleh hipnoterapis kepada klien. Yang benar, hipnosis adalah sesuatu yang dilakukan oleh klien kepada dirinya sendiri dengan mengikuti anjuran, saran, sugesti, atau bimbingan terapis.

2. Hipnoterapis hanya sebagai navigator sedangkan klien adalah pengemudi

Saat melakukan terapi peran hipnoterapis hanya sebagai navigator yang mengarahkan dan membimbing pikiran bawah sadar klien untuk melakukan hal tertentu. Bila klien tidak bersedia melakukan yang disarankan hipnoterapis maka terapi tidak bisa berjalan dengan baik. Dengan demikian dibutuhkan kerjasama antara hipnoterapis dan klien. Klien berperan sebagai co-therapist.

3. Klien tetap sadar walau telah masuk kondisi trance yang dalam

Banyak yang berpikir bia seseorang masuk kondisi hipnosis maka ia akan lupa ingatan atau menjadi tidak sadar, tidak tahu apa yang terjadi di sekitarnya dan begitu bangun sudah sembuh. Ini pandangan yang salah. Yang benar, saat dalam kondisi trance, sedalam apapun trance-nya, klien tetap sadar dan memegang kendali penuh atas pikirannya.

Namun ada juga klien yang bersikeras dengan pandangannya yaitu orang dihipnosis akan tidak sadar. Bila terapis sudah menjelaskan dengan gamblang apa itu kondisi hipnosis dan klien tetap bersikukuh dengan pandangan atau pemahamannya maka terapi tidak bisa dilanjutkan.

4. Kesembuhan klien sepenuhnya adalah tanggung jawab klien, bukan tanggung jawab terapis.

Klien perlu menyadari bahwa tanggung jawab kesembuhan ada pada diri klien, bukan pada terapis. Peran terapis hanya membantu atau memfasilitasi proses terapi dengan menggunakan sumber daya yang ada dalam diri klien untuk kesembuhan klien.

Ada klien, pada level pikiran bawah sadar, bersikeras tidak ingin sembuh dari masalahnya karena ternyata ia mendapat keuntungan dari masalah yang dialaminya. Terapis sudah tentu dapat melakukan edukasi ulang pikiran bawah sadar klien. Namun bila klien bersikeras tidak atau belum bersedia sembuh maka terapis harus menghargai keputusan ini.  

5. Klien datang atas keinginan atau kesadarannya sendiri.

Untuk mengatasi suatu masalah dibutuhkan motivasi yang tinggi dari klien. Semakin tinggi motivasinya maka akan semakin mudah klien sembuh. Klien yang datang ke terapis dengan motivasi yang tinggi sebenarnya sudah sembuh. Tugas terapis tinggal melakukan sentuhan akhir saja.  

Namun yang seringkali terjadi klien datang bukan atas kemauan atau kesadarannya sendiri namun karena rayuan, bujukan, desakan, paksaan, dan atau ancaman orang lain. Bila ini yang terjadi dapat dipastikan klien tidak akan sembuh.

6. Klien mengijinkan dirinya untuk diterapi.

Ada klien yang karena alasan tertentu tidak mengijinkan dirinya untuk diterapi. Alasannya bisa takut, merasa tidak nyaman, tidak percaya sama terapis, pandangan atau pemahaman yang kurang tepat mengenai hipnoterapi, atau klien menemui terapis bukan atas kesadaran dan keinginannya sendiri.

Agar hasil terapi bisa maksimal maka harus ada niat sungguh-sungguh dari klien untuk berubah atau keluar dari masalah.

7. Klien terbuka dan jujur

Keterbukaan dan kejujuran dalam berkomunikasi dan mengungkap berbagai data yang dibutuhkan untuk mengatasi masalah adalah hal yang sangat penting. Klien, dalam kondisi hipnosis, tetap sadar dan dapat mengendalikan pikirannya sepenuhnya. Ia dapat berbohong atau tidak mengungkap data penting yang dibutuhkan.

8. Klien percaya pada terapis

Bila klien, karena alasan tertentu, merasa kurang yakin atau percaya pada terapis maka sebaiknya jangan melakukan terapi. Ketidakpercayaan atau perasaan ragu terhadap terapis sangat menghambat proses terapi. Klien berhak memutuskan tidak melanjutkan terapi.

9. Klien pasrah dan ikhlas menjalani bimbingan terapis

Kepasrahan dan keikhlasan adalah hal mutlak. Klien bersikap pasif, reseptif, dan mengijinkan terapi berjalan tanpa ia perlu melakukan upaya secara sadar. Hipnoterapi bukan cognitive therapy. Hipnoterapi adalah terapi yang dilakukan dalam kondisi atau dengan bantuan kondisi hipnosis.

Untuk bisa masuk ke pikiran bawah sadar yang dibutuhkan adalah niat, kepasrahan, dan keikhlasan. Semakin pasrah semakin baik. Bila klien berusaha atau berupaya untuk bisa tance maka semakin ia berusaha akan semakin tidak bisa. Trance adalah sesuatu yang terjadi secara alamiah dan tidak membutuhkan upaya sadar.

10. Klien jelas aspek apa yang ingin diatasi dengan hipnoterapi.

Ada klien yang datang ke terapis namun tidak jelas apa yang ingin diterapi. Ketidakjelasan ini membuat pikiran bawah sadar bingung dan tidak bisa fokus membantu klien dalam proses terapi.

11. Dalam satu sesi hipnoterapi hanya satu aspek saja yang dibereskan.

Ada klien, mungkin karena ingin hemat biaya, meminta terapis membereskan beberapa masalah dalam satu sesi terapi. Untuk terapi yang efektif dibutuhkan pikiran yang fokus serta target dan prioritas yang jelas. Untuk itu klien perlu menetapkan dengan hati-hati dan jelas apa masalah paling utama dan penting untuk dibereskan di sesi hipoterapi. Dan yang juga perlu diingat yaitu satu sesi hipnoterapi berlangsung sekitar 2 jam. 

Biasanya bila waktunya masih cukup maka terapis bisa membantu klien mengatasi masalah lain. Jadi, dalam satu sesi sebaiknya fokus pada satu masalah saja.

12. Hipnoterapi adalah kontrak upaya bukan kontrak hasil

Terapis tidak boleh memberikan jaminan atau garansi kesembuhan. Hal ini juga berlaku bagi healing profession lain seperti psikiater, dokter, psikolog, dan konselor.  Dengan demikian bila ada klien yang meminta jaminan atau garansi kesembuhan maka klien seperti ini tidak bisa dilayani.

13. Hipnoterapi bukan pil ajaib / Klien tidak over-ekspektasi

Walau hipnoterapi terbukti secara klinis dan empiris sangat efektif untuk mengatasi berbagai masalah yang berhubungan dengan mental dan atau emosi, namun sama halnya teknik terapi lainnya hipnoterapi juga punya keterbatasan. Proses terapi membutuhkan waktu.

14. Komit menjalani hingga 4 sesi konsultasi dan atau terapi

Klien perlu komit untuk menjalani terapi antara satu hingga empat sesi. Komitmen awal adalah untuk 2 sesi. Satu sesi berlangsung selama 2 (dua) jam. Bila masih dibutuhkan terapi bisa dilanjutkan hingga 4 sesi.

Pada sesi pertama, bila terapis menilai klien siap, maka bisa langsung dilakukan terapi. Namun bila terapis menilai klien belum siap maka hanya akan dilakukan konsultasi atau konseling.

Komitmen ini sangat penting mengingat dalam proses terapi terapis dan juga klien tidak dapat memprediksi data apa yang akan diungkap oleh pikiran bawah sadar klien. Seringkali terjadi masalah yang tampaknya sepele dan mudah diatasi ternyata adalah simtom dari satu akar masalah yang sangat serius yang membutuhkan beberapa sesi terapi agar tuntas.

Apa akibatnya bila terapi hanya dilakukan satu sesi padahal belum tuntas?

Yang terjadi adalah klien bisa menjadi semakin labil dan justru akan semakin bermasalah. Ibaratnya seorang dokter bedah yang telah membuka perut pasien namun tidak menutup rapat bekas bukaan operasi ini. Akibatnya bisa sangat fatal.

15. Klien datang ke terapis untuk terapi, bukan untuk melawan, menguji, atau ingin mengalahkan terapis

Ada klien yang melakukan therapy shopping. Ia bangga telah diterapi banyak terapis namun tidak sembuh. Pola pikir klien tipe ini adalah ia ke terapis bukan untuk mencari bantuan menyembuhkan masalahnya namun ia ingin menguji atau mengalahkan terapisnya.

Ada juga klien yang bangga bila terapisnya gagal menghipnosis dirinya. Ia merasa lebih unggul atau kuat dibanding terapisnya.

16. Klien tidak menganalisa

Ada klien yang ingin diterapi dan sekaligus ingin “belajar” teknik yang digunakan terapis. Akibatnya, ia tidak bisa masuk ke kondisi hipnosis dan terapinya tidak berhasil.

Klien tipe ini rugi dua kali. Pertama, ia sudah bayar mahal untuk menjalani terapi namun tidak ada hasilnya. Kedua, ia tidak dapat mengerti apa yang dilakukan hipnoterapis karena klien tidak belajar teori dan teknik yang digunakan hipnoterapis.

Keingintahuan klien membuat pikiran sadarnya tetap aktif karena melakukan analisa. Hal ini menghambat proses induksi sehingga ia tidak bisa berpindah dari kesadaran normal ke kondisi trance.

17. Klien mampu berkomunikasi secara verbal

Komunikasi verbal sangat penting dalam hipnoterapi. Setelah proses induksi biasanya klien akan menutup mata sampai terapis selesai dilakukan. Terapis berkomunikasi dengan pikiran bawah sadar klien secara verbal.

Untuk itu klien harus bisa memahami bahasa yang digunakan terapis. Bila misalnya terapis menggunakan bahasa Indonesia dan klien kurang cakap berbahasa Indonesia maka terapi tidak bisa dilakukan dengan efektif.

Hambatan lain adalah bila, misalnya, klien mengalami masalah pendengaran yang mengakibatkan komunikasi antara klien dan terapis menjadi tersendat.

Hambatan komunikasi juga bisa terjadi karena berkurangnya kemampuan berpikir (kognisi) akibat usia lanjut atau klien mengalami dementia.

18. Klien tidak di bawah pengaruh obat penenang

Klien yang sedang di bawah pengaruh obat penenang biasanya akan sulit diinduksi. Namun dengan teknik induksi khusus klien tipe ini tetap dapat masuk kondisi trance. Hambatan lain akibat pengaruh obat penenang yaitu perasaan klien menjadi tumpul. Klien tidak dapat merasakan emosinya padahal emosi inilah yang akan diproses dalam terapi.

19. Masalah klien murni karena faktor mental atau emosi, bukan karena gangguan pada fungsi otak.

Dalam beberapa kasus, ada terjadi klien mengalami masalah karena adanya gangguan pada fungsi otak, misalnya karena stroke, terbentur, jatuh, atau karena mengkonsumsi narkoba. Bila ini penyebab masalah klien maka hipnoterapi tidak bisa membantu. Klien perlu penanganan medis, bukan hipnoterapis.

Baca Selengkapnya
Tampilan : Thumbnail List